Potensi laut Indonesia menyimpan sejumlah energi terbarukan seperti panas air laut, gelombang laut, arus laut, serta sumberdaya energi tidak terbarukan seperti minyak dan gas bumi. Diperkirakan, potensi ini bisa mencapai US$ 1.338 miliar atau Rp19,6 triliun per tahun (KKP, 2020), demikian kata Ketua Aliansi Kebangsaan dan Ketua Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) Pontjo Sutowo dalam sambutannya di Webinar yang bertema: “Penguasaan dan Pengembangan Teknologi dalam rangka Penguatan Sektor Kelautan dan Kemaritiman”, di Jakarta (27/11/2020).
Webinar yang diselenggarakan Aliansi Kebangsaan bersama Forum Rektor Indonesia (FRI), Akademi Ilmu Pengetahun Indonesia (AIPI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan Harian Kompas ini dicatat menghadirkan para narasumber yang ahli di bidangnya. Para narasumber tersebut diantaranya adalah Prof. Ir. I Ketut Aria Pria Utama M.Sc., Ph.D. (Pakar Ilmu Perkapalan ITS, AIPI), Prof. Indra Jaya (Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, anggota FRI), Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, MSc. (Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas), Dedi Supriadi Adhuri Ph.D (Antropolog Maritim, Peneliti LIPI), Amiril Mukminin (BPP HIPMI), dan Yoseph Librata Poeguh (Pengusaha Tambak Udang).
Menurut Pontjo Sutowo kembali, dengan potensi kekayaan laut yang ada di Indonesia maka ia seharusnya bisa menjadi pendorong perekonomian dan menjaga ketahanan pangan secara nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun sayangnya, potensi tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat kita lihat dari kontribusi sektor kelautan dan perikanan yang baru menyumbang sekitar 3,7% terhadap GDP.
“Angka tersebut masih dikatagorikan rendah jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki laut lebih kecil seperti Jepang, Korea Selatan, maupun Vietnam yang memiliki kontribuasi sektor kelautan antara 48% sampai dengan 57% terhadap GDP,” katanya.
Dari berbagai sumber yang didapatnya, belum optimalnya pengelolaan laut kita dan belum berkembangnya ekonomi kelautan yang berkelanjutan karena beberapa sebab. Di antaranya, kendala kultural yang tercermin darirendahnya perhatian masyarakat terhadap dunia kelautan atau kemaritiman. Sebagian besar masyarakat Indonesia hingga kini masih kuat terbelenggu pada budaya agraris yang berorientasi daratan.
Kendala Ekonomi Kelautan Yang Perlu Dijembatani
Sementara itu Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Dr. Nasrullah Yusuf, mewakili Prof. Arif Satria sebagai Ketua FRI, menyatakan bahwa banyak kendala yang membuat ekonomi kelautan tidak berkembang.
Pertama. Pembangunan kelautan kurang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Kedua. Belum diterapkannya pendekatan supply chain system secara terpadu dan kurang inklusif serta tidak ramah lingkungan. Ketiga. Masih kecilnya jumlah pelaku usaha di sektor ini. Keempat. Pemberantasan praktik penangkapan ikan dengan cara Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF) sangat rendah.
“Dari semua kendala yang membuat ekonomi kelautan tidak berkembang, praktik IUUF paling mengkhawtirkan. Praktek ini sangat menghambat pembangunan perikanan baik secara nasional maupun internasional. Dampak praktik IUUF telah mengakibatkan terganggunya pengelolaan pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi banyak negara berkembang”, katanya.
Perlu Sinergi Untuk Memaksimalkan Potensi Kelautan
Di tempat yang sama, Robert Muda Hartawan saat memberikan kata pengantar mewakili Ketua Umum HIPMI Mardani H. Maming menyatakan bahwa sektor kelautan dan kemaritiman mempunyai daya saing tinggi sehingga butuh intervensi teknologi. Cina, menurut data World’s Top Exports (2020) berhasil menjadi negara eksportir terbesar ikan laut dunia, karena memanfaatkan pengetahuan dan teknologi.
Karena itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) adalah hal yang mendasar dan mendesak dalam pengelolaan sumberdaya kelautan/kemaritiman yang berkesinambungan. Tanpa penguasaan teknologi, mustahil Indonesia akan mampu membangun kemandirian dan meningkatkan dayasaing dalam mengembangkan ekonomi kelautan.
“Karenanya, kita harus terus berupaya meningkatkan kapasitas Iptek bangsa ini yang memang masih jauh ketinggalan. Dalam mengejar ketertinggalan teknologi, termasuk dalam pengembangan sektor kelautan dan kemaritiman, sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi/lembaga riset, industri/dunia usaha, dan masyarakat sangatlah penting”, katanya.*
