Jakarta – Aliansi Kebangsaan, Forum Rektor Indonesia, dan Harian Kompas kembali menyelenggarakan Webinar Focus Group Discussion (16/10/2020). Diskusi ini mengangkat topik ‘Gerakan Transformasi Menuju Ekonomi Pengetahuan (Knowledge Base Economy) ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Pangan Sedunia ke-40.
Hadir sebagai narasumber adalah Prof. Ahmad Erani Yustika, Ir. Bambang Prijambodo, Dr. Aiyen Tjoa, dan Sdr. Robert Muda Hartawan. Selain itu hadir pula, Ketua Forum Rektor Indonesia Prof. Arif Satria, Ketua Umum Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro, dan Ketua Umum HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Mardani H. Maming.
Dalam pengantarnya, Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, menyampaikan, membangun ketahanan pangan nasional harus terus diupayakan. Utamanya dengan melalui pembangunan sektor pertanian dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini karena ilmu pengetahuan dan teknologi telah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma perekonomian dunia. Yang semula berbasiskan pada sumberdaya (Resource Based Economy) menjadi perekonomian yang berbasiskan pengetahuan (Knowledge Based Economy).
“Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi factor yang memberikan kontribusi signifikan dalam pertumbuhan dan kemandirian ekonomi. Kekuatan suatu bangsa diukur dari kemampuan Iptek sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan dan energi untuk peningkatan daya saing. Karenanya, peningkatan kapasitas Iptek adalah kunci sukses meraih daya saing yang sangat menentukan kemandirian ekonomi suatu bangsa. Model ekonomi berbasis pengetahuan, dapat menstimulasi kreativitas dalam penerapan pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Transformamasi Ekonomi Harus Tetap Berdasar Pancasila
Menurut Pontjo Sutowo kembali, karena transformasi perekonomian dunia menuju ekonomi pengetahuan pasti akan terus berlanjut, sejalan dengan kemajuan teknologi, maka tidak bisa tidak bangsa ini harus terus berusaha mengejar ketertinggalan teknologi, apalagi negara sudah bertekad menjadi Negara maju pada 2045. Tanpa penguasaan teknologi, mustahil Indonesia akan mampu membangun kemandirian ekonomi dan bersaing di tingkat global.
Namun yang harus tetap harus dijaga, transformasi ekonomi tidak boleh bergerak liar namun harus tetap dalam tuntunan nilai-nilai Pancasila demi kemakmuran inklusif dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal ini karena negara-negara dengan kekayaan alam yang berlimpah sekalipun, telah menyadari bahwa suatu saat kekayaan alamnya akan habis. Sementara kekayaan intelektual manusia, apabila dikelola dengan baik, akan berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki kualitas hidup suatu bangsa.
Pendekatan Ala Ethiopia dan Thailand
Menurut Pontjo Sutowo, salah satu negara yang berhasil menerapkan teknologi dalam pertaniannya adalah Ethiopia. Negara ini dulu merupakan negara miskin dan sering menanggung kelaparan. Kini dengan bantuan Israel dan teknologinya, Ethiopia telah menjadi surga pertanian. Bahkan, negara ini pada 2017 telah menduduki peringkat ke-12 sebagai Negara Adidaya Pertanian dan Ketahanan Pangan menurut Global Food Security Index (GFSI).
Thailand juga bisa menjadi contoh keberhasilan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam sektor pertanian dan agribisnis. Keberhasilan ini dimungkinkan karena seluruh stakeholders pertanian termasuk pemerintah dan rajanya mempunyai komitmen kuat untuk memajukan pertaniannya.
Bahkan pada saat ini, Thailand telah mengembangkan pertanian 4.0. yang berfokus pada penerapan teknologi tinggi terhadap komoditas-komoditas utama dan komoditas-komoditas yang mempunyai nilai terpadu seperti beberapa jenis sayuran dan buah-buahan.
Visi Thailand yang telah ditetapkan yaitu “Thailand kitchen of the world!”, bukan hanya sekedar jargon melainkan sudah menjadi gerakan masyarakat Thailand. Bahkan untuk menjangkau pasar internasional, setiap petani yang akan mengekspor produknya harus menjalankan dua standar, yaitu GAP (good agricultural practices) dan GMP (good manufacturing practices).
Tranformasi Ekonomi Dapat Berujung Pada Paradoks Pembangunan
Jika dicermati lebih jauh, ada perbedaan yang cukup mendasar dari dua contoh keberhasilan yang disebutkannya tadi. Kalau di Ethiopia, seluruh kegiatan pertanian merupakan investasi dan teknologi Israel. Yang terjadi kemudian adalah bukan pembangunan Ethiopia melainkan pembangunan di Ethiopia. Karenanya, kemajuan pertanian tidak sepenuhnya dinikmati oleh rakyat setempat.
Sedangkan di Thailand, pembangunan pertanian sepenuhnya dilaksanakan oleh dan untuk rakyatnya. Sehingga yang terjadi benar-benar adalah pembangunan Thailand bukan sekedar pembangunan di Thailand. Kini tinggal bangsa ini memilih model yang mana, pembangunan di Indonesia atau pembangunan Indonesia.
“Paradox pembangunan ini perlu saya tekankan, karena kita memang sedang mengundang investasi asing secara besar-besaran,” katanya.*