IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL
IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

Biaya Pendidikan Bisa Jadi Murah

Dalam kondisi pandemi Covid 19, yang menyerang seluruh dunia, telah berhasil melumpuhkan ekonomi dunia, berbagai usaha menjadi bangkrut yang disebabkan karena orang tidak lagi dapat melakukan kegiatan dengan bebas, apalagi di wilayah yang kondisinya “merah” atau terpapar parah.

Demikan pula halnya dengan berbagai kegiatan usaha, seperti restoran, hotel, penerbangan. Juga di dunia pendidikan, seperti sekolah-sekolah maupun Perguruan Tinggi, yang memerlukan biaya perawatan gedung, sarana dan prasarana yang mahal, pengupahan guru, dosen dan tenaga pendidikan lainnya, yang akan membutuhkan biaya bermilyar rupiah pertahun. Sementara itu, kegiatan belajar mengajar belum dapat diselenggarakan secara penuh karena pandemi Covid 19. Sebagai akibatnya, sekolah atau Perguruan Tinggi Swasta, menjadi tidak memperoleh pemasukan yang membuat mereka akan merugi.

Bencana Pandemi Covid 19 Buat Masalah Besar Di Dunia Pendidikan

Untuk sekolah atau Perguruan Tinggi Swasta yang terbesar sekalipun, juga akan tetap berat menanggungnya. Hal ini karena tidak ada yang tahu, kapan bencana pandemi Covid 19 ini akan berakhir. Bukan tidak mungkin, hal ini mengakibatkan kebangkrutan sehingga akhirnya harus menghentikan kegiatan pendidikan mereka.

Lebih parah lagi, bersamaan dengan permasalahan di atas, di sisi yang lain, banyak orang tua siswa yang kehilangan pekerjaan karena pandemi Covid 19 ini. Akibatnya mereka tidak mampu lagi, membiyai belajar atau kuliah anaknya secara on-line di sekolah atau universitas tadi.

Sebagai satu negara bangsa, keadaan ini tentu merupakan masalah besar bagi pembangunan manusia Indonesia menjadi Warganegara Unggul, yang siap menghadapi persaingan peradaban bangsa-bangsa di dunia, dimasa yang akan datang.

Sebagai langkah darurat sementara masa pandemi Covid 19 ini belum berlalu, pemerintah menyarankan agar kegiatan belajar mengajar dilakukan seara on-line. Namun demikian banyak sekolah-sekolah atau Perguruan Tinggi yang mengalami kendala, karena selain biaya perangkat (computer/laptop) yang tidak semua siswa/mahasiswa mampu memilikinya, juga, biaya operasionalnya (Zoom cq. pulsa) relatif terasa mahal bagi ukuran para siswa/ mahasiswa. Apalagi bagi pelajar/mahasiswa di daerah-daerah terluar yang jauh dari Pusat, selain biaya perangkat internet yang mahal, juga jaringan internet belum sampai ke wilayah mereka.

Beberapa universitas besar di Indonesia baik negeri maupun swasta, telah mengumumkan bahwa, mulai semester depan tidak akan ada lagi kuliah secara fisik datang ke kampus. Namun perlu disadari bahwa, cara penyelenggaraan pendidikan secara on-line, sangatlah berbeda dibandingkan dengan cara-cara yang selama ini digunakan. Selain biaya perangkat dan biaya operasional zoom yang mahal, juga, ketiadaan kehadiran fisik akan menyulitkan pembinaan aspek- psikologis dari para siswa/mahasiswa.

Pengertian Proses Pendidikan

Sebagaimana kita ketahui, apa yang terjadi dalam “proses pendidikan”, adalah, satu rangkaian kegiatan memberikan pengetahuan (knowledge melalui proses kognitif), Keterampilan (skill, melalui pelatihan dalam praktek) dan pembentukan Sikap (attitude, yang berakar pada karakter atau watak siswa). Dan juga kita ketahui bersama bahwa, pembentukan watak terjadi melalui proses “internalisasi nilai-nilai sosial-budaya, maupun kebajikan moral beragama” ke dalam diri pribadi seorang siswa.

Menyadari apa yang ingin dicapai melalui proses pendidikan seperti di atas, maka kegiatan belajar mengajar secara “on-line”, boleh diakui akan cukup efektif untuk memberikan pelajaran yang bersifat kognitif. Melalui diagram-diagram abstraktif, siswa atau mahasiswa akan dapat mengusai pengetahuan-pengetahuan yang diajarkan. Demikian pula untuk membangun Keterampilan (Skill), walaupun akan lebih sulit, namun masih dapat cukup efektif diajarkan, selama berbagai peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan, juga dimiliki oleh tiap siswa. Dengan cara ini, selain pengetahuan teoritisnya dapat ditangkap, juga kegiatan mempraktekan-nya pun dapat dilatih.

Namun pada aspek ketiga dari proses pendidikan, yakni pembentukan sikap (attitude) pada siswa, cara-cara on-line ini kurang efektif, karena di sini diperlukan sentuhan pribadi. Sentuhan-sentuhan emosional yang tidak dapat diamati secara visual semata, apalagi dari balik layar zoom yang sangat terbatas itu. Inilah bencana yang tengah terjadi di Indonesia dan juga hampir di seluruh muka bumi dewasa ini.

Namun sudah menjadi sifat manusia yang diciptakan sempurna dibanding mahluk lainnya di muka bumi ini, diyakini bahwa setiap orang akan mampu bertahan dengan caranya masing-masing. Manusia akan mencari jalan keluar dan berjuang untuk mempertahankan kehidupan dirinya dan keluarganya. Banyak tantangan dan ancaman yang dihadapi manusia yang justru membuat manusia menciptakan berbagai alat untuk memudahkan hidupnya, seperti mesin, motor penggerak, atau komputer, dll. Bahkan manusia telah menggali berbagai ilmu pengetahuan dan menciptakan teknologi untuk mencari daerah-daerah yang aman dalam hal terjadi perang dunia yang dahsyat, dengan cara berusaha mendarat di bulan atau planet lain, yang mungkin bisa digunakan sebagai tempat pengungsian.

Demikian pula halnya dalam menghadapi pandemi Covid 19 yang telah berhasil membuat kelumpuhan peradaban bangsa-bangsa di seluruh dunia dewasa ini, kita pun akan dan harus mencari jalan keluar, mencari cara-cara baru dalam menyelenggarakan proses pendidikan, baik cara penyelesaian jangka pendek demi kesinambungan dan keberlanjutan proses pendidikan kita, maupun mencari cara-cara mendasar untuk penyelesaian jangka panjang menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang timbul di masa depan (future leaning of learning). Seperti misalnya, karena terjadinya disrupsi Iptek dan industri, bencana alam, ataupun sebab-sebab lainnya

Gagasan Pendidikan Perguruan Tinggi Menjadi Satu Akademi Dan Permasalahannya

Beberapa tokoh “bisnis-pendidikan”, mengusulkan untuk merubah sistem pendidikan Perguruan Tinggi menjadi satu Akademi, dengan harapan biaya pendidikannya akan menjadi lebih terjangkau, sementara “outcome”-nya mereka jamin akan dapat mencapai kualitas yang sama.

Atas gagasan di atas, kami pribadi berpendapat, bahwa solusi di atas sangatlah dilatar-belakangi oleh sifat “kedaruratan” karena pandemi Covid 19 dewasa ini. Strategi menyiasati permasalahan bisnis ini, cenderung menyederhanakan masalah pada sebatas pertimbangan bisnis semata, yaitu pendapatan vs biaya pendidikan saja. Strategi ini kurang memperhatikan hakekat tujuan dari pendidikan tinggi. Ada perbedaan hakiki dari tujuan pendidikan di Akademi dibandingkan dengan tujuan pendidikan di Perguruan Tinggi.

Perguruan Tinggi/Universitas, pada umumnya menyelenggarakan program pendidikan yang fokus kepada: (a) “pendidikan-akademik” yang bertujuan untuk membentuk tenaga ahli dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan; (b) “pendidikan-Vokasi” membentuk tenaga terlatih dalam kejuruan tertentu, seperti engineer, mechanic, dll, dan (c) “pendidikan-profesi” membentuk tenaga ahli dalam profesi tertentu, seperti misalnya sorang Dokter, Engineering Consultant, Psikolog, Pengacara, Notaris, dll.

Sedangkan pendidikan di Akademi, pada umumnya merupakan pendidikan tinggi yang membentuk tenaga ahli dalam vokasi (kejuruan) tertentu, seperti Institut Poli-teknik yang mempunyai beberapa jurusan teknik, Akademi Militer, Akademi Kepolisian, Akademi Perawat dan tenaga paramedis, dll.

Akibatnya, strategi yang dipilih oleh tokoh bisnis-pendidikan tadi, pada dasarnya merupakan upaya mempersempit ruang lingkup muatan pendidikan yang akan diberikan kepada para siswa, agar biaya-biaya yang dibutuhkan akan lebih terjangkau bagi para siswa akademi, dibandingkan dengan biaya peguruan tinggi yang lebih lengkap seperti di atas.

Perlu Metodologi Pendidikan dan Sistem Pendidikan Baru

Sebagai satu bangsa, tentu tidak mungkin pemerintah akan serta merta memilih strategi penyelesaian masalah seperti di atas. Sesuai konstitusi, kita harus membangun satu Sistem Pendidikan Nasional yang bertujuan membentuk manusia Indonesia menjadi Warganegara Unggul yang mampu memajukan peradaban dan kebudayaan bangsa menghadapi persaingan global di masa depan. Maka dalam program pendidikan nasional kita, kurikulum pendidikan kita harus menncakup kegiatan belajar-mengajar untuk mengasah logika, membentuk karakter sosial-budaya yang melahirkan perilaku beretika, dan pendidikan karakter kebangsaan yang melahirkan warganegara yang patriotik dan nasionalis. Kami menamakan muatan kurikulum diatas sebagai “Trimatra Pendidikan”, yang mencakup pendidikan Logika – Etika dan Kewarganegaraan.

Sejauh ini, cara penyelesaian masalah pendidikan yang baru kita temukan adalah,dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian pada metoda belajar mengajarnya saja. Dengan “on-line learning” secara penuh, maupun secara “hybrid” (kombinasi antara “online-learning” dan kehadiran fisik), sementara ini dianggap akan cukup dapat melanjutkan program belajar-mengajar yang harus dicapai.

Namun, dengan pandangan seperti di atas, tidaklah kami bermaksud untuk berputus asa. Kami tetap berkeyakinan bahwa, dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi (di luar sifat kesementaraan karena Covid 19 di atas), manusia akan terus menemukan cara-cara, metodologi pendidikan dan sistem pendidikan yang akan lebih terjangkau merata bagi seluruh rakyat satu bangsa.

Demikian pula, sebagai bangsa Indonesia, kita pun dapat mengambil bagian dalam upaya inovasi untuk menemukan metoda dan sistem pendidikan dengan biaya yang lebih terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hendri Dwiwantara
Pimpinan Redaksi

Bagikan ya

Leave a Reply