Pendidikan adalah alat untuk membentuk kebudayaan, karena pada dasarnya kebudayaan dapat dibentuk. Menyadari demikian pentingnya pendidikan dalam membentuk suatu budaya yang diinginkan, Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) kemudian mengusung Naskah Akademik sebagai masukan guna dapat diaplikasikasan dalam RUU Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional.
Menurut Pembina YSNB Pantjo Sutowo, RUU Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional. yang tengah disusun ulang, hendaknya tidak lepas dari akar budaya bangsa. Jangan ada kata main-main dalam menyusunmya. Sebab pedidikan yang baru yang lepas dari akar budaya bangsa, dapat menghasilkan kebudayaan baru yang lepas dari semangat awal pendirian bangsa.
“Untuk menafaskan kembali pendidikan yang dapat untuk memperoleh kebudayaan dan peradaban yang tangguh sesuai semangat awal pendirian bangsa, maka pendidikan harus memiliki kekuatan spiritual (agama, keindonesiaan, nilai-nilai Pancasila), ilmu pengetahuan yang tinggi, serta kerja kemanusiaan”, kata Pontjo Sutowo kepada suluhnuswantarabakti.or.id di Jakarta (10/6/2020).
Karena itulah menurut Pontjo Sutowo kembali, Naskah Akademik RUU Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional yang diusulkannya memuat nilai-nilai baru dari sebelumnya. Nilai yang lebih berparadigma Pancasila.
Tujuh Nilai Baru
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Penyusun Naskah Akademik Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional Prof. Dr. Yudhie Haryono menjelaskan bahwa ada 7 nilai baru yang diusung dalam Naskah Akademik versi YSNB. Ketujuh nilai baru tersebut dapat dikatakan lebih bertumpu pada paradigma Pancasila.
Menurut Yudhie Haryono kembali, ketujuh nilai baru tersebut adalah sebagai berikut.
- Menghadirkan Kembali Kebudayaan Sebagai Ontologi Pendidikan
Kebudayaan dan Pendidikan merupakan dua entitas yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Bahkan dapat dikatakan antara pendidikan dan kebudayaan saling berkaitan. Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan inilah yang menjadi landasan utama dari Naskah Akademik Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional (Sisbuddiknas) yang diusung YSNB.
- Meringkas Kurikulum Inti jadi Trimatra Pendidikan yaitu Kebangsaan, Etika, dan Logika
Dalam UU Sisbuddiknas nanti kerangka dasar kurikulum adalah Trimatra Pendidikan yang berisi: Kebangsaan-Etika-Logika. Sekalipun kerangka dasar kurikulum adalah Trimatra Pendidikan, namun untuk desain struktur kurikulum inti di Indonesia harus ada empat, yaitu Agama-Kebangsaan-Etika-Logika. Berbeda dengan negara lain yang tidak menempatkan Agama di dalam kurikulumnya, Indonesia wajib menempatkan Agama di dalam kurikulumnya karena selain berhubungan dengan etika, Agama juga berhubungan dengan kebangsaan atau nasionalisme.
- Mensentralkan Kembali Pengurusan Pendidikan
Pendidikan dikendalikan oleh 3 (tiga) level pemerintahan, pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Pembagian kewenangan dan kewajiban antara ketiganya perlu diperjelas, untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dan kesenjangan, karena tidak ada yang merasa bertanggungjawab. Termasuk double counting dalam anggaran pendidikan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sepantasnya dapat mengikuti pola Kementrian Agama yang memiliki kepanjangan tangan sampai daerah melalui Kantor Wilayahnya (Kanwil), sehingga dapat memonitor sebagaimana sekolah-sekolah yang di bawah naungan Kementerian Agama.
- Menghasilkan Warganegara Unggul
Definisi warganegara unggul yang merupakan gabungan antara kata warganegara dan kata unggul, berarti: “patriot sejati Indonesia yang takwa, ikhlas, berperikemanusiaan, adil, beradab, jujur, bertanggung jawab, mumpuni, ulet dan tangguh”. Muaranya, mereka memiliki knowledge (know what), attitude (know why), dan skills (know how). Dengan demikian seorang warganegara unggul tidak saja memiliki kecerdasan dan nalar yang baik (Logika), namun juga memiliki sikap sosial yang baik (Etika) dan nasionalisme yang tidak diragukan lagi (Kebangsaan), inilah keterkaitan Trimatra Pendidikan dengan warganegara unggul.
- Menempatkan UU Sisbuddiknas Sebagai UU Payung
UU Sisbuddiknas dalam ruang lingkupnya diharapkan menyentuh semua hal dari pendidikan formal, informal, dan nonformal. Juga mencakup semua Pendidikan dari pendidikan PAUD, Dasar, Menengah, dan Tinggi. Dengan demikian nantinya hanya ada satu UU Tentang Kebudayaan dan Pendidikan Nasional dengan turunan yang lebih rinci berupa PP.
- Pemberdayaan IPTEK Melalui Quarto Helix
Quarto Helix adalah hubungan antara Perguruan Tinggi, Industri, Pemerintah, dan Masyarakat. Dalam konsep kelembagaan dalam paradigma ‘Quarto Helix’, pendidikan Indonesia terutama perguruan tinggi melalui ‘Tri Dharma’ yang dimilikinya, harus berperan dalam ikut mengejar ketertinggalan teknologi dan industri bangsa ini, baik melalui program penelitian dan pengembangan maupun program pengabdian masyarakat. Demikian pula riset dan pengembangan teknologi (Risbangtek) yang dihasilkan oleh perguruan tinggi, harus dapat terhilirisasi dengan baik ke dunia usaha/industri maupun ke masyarakat, sehingga mampu berkontribusi secara signifikan dalam mendorong percepatan penguasaan teknologi bangsa Indonesia.
- Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menggabungkan anak-anak yang berkebutuhan khusus dengan anak-anak regular dalam kelas yang sama dengan ratio tertentu. Pendidikan ini bertujuan untuk emansipasi dan maksimalisasi; memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus agar bisa menikmati kebudayaan dan pendidikan. Secara filosofis, pendidikan inklusif hampir sama dengan falsafah bangsa ini, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti meniadakan perbedaan dan menjadikan satu kesatuan dalam berbagai keberagaman.*