Oleh Irawan Djoko Nugroho
Artikel Ini Merupakan Artikel Diseminasi Makalah DPS YSNB 3 Karya Bona Beding
Bila akhir-akhir ini istilah (terma) Maritim dan Bahari semakin meramaikan ruang-ruang diskusi, seminar, juga pelbagai opini dan pemberitaan di pelbagai media massa; baik cetak maupun elektronik, maka timbul pertanyaan: Apakah kedua kata tersebut sinonim? Bila mengacu pada maknanya, maka artinya adalah sama, yaitu: Laut. Dengan demikian Maritim dan Bahari adalah sinonim.
Namun bila mengacu pada sebuah dialektika makna, kedua kata itu ternyata berbeda. Berdasar data literatur, kata Maritim paralel pengertiannya dengan urusan perdagangan (pelayaran). Sedangkan Bahari lebih bersangkutkait dengan kebudayaan, yang dalam istilah Kamus Umum disebut sebagai yang lampau, dahulu kala. Atau lebih tepatnya sebagai kebudayaan, dengan obyeknya adalah Laut.
Dalam Sejarah Maritim (misalnya dalam buku AB Lapian; Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX, Jakarta, Komunitas Bambu 2009), AB Lapian mengartikan istilah Maritim menggantikan istilah Bahari untuk menunjukkan masa kini (lihat hal.1):
“Menurut Kamus Umum (– W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum, 1982, h.74-75) – zaman bahari berarti zaman purbakala. Dengan kata lain istilah ‘bahari’ dalam hal ini merupakan sinonim dari pengertian ‘purbakala’ atau ‘dahulu kala’. Hal demikian menunjukkan betapa erat pengertian ‘bahari’ dihubungkan dengan ‘dahulu kala’ sehingga seolah-olah sudah dianggap sebagai suatu sinonim. Oleh sebab itu sejarah merupakan disiplin yang mempelajari masa bahari (masa lampau) hendaknya juga memperhatikan masalah bahari (masalah maritim).”
Sekalipun demikian, dalam pembahasan selanjutnya di dalam bukunya, AB. Lapian tetap menggunakan kedua istilah itu dengan pengertian yang kurang lebih sama.
Sebenarnya, perbedaan pengertian Bahari dan Maritim tercatat jelas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, 1991, h.76. Dalam kamus itu, dijelaskan bahwa Bahari: ba-ha-ri: (kl-klasik, untuk menandai penggunaannya dalam Melayu Klasik mengandung pengertian: dahulu kala, kuno, tua sekali: adat yang tua sekali.; (ark-arkais, untuk menandai tidak lazimnya kata yang bersangkutan): mengenai laut; bahri. Selajutnya ke.ba.ha.ri.an (n): segala sesuatu yang berhubungan dengan laut; kelautan.
Sedangkan kata Maritim: bermakna sebagai: berkenaan dengan laut; yang berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut.
Dari penjelasan masing-masing kedua terma tersebut, tampak jelas perbedaan makna dan pengertiannya. Karenanya mensejajarkan begitu saja kedua terma itu kedalam satu pengertian yang sama akan menjerumuskan ke dalam distorsi makna. Dan distorsi makna akan menjebak kepada disorientasi pemahaman. Dan itulah yang terjadi selama ini.
Terhadap Bahari, pengertiannya yaitu dahulu kala dan sesuatu yang berkaitan dengan adat-istiadat, maka maknanya lebih berdekatan, atau bersentuhan dengan aspek kebudayaan atau lebih tepatnya mengacu pada kebudayaan. Sedangkan kata Maritim itu adalah salah satu fungsi dari laut yang dimanfaatkan untuk berdagang.
Karena itu, merumuskan pengertian kedua terma ini menjadi penting supaya tidak menimbulkan salah paham, supaya tidak terjerumus ke dalam distorsi makna sebagai akibat dari penyalagunaan terma. Dengan gencarnya penggunaan istilah Maritim dan Bahari, maka pada gilirannya seolah membuat jebakan semantik yang digunakan dalam memoposisikan Indonesia asalnya sebagai negeri Maritim atau negeri Bahari menjadi domain dalam persoalan antropologi dan sosiologi keberlautan semata.
Akan tetapi sebenarnya persoalan semantik: ilmu tentang makna kata, pengetahuan mengenai seluk beluk dan pergeseran arti kata; bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna atau struktur makna (dialektik peristiwa dan arti; dialektik antara makna dan referensi (sense: arti ideal yang tertera dalam wacana itu) and reference (realitas yang ditunjukkannya) macam itu menggiring untuk masuk lagi dalam persoalan etimologi dan epistemologi (cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan dalam bentuk dan makna) terkait makna asali dibalik kedua kata itu.
Karena itu utamanya Maritim adalah bagian sejarah bangsa Indonesia, sedangkan Bahari adalah eksistensi laut itu sendiri. Maritim hanyalah persoalan fungsi karena dia sekunder sedangkan Bahari (kebaharian) adalah unsur primer.
Sumber Acuan:
Bona Beding, Genealogi Laut: Dialektika Bahari vs Maritim Eksistensi Laut Dalam Sastra Laut Lamalera, Makalah Diskusi Panel Serial Ketiga YSNB, Jakarta, 7 Desember 2013.