Kapal Pinisi pada saat ini merupakan kapal kebanggaan nasional. Hal ini karena ia merupakan tipe kapal asli Indonesia (Makasar) dan kini diangkat sebagai kapal duta pelayaran Indonesia ke segenap penjuru dunia. Salah bentuk kapal Pinisi yang menjadi duta pelayaran Indonesia tersebut adalah kapal Dewaruci.
Tapi tahukah anda bila kapal Pinisi Dewaruci sekalipun merupakan kapal asli Indonesia (Makasar) tidak dibuat oleh bangsa Indonesia sendiri? Dan tahukan anda bila penggunaan kapal Pinisi pada masa lalu hanya untuk pelayaran dalam wilayah yang terbatas serta bukan kapal terbesar?
Di dalam catatan Tome Pires, Pulau Sulawesi tidak dicatat. Tome Pires hanya mencatat Pilipina, Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Banda, Seram, Ambon, Maluku, Kalimantan, Madura dan Malaka, (Armando Cortesao, 1967, hal: 132-289). Sulawesi dicatat dengan istilah ‘the islands of Macassar.’ Pulau ini dicatat terletak: four or five days’ journey beyond the islands we have described, on the way to the Moluccas, (Armando Cortesao, 1967, hal: 226).
Tidak dicatatnya Pulau Sulawesi oleh Tome Pires dapat dikatakan bila Tome Pires tidak mengetahui secara pasti ada wilayah lain selain Makasar. Juga dapat dikatakan bila Makasar kala itu bukan negara yang penting. Terlebih informasi terkait Makasar demikian singkat diantara kisah antara Tanjungpura (Kalimantan) dan Madura.
Sekalipun dianggap tidak penting oleh Tome Pires, Tome Pires mencatat bila Makasar telah berdagang hingga Cambay, Bengal dan Kling, (Armando Cortesao, 1967, hal: 227) yaitu wilayah India saat ini. Perdagangan Makasar ke India ini menunjukkan bila perdagangan kapal laut Makasar demikian besar, (Armando Cortesao, 1967, hal: 227) Sekalipun demikian. Tome Pires tidak mencatat Makasar melaksanakan perdagangan dengan Cina, (Armando Cortesao, 1967, hal: 226-227).
Absennya perdagangan Makasar dengan Cina ternyata mendapat pembenaran dari sejarah dinasti di Cina. Kerajaan Cina hingga tahun 1.600 dicatat hanya mengetahui wilayah timur Jawa pada dua tempat, yaitu pulau Timor dan Maluku, (W.P. Groeneveldt, 2009: 163-168). Makassar, sebagai negeri besar di timur Jawa mengacu pada keterangan Sejarah Melayu, tidak dikenal oleh pemerintah Dinasti Cina. Hal itu juga memperlihatkan bahwa armada pra-Dinasti Cina tidak pernah berlayar ke wilayah timur Jawa. Catatan-catatan terkait Indonesia Bagian Timur, yaitu Timor dan Maluku, hanya dicatat secara lebih mendalam pada catatan masa Dinasti Ming, terutama catatan sejarah Dinasti Ming (1368-1643), Xingcha Shenglan (1436), serta Dong Xi Yang Kao (1618), (W.P. Groeneveldt, 2009: 163-168) tidak pada masa sebelumnya.
Di dalam karya sastra dari Sulawesi Selatan sendiri yaitu, La Galigo, kapal-kapal Makasar dicatat berlayar hingga ke Cina. Secara umum, La Galigo mengisahkan Sawerigading (Putera Ware’) ke negeri Cina dan menikah dengan putri Cina bernama We Cudai. Kisah La Galigo tersebut menunjukkan bahwa negara di Sulawesi Selatan, terutama Luwu, daerah asal Sawerigading, memiliki hubungan dengan kerajaan Cina. Tapi dengan tidak dicatatnya Luwu dalam daftar negara yang dicatat dalam catatan Dinasti Cina, hal ini tentu menyebabkan sebuah paradox. Karena itu kemungkinan besar kerajaan Cina yang dimaksud La Galigo bukan kerajaan Cina daratan.
Menurut Tome Pires kembali, kapal-kapal Makasar yang berlayar ke India, dicatat sebagai kapal tipe Pangajavas, (Armando Cortesao, 1967, hal: 227) bukan Pinisi. Kapal Pangajavas adalah salah satu kapal Majapahit dan Demak selain kapal tipe Jong dan Lancaras, (Armando Cortesao, 1967, hal: 184-186). Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai, kapal Majapahit disebut: Jong, Malangbang dan Kelulus (HRRP: 95).
Menurut Tome Pires dan Hikayat Raja-Raja Pasai, kapal yang terbesar kala itu adalah kapal tipe Jong. Makasar dicatat Tome Pires tidak memiliki kapal Jong dan kekuatan untuk menghadapi kapal Jong, (Armando Cortesao, 1967, hal: 227). Kapal Jong dicatat Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu hanya dimiliki oleh Jawa. Kapal Jong ini juga dicatat berlayar lebih jauh dari kapal Makasar tipe Pangajavas. Hal ini karena kapal-kapal Jawa ini berlayar hingga Aden dan Suez serta Cina (Paul Michel Munoz, 2009: 396-397 dan W.P. Groeneveldt, 2009: 9-80).
Maka menjadi sebuah keunikan tersendiri bila kapal Pinisi yang pada saat ini merupakan kapal kebanggaan nasional karena sebagai kapal duta pelayaran Indonesia ke segenap penjuru dunia ternyata tidak digunakan sebagai kapal perdagangan pada masa lalu oleh Makasar sendiri, untuk pelayarannya ke India.