IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL
IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

PERAN SISDIKNAS PERLU DITEGASKAN KEMBALI

Diskusi Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Aliansi Kebangsaan dan FKPPI, di The Sultan Residence, Jakarta, Rabu, 18 Maret 2020, dalam rangka mencari masukan bagi penyusunan naskah akademik RUU Sistem Pendidikan Nasional yang baru, yang kini sudah masuk daftar Prolegnas di DPR RI. Diskusi menampilka para pembicara (baris tengah, dari kiri ke kanab) Prof Dr Muchlas Samani, Ki Darmaningtiyas, Prof Dr Laode Kamaludin, Prof Dr Hafid Abbas, Pontjo Sutowo selaku Pembina Yayasan Suluh Nuswantara, Ketua Aliansi Kebangsaan, dan Ketua Umum FKPPI sebagai penyelenggara diskusi. Berbeda dengan diskusi-diskusi sebelumnya, diskusi kemarin berlangsung terbatas tanpa menyertakan undangan, dalam rangka memenuhi himbauan Pemerintah mengantisipasi penyebaran virus Covid-19.(sel)

Visi pendidikan nasional Indonesia sepatutnya menegaskan kembali peran sistem pendidikan nasional dalam membangun landasan yang kuat bagi perkembangan budaya yang sehat, produktif dan memuliakan kehidupan, memperkuat kesadaran berbangsa, memperkuat solidaritas nasional, serta menyiapkan generasi muda bangsa ini, untuk menyongsong tugas dan tantangan masa depan.
Oleh karena itulah maka sistem pendidikan nasional Indonesia yang harus kita bangun dan kembangkan adalah sistem pendidikan yang integralistik, humanistik, pragmatik, serta berakar kuat pada budaya dan nilai-nilai keindonesiaan kita.
Meskipun pendidikan merupakan imvestasi dalam menghadapi tantangan masa depan, namun pendidikan nasional kita harus tetap berakar kuat pada bangsanya sendiri, yakni pendidikan yang tidak meninggalkan akar-akar sejarah dan kebudayaan bangsa Indonesia.
Demikian antara lain beberapa pokok pikiran yang disampaikan Pontjo Sutowo selaku Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB), Ketua Aliansi Kebangsaan, dan Ketua Umum FKPPI sebagai penyelenggara diskusi bertema “Pendidikan sebagai Penjuru dalam Membangun Warga Negara Unggul”, Rabu, 18 Maret 2020, di The Sultan Residence, Jakarta.
Dr. Ki Bambang Pharmasetiawan selaku moderator mengemukakan, diskusi untuk melanjutkan evaluasi berbagai kelemahan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) 2003, berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Berbagai masukan yang diperoleh akan dikristalisasikan dalam satu saran kebijakan yang konsepsional sesuai Pancasila dan UUD’45 tanggal 17 Agustus 1945 sebagai nilai-nilai dasar Indonesia, sebagai masukan bagi penyusunan naskah akademik undang-undang sistem pendidikan nasional yang baru.
Selain itu pula, tambahnya, diskusi ini diadakan sebagai bentuk partisipasi aktif masyarakat sebagai upaya untuk turut memberikan masukan bagi semua pemangku kepentingan pendidikan dan kebudayaan, dalam proses pembaruan RUU Sisdiknas.
Dikatakan, dalam penyusunan naskah akademik tersebut, YSNB beserta Aliansi Kebangsaan dan FKPPI akan mengajak dan bersinergi dengan kelompok masyarakat lainnya dengan semangat gotong-royong, sehingga bisa saling mengisi.
Diskusi menampilkan empat nara sumber, yakni Prof Dr. Hafid Abbas, Prof Dr. Muchlas Samani, Ki Darmaningtyas, Prof Dr. Laode Kamaludin, serta Dr. Yudi Haryono.
Lima pembicara lainnya, yakni Farida Lambrouse Sumargono, Dr. Ir. Mas Wigrantoro Dr. Reni Marlinawati, dan Ahmad Rizali (Ketua Bidang Pendidikan NU Circle) batal datang, namun tetap mengirimkan _paper_dan saran-sarannya.

*Soal mati hidup*

Para pembicara umumnya sependapat bahwa pendidikan adalah persoalan mati hidupnya sebuah bangsa. Karena itu pelaksanaanya harus dilakukan secara sungguh-sungguh.
Di bidang anggaran misalnya, kata Dr. Hafid Abbas memberi contoh. Anggaran bidang pendidikan semakin tinggi dari tahun ke tahun, tapi hasil pendidikan semakin menurun.
Demikian juga dengan guru. Kesejahteraan guru makin meningkat, namun manfaatnya tidak terlihat.
“Tunjangan guru bukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, tapi meningkatkan pendapatan,” kata Ki Darmaningtyas menimpali. Dikatakan, terus meningkatnya anggaran pendidikan terlebih untuk gaji guru dan dosen, sementara untuk pendidikan sendiri kecil jumlahnya.
Soal jumlah guru, umumnya.mereka juga sependapat bahwa jumlah guru yang ada saat ini sebenarnya sudah memadai, tapi distribusinya yang menjadi soal.
Sementara itu Prof Laode Kamaludin yang lebih berbicara pada aspek pendidikan tinggi mengatakan, bangsa ini harus tegas menentukan _platform_ pendidikan kita ke depan seperti apa. Ditegaskan, pendidikan tinggi kita ke depan harus kuat di riset.
“Dengan demikian untuk ke depan kita bicara soal _human capital platform_, bukan lagi visi misi untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) untuk bekerja di pabrik,” ujarnya.

*Tetap konsisten*

Menurut Ki Bambang Pharma, YSNB, Aliansi Kebangsaan, dan FKPPI dalam penyusunan akademik RUU Sisdiknas tersebut akan tetap konsisten pada beberapa hal pokok.
Pertama, bahwa tujuan pendidikan nasional Indonesia seharusnya bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia menjadi warganegara Indobesia unggul. Bukan sekedar individu atau sumber atau sumber daya msnusia unggul di dunia global yang telepas dari kepribadian Indonesia-nya.
Kedua, pendidikan adalah bagian dari kebudayaan, bukan sebaliknya. Dengan demikian, naskah akademik RUU Sisdiknas nanti adalah tentang RUU Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional.
Ketiga, kerangka pendidikan nasional yang disusun harus mencakup Trimatra Pendidikan, yakni Kebangsaan, Etika, dan Logika. Sehingga kurikulum inti di Indonesia nanti mencakup agama, kebangsaan, etika, dan logika.
Berbeda dengan beberapa negara lain yang tidak menempatkan agama dalam kurikulumnya, Indonesia harus menempatkannya karena agama selain berhubungan erat dengan etika, juga berhubungan erat dengan nasionalisme.
“Karena itu sangat mengherankan jika kebangsaan dipertentangkan dengan keagamaan,” tegasnya.
Anggota Komisi X (bidang pendidikan) DPR RI dari fraksi Partai Golkar, Ferdiansyah, yang ikut hadir kemarin mengingatkan bahwa proses RUU Sisdiknas sekarang ini sudah masuk program Prolegnas. Karena itu dia menyarankan supaya naskah akademik yang disusun YSNB, Aliansi Kebangsaan, dan FKPPI tersebut hendaknya segera disampaikan ke DPR. Karena memasuki tahun 2024, para anggota DPR sudah mulai sibuk di daerah pemilihannya masing-masing mempersiapkan Pemilu 2024. *(SEL)*

Bagikan ya

Leave a Reply