Sejarah KRI Irian, kapal perang yang ditakuti Belanda dan Amerika, tapi di mana keberadaannya?
KRI Irian
KRI Irian adalah kapal kelas penjelajah terbesar yang pernah di miliki Indonesia. Tidak hanya itu, kapal perang ini juga terbesar yang pernah ada di Asia. Kapal yang di beli dari Uni soviet (Rusia) pada tahun 1962 (tiba di Surabaya tanggal 5 Agustus 1962) memiliki bobot mati sekitar 16.640 ton ( bandingkan dengan 4 kapal korvet terbaru TNI AL kelas sigma yang beratnya 1.692 ton).
Menurut catatan sejarah, Uni Soviet belum pernah sekalipun menjual kapal jenis penjelajah Sverdlov kepada negara manapun, kecuali Indonesia. Negara Asia lainnya yang juga pernah memiliki kapal jenis penjelajah ringan (light cruiser) kelas Sverdlov seperti KRI Irian adalah India. Uni Soviet menjual kapal jenis Sverdlov (SY 198) kepada India untuk di besi tuakan (scrap). Pemerintah Indonesia ketika itu membeli kapal yang kemudian di beri nama KRI Irian untuk persiapan menghadapi Belanda dalam rangka mensukseskan operasi pembebasan Irian Barat(Papua).
Nama Irian itu sendiri di ambil dari slogan untuk merebut irian barat yang merupakan kepanjangan dari “Ikut Republik Indonesia Anti Netherland”.
Kehadiran Cruiser jenis Sverdlov (KRI Irian) di Indonesia sempat membuat gentar pihak Barat, termasuk di antaranya Belanda. Kapal perang kebanggaan Kerajaan Belanda, Hr. Ms. Karel Doorman (kapal induk) dan juga Fregat yang di banggakan Belanda seperti Hr. Ms. Eversten (pembununuh KRI Macan tutul) yang juga menjadi pengawal Hr. Ms. Karel Doorman langsung di tarik keluar dari perairan NKRI ketika KRI Irian di berangkatkan dari Uni Soviet. Guna menghindari kontak fisik dengan KRI Irian.
[IMG]http://i.imgur.com/SmKG8v6.jpg[/IMG]
[IMG]http://i.imgur.com/vCtaKTU.jpg[/IMG]
Hr. Ms. Karel Doorman
Tidak hanya itu, pihak Amerika Serikat sendiri langsung menjauhkan penjelajahnya kelas USS Lowa, USS Winconsin dan USS Missouri di perairan yang dilewati perjalanan KRI Irian.
Padahal, komposisi persenjataan laut dari ketiga jenis kapal tadi masih di atas rata-rata yang di miliki oleh KRI Irian.
Alasanya kapal KRI Irian sangat lincah dan tergolong sulit untuk di tenggelamkan. Sekali pun kaliber kanon yang di miliki penjelajah kelas Sverdlov tergolong di bawah ketiga kapal AS tersebut. Namun akurasi tinggi dalam mengenai sasaran inilah yang membuat musuh dari pihak barat berpikir 2 kali jika berhadapan dengan KRI Irian. Apalagi di tambahkan dengan dukungan udara di Mig 21 fishbed yang paling di takuti. Diatas kertas, persenjataan militer Kerajaan Belanda sangat jauh di bawah kemampuan persenjataan yang di miliki oleh Indonesia.
Untuk menjaga kerahasian teknologi, beberapa teknisi KRI Irian di tangani langsung dari Uni Soviet. Ketika mereka bekerja, tidak satupun teknisi ataupun orang Indonesia yang di perkenankan untuk melihat. Residu ataupun sampah dari hasil pekerjaan mereka pun paketkan secara khusus untuk di kirimkan ke Uni Soviet.
Memasuki masa kelam
Setelah pergantian kekuasaan ke Rezim Orde Baru, nampaknya Suharto tidak terlalu tertarik dengan KRI Irian. Pemerintah Orde baru sama sekali tidak menaruh perhatian sehinga KRI Irian dibiarkan terbengkalai. Alasanya, biaya operasional untuk menjalankan kapal ini sangat besar. Logikanya memang demikian, karena untuk menjalankan KRI Irian setidaknya di butuhkan sekitar 1200 an personel militer (angkatan laut). Tentu saja bertentangan dengan doktrin pertahanan nasional yang ketika itu (zaman orde baru) lebih banyak di fokuskan ke matra darat (TNI-AD).
Sikap masa bodoh pemerintahan rezim orde baru terhadap keberadaan KRI Irian sesungguhnya sangat di sesalkan oleh banyak pengamat militer internasional. Sebut saja editor Jane’s Week Magazine pada tahun 1999 lalu menuliskan tentang profil kapal penjelajah ringan kelas Sverdlov yang pernah di miliki oleh Indonesia. Semasa pemerintahan Suharto (orde baru), KRI Irian malah dipergunakan sebagai penjara bagi lawan politik-politik.
Dimana KRI Irian sekarang?
Tidak ada kepastian mengenai keberadaan KRI Irian hingga saat ini. Beberapa sumber majalah militer internasional juga tidak memberikan informasi yang jelas, atau masih misterius tentang keberadaan KRI Irian. Hingga saat ini, setidaknya ada 3 versi tentang keberadaan atau nasib terakhir KRI Irian.
Pertama, menyebutkan bahwa KRI Irian di besi tuakan (scrap) di Taiwan semasa TNI-AL di pimpin oleh Laksamana Soedomo (KSAL) pada tahun 1970. Alasanya, keberadaan KRI Irian sudah tidak memungkinkan lagi untuk di pertahankan mengingat kondisi fisik yang sudah memprihatinkan.
Jika saja di besi tuakan di Taiwan, akan tetapi tidak di temukan catatan administratif mengenai keberadaan kapal penjelajah ringan kelas Sverdlov di dok besi tua Taiwan.
Kedua, KRI Irian di jual ke Jepang setelah semua persenjataannya di lucuti. Tidak jelas pula alasannya karena di Tanjung Priok ketika itu masih terdapat dua buah gudang suku cadang. Sekalipun demikian, tidak di temukan laporan adanya kapal penjelajah ringan kelas Sverdlov yang mangkir di dermaga ataupun dok di Jepang.
Pada pembahasan di awal di sebutkan jika Uni Soviet hanya menjual penjelajah ringan kelas Sverdlov kepada dua negara, yaitu Indonesia (1962) dan India (1989 scrap). Ada dugaan jika pihak yang paling tidak menginginkan apabila kelas Sverdlov jatuh ketangan pihak Barat adalah Uni Soviet. Seperti kita ketahui KRI Irian di bawa keluar sekitar tahun 1970 dimana pada waktu itu sedang berada pada puncak masa perang dingin.
Baling-baling yang mampu membuat kapal sebesar KRI Irian merapat kedok tanpa bantuan kapal tunda masih menjadi misteri pihak barat. Artinya teknologi rahasia dari Uni Soviet yang masih belum bisa di bongkar oleh pihak Barat.
Diantara keseluruhan kelas Sverdlov sebanyak 14 biji itu, hanya keberadaan KRI Irian (Ordzhonikidze Object 055) yang masih misterius.