Jawaga atau Jawa dikenal oleh para penulis Arab sebagai daerah yang memiliki wilayah yang sangat luas. Menurut Abu Zayd (916 M), salah satu jajahan Jawaga ialah Kalah, terletak antara negara Cina dan Arab. Kapal-kapal dari Oman datang ke situ dan dari situ kembali ke negara Arab.(1) Demikian terkenalnya Jawa sebagai sebuah kerajaan, maka nama kerajaan yang dicatat dalam sejarah baru seperti Medang, Kahuripan, Kadiri, Singhasari, maupun Majapahit sebagai contohnya, tidak dicatat dalam sejarah yang bersumber dari berita asing tersebut.
Bahkan dalam Sejarah Dinasti Cina, sekalipun mengenal Majapahit namun dalam catatannya juga menyebut Jawa sebagai ‘nama kerajaan’ yang berhubungan dengan para Kaisar di Cina. Bukan nama Medang, Kahuripan, Kadiri, Singhasari, dan Majapahit, meskipun hubungan yang terjalin antara Cina dengan Jawa telah dimulai dalam rentang yang sangat lama. Di mana dimulai pada tahun 132 M, saat dikirimnya Duta Jawa ke Cina untuk pertama kalinya.
Istilah kerajaan Jawa tersebut ternyata mendapat pembenaran dari Prapañca. Dalam Nāg.16.5.1, Prapañca mencatat Jawa sebagai nama sebuah kerajaan: irika tang anyabhūmi sakhahěmban in Yawapurī ‘kemudian tanah-tanah lain dimana saja, yang semuanya disatukan di kerajaan Jawa’. Bukan Majapahit. Majapahit hanya dicatat sebagai sebuah nāgara (kota).
Menurut Prapañca pula, selain Majapahit dicatat pula Singhasari (Tumapel) dan Kadiri. Kedua daerah terakhir tersebut, juga disebut sebagai nāgara (kota). Dari hal tersebut dapat disimpulkan jika nama Medang, Kahuripan, Kadiri, Singhasari, dan Majapahit bukan sebagai nama kerajaan, namun nama sebuah kota atau kemungkinan besar sebagai sebuah ibukota dengan Jawa sebagai nama kerajaannya. Karenanya, wajar jika dalam catatan asing baik Arab maupun Cina, hanya nama kerajaan yang disebut dan bukan ibukotanya.
Wilayah Kerajaan Jawa
Wilayah kerajaan Jawa selain dicatat oleh Abu Zayd (916 M), dicatat juga oleh berbagai sumber lain. Berikut wilayah kerajaan Jawa dari berbagai sember catatan.
-
Kerajaan Jawa Era Medang Sebagai Ibukota
Kerajaan Jawa era Sanjaya dicatat melakukan aneksasi wilayah di luar Jawa. Aneksasi yang dilakukan dicatat ke Malayu, Kemir (Asia Tenggara), Keling (India), Barus, dan Cina (Tiongkok). Aneksasi tersebut dicatat berhasil, setelah pemeimpin perang mereka dikalahkan.
Carita Parahyangan (1579): Ti inya Rahiyang Sanjaya nyabrang ka désa Malayu. Diprang di Kemir, éléh Rahiyangtang Gana. Diprang deui ka Keling, éléh Sang Sriwijaya. Diprangrang ka Barus, éléh Ratu Jayadana. Diprang ka Cina, éléh Patih Sarikaladarma.
Alih Bahasa Sunda Anyar: ‘Ti dinya Rahiang Sanjaya nyabrang ka wilayah Malayu. Kemir diperangan, éléh Rahiangtang Gana. Perang deui ka Keling, éléh Sang Sriwijaya. Perang ka Barus, éléh ratu Jayadana. Perang ka Cina, éléh pati(h) Sarikaladarma’.
Alih Bahasa Indonesia: ‘Dari sana Rahyang Sanjaya menyebrang ke wilayah Malayu. Perang ke Kemir, mengalahkan Rahyangtang Gana. Perang lagi ke Keling, mengalahkan Sang Sriwijaya. Perang ke Barus, mengalahkan Ratu Jayadana. Perang ke Cina, mengalahkan Patih Sarikaladarma’.(2)
Kisah Carita Parahyangan (1579) tersebut, selaras dengan kisah Riwayat Kelantan (Lihat Abdul Rahman Al Ahmady, Sawerigading dalam I la Galigo. Catatannya dalam versi Kelantan dan Trengganu serta hubungannya dengan Yuwana di Semenanjung Indonesia, dalam Matulda, Dkk (Ed), Sawerigading, Folktale Sulawesi, Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara, Jakarta, 1990, hal: 222-223). Di dalam Riwayat Kelantan, disebutkan jika perang ke Cina sebagai upaya bantuan Jawa (Medang) dalam membebaskan Vietnam dari penjajahan Cina.
Dalam Riwayat Kelantan pula, pengiriman pasukan tersebut dicatat terjadi pada tahun 767 M. Komandan pasukan yang dikirim adalah Sanjaya (Jawa-Medang I bhumi Mataram), Sang Satiaki Satirta (Sumatera-Sriwijaya?) dan Suwira Gading – Sawerigading (Sulawesi-Luwu). Seluruh pasukan dicatat sebanyak 577.000 dengan diangkut oleh 5,700 buah kapal dari jenis Sambao dan Ke. Pembebasan Vietnam dicatat berhasil. Hanya saja jika dalam Riwayat Kelantan hanya sampai pembebasan Vietnam semata dalam melakukan perangnya dengan Cina, dalam Carita Parahyangan tujuan perang utamanya adalah menganeksasi negara Cina.
-
Kerajaan Jawa Era Kahuripan Sebagai Ibukota
Pada masa Raja Airlangga memerintah, teks Calon Arang juga menyebut adanya aneksasi wilayah di luar Jawa. Wilayah yang dianeksasi Raja Airlangga seperti yang wilayah yang telah dianeksasi oleh Raja Sanjaya sebelumnya.
Calon Arang:(3)
36.a Tan lingĕn pwa wwang Nuśantarâtah, samy ahidĕp mangawuleng Sang Naranātha. Sabrang, Malayu, Palembang, Jambi, Malaka, Singapura, Patani, Pahang, Siyĕm, Cĕmpa, Cina, Koci, Kĕling, Tatar, Pego, eng Kĕdah, Kutawaringin, Kute, Bangka, Sunda, Madura, Kangayan, Makasar, Seran, Goran, Pandan, Peleke, Moloko, Bolo, Dompo, Bima, Timur, Sasak, Sambawa. Samangkana kweh ikang Nuśantara, kang asrah upeti marekeng Sang Prabu. Sira Sang apuspata Jatiningrat, maharaja Erlanggyabiseka.
Terjemahan:
36.a ‘Tidak diceritakan orang-orang Nusantara, semua percaya mengabdi kepada sang Raja. (Daerah) seberang (Jawa), Malayu, Palembang, Jambi, Malaka, Singapura, Patani, Pahang (daerah disemenanjung Malaka), Siyem (Siam), Cempa (daerah di Kamboja), Cina, Koci (daerah di Vietnam), Keling (daerah diselat Malaka), Tatar (bangsa Mongol), Pego (daerah di Birma), sampai Kedah (daerah disemenanjung Melayu), Kutawaringin (di Kalimantan), Kute (Kutai), Bangka, Sunda, Madura, dan Kangayan (pulau Kangayan), Makasar (daerah di Sulawesi), Seran (Seram di Maluku), Goran (di Maluku), Pandan (Wandan), Peleke (di Sulawesi ?), Moloko (Maluku), Bolo, Dompo (Dompu), Bima (daerah di Sumbawa), Timur, Sasak (Lombok), Sambawa (Sumbawa). Sekian jumlah Nusantara itu yang menyerahkan upeti kepada sang Raja. Beliau yang bernama Jatiningrat dan Maharaja Erlangga nama nobatnya’.(4)
-
Kerajaan Jawa Era Majapahit Sebagai Ibukota
Wilayah kerajaan Jawa era Majapahit dicatat memiliki catatan yang paling banyak. Baik berasal dari catatan dari Jawa sendiri, Bali, Melayu, Cina, serta kisah lesan masyarakat Lamalera. Berikut catatan wilayah kerajaan Jawa era Majapahit sebagai ibukota.
3.1 Catatan Jawa
1. Praśāsti Gunung Butak (1294 M)
Praśāsti Gunung Butak mencatat adanya aneksasi wilayah di luar Jawa pada penjelasan sebagai berikut.
Praśāsti Gunung Butak, 1294 M(5): rakryan mantrī dwīpântara śatru marddhanakārana sarjjawa littarñjita, mapasanggahan sang āryyadikara, …
Terjemahan: ‘rakryan menteri, yang bertingkah laku penuh keberanian, di tengah-tengah pekerjaan perang, rakryan menteri yang membinasakan musuh di daerah Dwīpântara dan yang bersemangat keras, bernama Aria Adikara’.
Keterangan
Musuh di daerah Dwīpântara yang dimaksud praśāsti Gunung Butak, kiranya adalah negeri Tatar atau Dinasti Yuan. Pada masa awal pemerintahan Raja Kŗtarājasa, Dinasti Yuan mengirim armada perangnya ke Jawa. Di Jawa, armada perang itu dihancurkan dengan mudah. Mereka kemudian pulang dengan sisa-sisa pasukan. Pada tradisi perang masa lalu, begitu pasukan pertama kalah, akan dikirim pasukan lain. Dinasti Yuan pada saat menyerang Jepang juga melakukan serangan kedua setelah serangan pertama gagal karena armadanya hancur oleh angin taufan.
Serangan kedua Dinasti Yuan itu, kiranya diketahui oleh Raja Kŗtarājasa. Ia mengirim armada lautnya yang dipimpin Rakryan Menteri Aria Adikara. Aria Adikara mencegat armada laut Dinasti Yuan di laut untuk mencegah terjadinya peperangan di Jawa. Usahanya berhasil dengan gemilang. Armada laut dinasti Yuan dikalahkan dengan kehancuran. Pengiriman armada laut susulan untuk menyerang Jawa kiranya tidak hanya sekali dua kali namun berkali-kali. Peperangan antara Jawa dan Dinasti Yuan dicatat dalam pemberitaan Odorico di Pordenone tahun 1321 M. Ia mencatat bahwa negeri Cathay (Dinasti Yuan) seringkali berperang dengan Jawa tetapi dapat selalu ditaklukkan.
Keberhasilan ditaklukkannya Dinasti Yuan, membuat Majapahit menerima utusan duta sebagai wujud tanda tunduk dan hormatnya negara pengirim kepada Mahārāja Majapahit. Prapañca mencatat duta-duta yang dikirim, antara lain dari India, Cina, Goda, Syangka.
2. Praśāsti Kŗtarājasa (1305 M)
Praśāsti Kŗtarājasa (1305 M) mencatat wilayah di luar Jawa pada penjelasan sebagai berikut.
Praśāsti Kŗtarājasa,1305 M(6)
- … rinākşa swabhuja-balāpaharana sakala Yawa-bhu-
maņđala-swayam-ewa-dhipa samasta dwīpântara-bhūpada-
sirang-kĕśari śrī
- yamāna-śāsana
Terjemahan: ‘ yang melindungi batang tubuh dengan tangan sendiri; yang satu-satunya memegang kekuasaan di seluruh pulau Jawa; yang singgasananya dihiasi rambut-rambut raja-raja Dwīpântara’.
3. Praśāsti Kŗtarājasa (1350 M)
Praśāsti Kŗtarājasa (1350 M) mencatat wilayah di luar Jawa pada penjelasan sebagai berikut.
Praśāsti Kŗtarājasa, 1350 M (7).
II.
- … śri
kŗttarājasa jayawarddhanânānta-wikramôtungga catus
dewi-
- ka sa-dewa-dewī śrī mahārāja mwang sira rantĕn-haji-nira mahārāja putrī catus prakara-
bangil-malayu-madhura-tañjung-pura-prakŗti, paradwīpa-rā-
- ja-wibhara-nasika-śarana-kamala śrī Kŗttanāgara
rājā-dhinata suputrika ….
Terjemahan: ‘ … Śrī Kŗtarājasa Jayawarddhana Anāntawikrama Uttungga; yang mempunyai empat permaisuri (catus dewika); yang dengan keempat permaisurinya setara dengan dewa-dewi, yang menjadi prakŗti pulau Bali, Melayu, Madhura dan Tañjungpura; yang kaki-tunjungnya dimuliakan hidung yang bengkak dari paradwīpa-rāja (raja-raja pulau lain); yang menjadi suami putra-putri Śrī Mahārāja Kŗtanagara’ …
Pada praśāsti Kŗtarājasa (1350 M) didapati penggunaan kata paradwīpa. Paradwīpa dalam terjemahan tersebut diartikan dengan pulau lain. Terjemahan yang lebih tepat adalah benua lain. Kata paradwīpa mengacu pada istilah Dwīpântara.
4. Praśāsti Jayanagara II (1323 M)
Praśāsti Jayanagara II mencatat wilayah di luar Jawa pada penjelasan sebagai berikut.
Praśāsti Jayanagara II (8): … sakala sujana nika rahŗdaya kumuda wīkaśa niśākara, akila pratipaksa niśandha karakşa yadiwākara, wipraksatrôbhaya kula wiśuddha, śrī Suņdarapāņdyadewâdhîswara nāma rājâbhişeka, …
Terjemahan : ‘ … seperti bulan yang membuka kembang tunjung-jantung dari perkampungan segala orang baik-baik; yang membinasakan segala musuh; seperti Matahari yang melenyapkan kegelapan pada waktu malam hari, yang digembirakan Wipra dan Satria, yang berbahagia dapat bertegak nama penobatan raja, berbunyi: Iswara Suņdarapandyadewa’, … ’
Keterangan
Pemakaian gelar Sri Suņdarapandyadewa oleh Raja Jayanagara menurut H.B. Sarkar menandakan bahwa raja kedua Majapahit itu memegang kekuasaan tinggi (suzerainty) atas Raja Pandia di India Selatan yang bernama Suņdarapandya. Pendapat H.B. Sarkar sesuai dengan keterangan Prapañca mengenai banyaknya pendeta dari India yaitu Buddaditya dari Kancipuri India dan Mutali Sahrdayawat juga dari India kian beralasan. India sebagai wilayah Jawa sebagai bagian dari sejarah.
5. Praśāsti Tribhuwana Tunggadewi (1334-1350 M)
Praśāsti Tribhuwana Tunggadewi mencatat adanya wilayah di luar Jawa pada penjelasan sebagai berikut.
Praśāsti Prabhu Tribhuwana (1334 – 1350 M) (9)
- …, śrī Kŗtarājasa Jayawarddhana mahārāja-putrika,
a nindita jagadi
- swara, sakala Yawa maņđala Balyâdi paradwipêkaccha-
tra
atisayadharmmajna (r)yyasesaksa
4.
Tribhuwanô
- Ttunggadewi Jayawişņuwarddhani nama rājabhiseka
Terjemahan: ‘ … anak putri Sri Kŗtarajasa Jayawarddhana sebagai penguasa bumi yang tak ada taranya yang mempersatukan seluruh daerah Jawa, Bali dan pulau-pulau lain dibawah setangkai payung, yang sangat luas dan dalam pengetahuannya tentang hak dan kewajiban, yang memusnahkan sisa-sisa …, …, yang bertegak gelar kerajaan: Tribhuwana Utungga-Dewi Jayawişņuwarddhani’
Keterangan
Kata dwipa pada kata para-dwipa-ikacchatra sebenarnya lebih mengacu pada kata Dwīpântara dari pada Nūşântara. Namun penterjemahan kata tersebut mengikuti pengartian Nūşântara atau pulau-pulau lain. Para-dwipa berarti benua-benua lain bila meminjam pilihan kata Pigeaud.
6. Praśāsti Nagarakrtagama
Nagarakrtagama mencatat wilayah Majapahit dalam 4 bentuk administrasi. Jawa, Nusantara, Desantara, dan Dwipantara.
Jawa
Menurut Prapañca, Jawa merupakan nama sebuah kerajaan: irika tang anyabhūmi sakhahěmban in Yawapurī ‘kemudian tanah-tanah lain dimana saja, yang semuanya disatukan di kerajaan Jawa’, Nāg.16.5.1. Kerajaan Jawa terdiri dari negara-negara bagian. Seluruh raja Jawa menjadi tamu, mereka berlain-lainan negara tetapi bersatu padu ke Wilwatikta mendukung sang raja besar (sakweh śrī Yawa rāja sapađa madudwan nāgaratunggalan ekhasthāna ri Wilwatikta mangisapwī sang narêndrâdipa, Nāg. 7.6.3-4).
Nusantara
Menurut Prapañca dalam Nāg. 12.6.4, Nūşântara merupakan wilayah yang meminta perlindungan kepada kerajaan Jawa. Mwang Nūşântara sarw[w]a <maņđalikârāşţrângaśrayâkweh> maŗk. ‘Dan Nūşântara, wilayah yang melingkari (maņđalikârāşţra), meminta perlindungan (angaśraya), banyak yang menghadap (âkweh maŗk). Wilayah yang melingkari (maņđalikârāşţra) dan meminta perlindungan (angaśraya) ‘Jawa’ itu, dijelaskan pada pupuh selanjutnya yaitu sebagai berikut.
Wilayah di Barat Jawa (Melayu /Sumatera)
Jāmbi, Palembang, Karintang, Tĕba, Dharmaśraya, Kaņđis, Kahwas, Manangkabwa, Siyak, Ŗkān, Kāmpar, Pane, Kāmpe, Harw, Maņđahiling, Tumihang, Parlāk, Barat, Lwas, Samudra, Lamuri, Batan, Lāmpung, Barus.
Wilayah di Utara Jawa (Tanjung Nāgara /Kalimantan)
Kapuhas, Katingān, Sāmpit, Kuţalingga, Kutawaringin, Sambas, Lawai, Kađangđangan, Laņđa, Samĕdang, Tiŗm, Seđu, Buruneng, Kalka, Saluđung, Solot, Pasir, Baritw, Sawakū, Tabalung, Tuñjung Kute, Malano.
Wilayah di Barat Laut Jawa (Semenanjung Malaka)
Pahang, Hujung Medini, Lěngkasuka, Saimwang, Kalantěn, Tringgano, Nasor, Pakamuwar, Đungun, Tumasik, Sanghyang Hujung, Kĕlang, Kĕđa, Jere, Kañjap, Nirān
Wilayah di Timur Jawa
Bali, Bađahulu, Lwāgajah, Gurun, Sukun, Taliwang, Đompo, Sapi, Sanghyang Api, Bhīma, Śeran, Hutan Kađaly, Sākşak, Bāntayan, Luwuk, Uđa, Makasar, Butun, Banggawī, Kunir Galiyau, Salaya, Sūmba, Solot, Muwar, Waņđan, Ambwan, Maloko, Wwanin, Seran, Timūr.
Deśântara
Menurut Prapañca dalam Nāg. 15.1, Deśântara merupakan wilayah yang dilindungi.
<nahan> lwir ning Deśântara kac[h]aya de śrī narapatī, tuhun tang Syangkâyodhyapura kimutang <Dharm[m]anagarī>, Marūtma mwang ring Rājapura nguniweh Singhanagari, ri <Cāmpā> Kāmbojânyat i Yawana mitrêka satatā.
Kalimat: Nahan lwir ning Deśântara kachaya de śrī narapatī, tuhun tang ‘Lihat keadaan dari Deśântara yang dilindungi oleh sri Raja, Bahwasanya dia adalah …..’, adalah kalimat untuk menjelaskan bait keterangan setelahnya yaitu: Syangka Ayodyapura kimutang Dharmanagarī, Marūtma mwang ring Rājapura nguniweh Singhanagari, ri Cāmpā Kāmboja. Sementara itu kata anyat sebagai kata lanjutannya, hanya ditujukan kepada Yawana. Anyat i Yawana mitrêka satatā. ‘Yang lain adalah Yawana yang merupakan sekutu tetap’. Kata ‘yang lain’ berfungsi untuk menafikan keterangan sebelumnya. Dengan demikian daerah Syangka, Ayodyapura, Dharmanagarī, Marūtma, Rājapura, Singhanagari, Cāmpā, dan Kāmboja, merupakan wilayah Majapahit.
Dwīpântara
Menurut Prapañca dalam Nāg. 15.3.1, Dwīpântara merupakan wilayah yang mengabdi kepada Jawa, huwus rabdha ng Dwīpântara sumiwi ri śrī narapati ‘Akhirnya bertambah, Dwīpântara mulai mengabdi kepada Sri Raja’. Wilayah Dwīpântara ini dicatat Prapañca selalu hadir saat upacara umastawa untuk Raja Rajasanagara.
Dalam Pupuh 83.4 dicatat sebagai berikut. Hentunyanantara sarw[w]ajana t(ĕ)ka sakeng anyadeśa prakīrņ[n]a, nang Jambudwipa K[h]amboja Cina Yawana len Cĕmpa K[h]arņ[n]ātakadī, Gođa mwang Syangka tang sangkanika makahawan potra milwing waņik[h] sök, bhikşu mwang wipra mukyān hana t(ĕ)ka sinungan bhoga tuşţan panganti. ‘Hal itulah yang menjadi alasan mengapa tanpa jarak waktu atau berhenti semua orang datang dari anyadeśa (daerah lain), sangat banyak, India, Kamboja, Cina, Yawana juga Campa, Kharņātaka (India Selatan) dan lain sebagainya. Gođa (India Timur) dan Syangka (Siam) adalah tempat asalnya, dengan memakai kapal berjalan bersama pedagang dalam jumlah besar.
Karena Dwīpântara berbeda dengan Deśântara dan negara sahabat mitra yaitu khusus hanya Yawana ‘Arab’ (anyat i Yawana mitrêka satatā : Yang lain adalah: Yawana, yang merupakan sekutu tetap), maka wilayah Dwīpântara di luar itu. Jadi wilayah kerajaan Jawa era Rajasanagara adalah wilayah : Jambudwipa = India (10). Cina = China (11). Karnataka = India Selatan (12). Goda = India Timur(13).
7. Babad Pajang Babad Jaka Tingkir
Wilayah kerajaan Jawa era Majapahit juga dicatat dalam tradisi teks Babad. Khususnya Babad Pajang Babad Jaka Tingkir. Babad ini Majapahit dicatat melakukan aneksasi dan berhasil. Berikut catatan aneksasi tersebut.
Babad Pajang Babad Jaka Tingkir(14)
- … nulya sri Handayaningrat, kang tumandang ing yuda, antuk karya ing prang unggul, asor wong Nungsa Kambangan
- Srah pan nungkul nateng Bali, nulya sri Handayaningrat, kalana andon jayane, anglurug layar mangetan, mring pulo Sĕmbawa, pinukul ing prang wus nungkul, para rajaning Sĕmbawa,
- Sri Handayaningrat nuli, laju mring pulo Praguwa, sinoring pĕrang ratune, wus nungkul srah upĕtine, nulya srinarendra, layar maring pulo Agung, pulo Selebĕs wastanya,
- Yêku ing Makasar Bugis, aran Selebĕs pulonnya, sri Dayaningrat prapta njĕr, pranatanya sinor ing prang, wusnya nungkul sadaya, sri Handayaningrat laju, budhal malih sampun layar,
- Srinarendra Panjang Pĕngging, marang Tĕrnate Manila, kalana andon jayane, nathêng Tĕrnate Manila, nulya wau sang aprabhu, layar maring tanah purwa,
- Ing Pulo Burneo prapti, nagri Banjarmas binĕdah, bĕdah nungkul narpatine, miwah ing sabawahira, ing Burneo pra nata, sami srah bongkokkan nungkul, marang sri Handayaningrat
- Wusnya mangkana sang aji, kalana Handayaningrat, marang ing purwa layare, praptêng pulo gĕng apanjang, aran pulo Sumatra, mring Palembang nĕgara gung, narpatine sinoring prang.
- Kapupu madyaning jurit, nungkul wadya sahananya, pan wus inidĕran kabeh, jinajah sagunging praja, pinukul nungkul samya, atur bulu bĕktinipun, kuneng sawusnya mangkana.
- Sri narendra Pajang Pĕngging, sawadya budhal wus layar, kondur mring Tanah Jawane, prapta jujug Majalĕngka, kuneng datan winarna, reroncening kardinipun, sri Kalana Dayaningrat.
Terjemahan
- …. segera sri Handayaningrat, yang melaksanakan pekerjaan di peperangan, mendapat hasil di peperangan, unggul, kalah orang Nungsa Kambangan (Nusa Kambangan)
- Menyerah sebab takluk raja Bali (Bali), segera sri Handayaningrat, berkelana selalu saja menang, berangkat perang, berlayar ke timur, ke pulau Sĕmbawa (Pulau Sumbawa), dipukul di peperangan, telah takluk, para raja di Sĕmbawa (Pulau Sumbawa).
- Sri Handayaningrat segera, terus ke pulau Preguwa (Pulau ?), dikalahkan di peperangan rajanya, telah takluk menyerahkan upetinya, segera sri Naradipa, berlayar ke pulau agung, pulau Selebĕs (Pulau Sulawesi) namanya,
- Yaitu di Makasar Bugis (Makasar dan Bugis), disebut Selebes (Pulau Sulawesi) pulaunya, sri Dayaningrat tiba, para rajanya dikalahkan di peperangan, telah takluk semua, sri Handayaningrat terus, berangkat lagi, telah berlayar.
- Sri raja Pajang Pengging, ke Ternate (Daerah Ternate) Manila (Daerah di Philipina), berkelana selalu saja menang, raja di Ternate (Daerah Ternate), Manila (Daerah di Philipina), sama takluk semua, segera tadi sang raja, berlayar ke tanah timur,
- Di pulau Burneo (Pulau Kalimantan) tiba, negara Banjarmas (Daerah Banjar) dikalahkan, kalah, takluk rajanya, juga semua yang dikuasainya, di Burneo (Pulau Kalimantan) para raja, sama menyerah takluk, kepada sri Handayaningrat,
- Setelah demikian, sang raja, berkelana, Handayaningrat, pergi ke timur berlayarnya, tiba di pulau yang besar dan panjang, bernama pulau Sumatĕra (Pulau Sumatera), ke Palembang (daerah Palembang) negara agung, rajanya dikalahkan di peperangan.
- Dikuasai tengah-tengahnya peperangan, takluk tentara semuanya, sebab telah dikelilingi semuanya, dijajah semua negara, dipukul takluk semua, memberi pemberian sebagai pajak upetinya, maka setelah demikian,
- Sri raja Panjang Pĕngging, dengan seluruh tentara berangkat, telah berlayar, pulang ke Tanah Jawa, tiba langsung menuju ke Majalĕngka (Majapahit), maka tidak diceritakan, rangkaian cerita mengenai pekerjaannya, sri Kalana Dayaningrat.
3.2 Catatan Bali
A. Kidung Harşa-Wijaya
Wilayah kerajaan Jawa era Majapahit dicatat Kidung Harşa-Wijaya dalam Pupuh VI. 117 b. Wilayah tersebut dicatat setelah berlangsungnya aneksasi wilayah di luar Jawa. Tepatnya, pada penjelasan sebagai berikut.
Kidung Harşa-Wijaya (15), pupuh VI. 117 b: Sakweh ing satru wus ĕnti dinon denira śrī bhūpati katĕkêng nūşântara akweh log lyan tungkul subhaktya karuhun tang Bali Tatar Tumasik Sampi Koci lan Gurun, Wandan Tañjung-Pura tan opĕn tang Đompo Palembang Makasar prapta sama mawwat sesi ni pura.
Terjemahan: ‘Seluruh musuh telah habis sama sekali diserang oleh Sri Raja hingga di Nūşântara, sangat luas, dan juga takluk, berbakti, terutama Bali, Tatar, Tumasik, Sampi, Koci, dan Gurun, Wandan, Tañjung-Pura apalagi Đompo, Palembang, Makasar, datang bersama-sama dengan persembahan segala isi negeri’.
B. Kidung Rangga Lawe
Wilayah kerajaan Jawa era Majapahit dicatat Kidung Rangga Lawe pada Pupuh 7.152. Wilayah itu dapat dilihat pada penjelasan sebagai berikut.
Kidung Rangga Lawe (16), pupuh 7.152: Prakacita apañji Wijayakrama, sampun ingastren malih, denira sang dwija uni caturāśrama, siddângastutyakĕna ring, amĕngku Jawa, sumungkêng Maja-Pahit
Pupuh 7.153: Wasthitya tan enucap panĕngranira, śrī marāja apañji, Wijaya mottama, tinut eng sanagara, tĕkêng pwa nūşântarêring, sami kawaśa, sira añakrawarti
Terjemahan:
Pupuh 7.152: ‘Terkenal pañji Wijayakrama, telah ditahbiskan kembali, oleh sang brahmana, caturāśrama, memberkati dengan kidmat dengan upacara kepada yang menguasai Jawa, menaikkan di Majapahit’
Pupuh 7.153: ‘Mantap disebut yang mempunyai nama Sri Maharaja Pañji, Wijaya yang utama, diturut di seluruh negara, hingga di Nūşântara mengikuti, semua dikuasai, ia penakluk dunia’.
C. Pararaton
Wilayah kerajaan Jawa era Majapahit pada Pararaton dapat dilihat pada keberhasilan sumpah Patih Gajah Mada untuk menaklukkan Nūşântara.
Pararaton (17): … Sira Gajah Mada patih amangkubumi tan ayun amuktia palapa sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah Nūşântara isun amuktia palapa, lamun kalah ri Gurun, ring Seran, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Đompo, ring Bali, Suņđa, Palembang, Tumasik samana isun amukti palapa. ‘ … Ia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak akan makan palapa ia Gajah Mada: Jika telah kalah Nūşântara saya akan makan palapa, jika kalah Gurun, Seran, Tañjungpura, Haru, Pahang, Đompo, Bali, Suņđa, Palembang, Tumasik, pada waktu itu saya akan makan palapa’.
Dan hasilnya (18): … Tunggalan pađompo pasuņđa, Samangkana sira Gajah Mada mukti palapa. ‘… Bersatu setelah penaklukkan Dompo dan penaklukkan Suņda. Dengan demikian ia Gajah Mada makan palapa’. (19)
D. Kidung Suņđa
Wilayah kerajaan Jawa era Majapahit pada Kidung Suņđa, dapat dilihat pada alinea pertama pembukaaan kidung dan episode peringatan Patih Gajah Mada kepada Raja Ayam-Uruk (Raja Rājasanagara).
Kidung Suņđa (20)
1.1a : Ndan kawarnaha sang śrī narendra anêng Wilwatiktanagari, anama śrī Ayam-Uruk, prabhu subala wirya, swaputra eng Kĕling, sujanma anulus, januraganom apĕkik, lwir hyang Smarangutpĕtti.
1.1b : Kalumra(h) ing janapriya ri kottamanira guna tan pĕngging, purusa digjayêng pangrus, rĕp tang sa-Yawarajya, tĕkêng Wandan Koci, Tumasik Sawakung, Tanjuñgpura kimita n Bali prasamasewabhakti.
Terjemahan:
1.1a : ‘Diceritakan sang Sri Raja di negara Wilwatikta, yang bernama Sri Ayam-Uruk, raja dengan bala tentara besar, perwira, putra kandung (raja) Kĕling, keturunan bangsawan sempurna, dicintai orang, muda, tampan, seperti penjelmaan dewa Asmara’.
1.1b : ‘Meluas dicintai orang karena keutamaannya, budi pekerti (nya), tidak bodoh, pahlawan, pemenang di pertempuran, diamlah seluruh kerajaan Jawa, hingga sampai Wandan (pulau Banda), Koci (daerah di Vietnam), Tumasik (Singapura), Sawakung (pulau Sebuku), Tañjungpura (Kalimantan) bahkan Bali, semua menghadap, berbakti’.
Kidung Suņđa
1.54b : Punapa ta si pangeran, ring Nūşântara tan eling, sumawis jĕng sang katong, Madhura, Palembang, Koci, Wandan lawan Tumasik, Tañjungpura mwang Sawakung, prapta ing Bali-prasama kawangi, sĕmbahipun maduluran pangalpika.
1.54b : ‘Bagaimana anda pangeran, tidak ingat akan Nūşântara, mereka tunduk pada duli tuanku, Madhura, Palembang, Koci (daerah di Vietnam), Wandan (pulau Banda) dan Tumasik (Singapura), Tanjuñgpura (Kalimantan) dan Sawakung (pulau Sebuku), sampai raja Bali, semuanya terkenal, dan bakti mereka disertai persembahan’.
E. Kidung Suņđayana
Wilayah kerajaan Jawa era Majapahit pada Kidung Suņđayana, dapat dilihat pada alinea pertama pembukaaan kidung.
Kidung Suņđayana (21)
1.1 Kawasita pandirya ring Wilwatikta, sang nathêng Majapahit, lumrah wiryanira, nama śrī Ayam-Urwa, jajakawarna apĕkik, mahapratapa, tinut ing sanagari
1.2 Tan lyan inucap ing ratu bhumyasana, sanūşântara sami, wus kacakrabhawa, dene śrī paramartha, ning nora saaras ing stri, ratnakanyaka, akeh ring puri.
Terjemahan:
1.1 ‘Diceritakan pemerintahan di Wilwatikta, sang raja di Majapahit, meluas kekuasaannya, bernama Sri Ayam-Urwa, jejaka berwajah tampan, besar kemuliaannya, diturut diseluruh negara.
1.2 Tidak kecuali disebut-sebut oleh para raja sebagai dasar singgasana, seluruh Nūşântara semua, telah dikuasai, oleh Yang Mulia, tetapi tidak menyentuh wanita, gadis tercantik, banyak ada di istana’.
3.3 Catatan Melayu
A. Hikayat Raja-Raja Pasai
Kerajaan Jawa era Majapahit dicatat Hikayat Raja-Raja Pasai melakukan aneksasi wilayah di luar Jawa. Aneksasi tersebut terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ahmad di Malaka, dari sebab Putri Majapahit bunuh diri di wilayah Pasai, karena tunangannya yaitu Pangeran Pasai dibunuh ayahnya sendiri yaitu Sultan Pasai. Berikut ini daftar daerah yang dianeksasi Majapahit. (22)
Negeri di Wilayah Barat
- Negeri Pasai (Pasai)
- Negeri Tembelan (Daerah Tembelan?)
- Negeri Siontan (Pulau Siontan)
- Negeri Jemaja (Daerah Jemaja?)
- Negeri Bunguran (Daerah Bunguran?)
- Negeri Serasan (Daerah Serasan?)
- Negeri Subi (Pulau Cebu di Philipina)
- Negeri Pulau Laut (Pulau Laut?)
- Negeri Tioman (Negeri Tioman?)
- Negeri Pulau Tinggi (Pulau Tinggi?)
- Negeri Pemanggil K.rimat (Daerah Pemanggil K.rimat?)
- Negeri Belitang (Pulau Belitung)
- Negeri Bangka (Pulau Bangka)
- Negeri Lingga (Daerah Lingga?)
- Negeri Riau (Riau)
- Negeri Bintan (Pulau Bintan)
- Negeri Bulong (Pulau Buton)
- Negeri Sambas (Sambas)
- Negeri Mempauh (Daerah Mempauh di Kalimantan)
- Negeri Sukadana (Daerah Sukadana?)
- Negeri Kota Waringin (Kotawaringin di Kalimantan)
- Negeri Banjar Masin (Banjarmasin)
- Negeri Pasir (Daerah Pasir?)
- Negeri Kotai (Daerah Kutai)
- Negeri Berau (Daerah Berau di Kalimantan)
- Negeri Jambi (Jambi)
- Negeri Palembang (Palembang)
- Negeri Ujung Tanah (Malaka)
Negeri di Wilayah Timur
- Negeri Banda (Pulau Banda)
- Negeri Bima (Pulau Bima)
- Negeri Sembawa (Pulau Sumbawa)
- Negeri Silamprang (Pulau Silamprang?)
- Negeri Asiran (Pulau Asiran?)
- Negeri K.r.tok (Pulau K.r.tok?)
- Negeri Bali (Pulau Bali)
- Negeri Balembangan (Blambangan di Jawa Timur)
B. Sejarah Melayu
Kerajaan Jawa era Majapahit dicatat Sejarah Melayu meliputi hingga Nusantara. Ada dua versi dari Sejarah Melayu, yaitu Sejarah Melayu dan The Malay Annals. Keduanya sama hanya berbeda dalam menyebut Nusantara. Sejarah Melayu menyebut Nusantara, The Malay Annals menyebut Nusa Tamara.
Sejarah Melayu, 5.1 (23)
Kata sahibu’l-hikayat: maka tersebutlah perkataan betara Madjapahit. Maka baginda beranak dengan anak radja bukit Siguntang itu orang laki-laki, dan yang tua radin Merta Wangsa namanya, maka diradjakan baginda di Madjapahit; dan yang muda radin Mas Pawari namanya, maka diradjakan baginda djuga di Madjapahit, karena negeri itu negeri besar. Sjahdan telah Betara Madjapahit sudah hilang, maka ananda baginda yang tua itulah ganti betara Madjapahit, terlalu sekali besar kerajaan baginda pada zaman itu, seluruh tanah Djawa itu semuanya dalam hukum baginda, dan segala radja-radja Nusantarapun setengah sudah ta’luk kepada baginda.
Sejarah Melayu [The Malay Annals], 5.1(24)
Kata sahibu’l-hikayat: maka tersebutlah perkataan Betara Majapahit. Maka baginda beranak dengan anak raja bukit Siguntang itu orang laki-laki, dan yang tua radin Merta Wangsa nama-nya, maka di-rajakan baginda di-Madjapahit; dan yang muda radin Mas Pawari namanya, maka di-rajakan baginda jua di Madjapahit, karana negeri itu negeri besar. Shahadan telah Betara Madjapahit sudah hilang, maka anakanda baginda yang tua itulah ganti Betara Madjapahit, terlalu sa-kali besar kerajaan baginda pada zaman itu, seluruh tanah Jawa itu semua-nya dalam hukum baginda, dan segala raja-raja Nusa Tamara pun sa-tengah sudah ta’alok kepada baginda.
C. Hikayat Hang Tuah
Kerajaan Jawa era Majapahit dicatat Hikayat Hang Tuah tidak dicatat dengan rinci, hanya disebut sebagai kerajaan besar pada era itu. Namun demikian Malaka merupakan wilayah Majapahit.
Hikayat Hang Tuah 12: 232/233
Maka sembah Laksamana, “Ya tuanku Shah Alam, patek hamba yang hina tambahan bebal mohonkan ampun dan kurnia dibawah Duli yang di-Pertuan; pada bichara patek, sa-benar-nya-lah segala raja-raja itu beristri banyak, kerana raja itu akan ganti Allah Ta-ala di dalam dunia ini, tetapi pada bichara hati patek juga Duli Yang di-Peruan beradu di-istana besar, kerena adinda itu anak raja besar. Kalau di-dengar kepada paduka ayahanda ka-Majapahit, jadi tiada baik nama Duli Yang di Pertuan anak raja besar. Apabila didengar-nya Duli yang Di-Pertuan beristri, tak dapat tiada Duli yang Di-Pertuan disambut-nya juga ka-Majapahit, kerana ia raja besar pada zaman ini”
Istilah raja besar pada zaman ini, menunjukkan bila wilayah Majapahit sekalipun tidak terinci, sangat besar. Kebesaran itu menyebabkan Raja baru di Malaka kemudian menghamba di Majapahit.
Hikayat Hang Tuah 6: 123
Maka Raja Melaka pun bertitah, “Ada pun kita ini hendak menjadi hamba ka-bawah Duli Paduka Betara. Ada pun yang kita harap ini hanya-lah paman pateh akan jadi ayah bonda; kita datang ka-Majapahit ini tiada dengan sa-tahu ayah bonda kita.
D. Hikayat Banjar
Kerajaan Jawa era Majapahit dicatat pada Hikayat Banjar, di saat pembicaraan pada pertemuan Lembu Mangkurat dengan ayahnya.
Hikayat Banjar (25)
Kemudian daripada itu Lambu Mangkurat sakitlah hatinya Putri Djunjung Buih balum barsuami itu. Hatta maka Lambu Mangkurat tidur tangah hari, barmimpi datang saparti ayahnya itu barkata: “Hai Lambu Mangkurat, aku mambari tahu kapadamu, lamun angkau handak mantjarikan suami putri itu ada anak radja Madjapahit itu, dapatlah bartapa diputjuk gunung Madjapahit itu. Damikian mulanya. Radja Madjapahit itu tamanung tiada baranak, sangatlah ia bartjinta handak baranak. Maka radja itu barmimpi bartamu orang tuha, katanja itu: ‘Hai radja Madjapahit, lamun angkau handak baranak, angkau bartapa diputjuk gunung Madjapahit itu, maka itulah angkau baroleh anak, budak laki-laki, dibawa malaekat kaluar daripada matahari, didjatuhkannya kapada pangkuanmu. Tatapi budak itu basarung saparti barmala tjampah Kudung. Maka ia itu paliharakan baik-baik, angkau bartambah-tambah baroleh kamuliaan dan kabasaran barkat budak itu. Djangan angkau barani mahangkuling kulit tubuhnja, kalau angkau katulahan. Karana budak itu martabatnja itu tarlabih daripada martabat dirimu. Dan angkau baroleh anak dari istrimu itu anam orang, barkat budak itu’. Sudah itu maka radja Madjapahit itu bangun. Kamudian daripada itu radja Madjapahit itu bartapa diputjuk gunung Madjapahit itu, ampat puluh hari, maka ia mandapat budak itu, datang ada pada pangkuannja. Maka dinamai Raden Putra. Sudah itu kambali pada astananja. Maka radja itu baranak dengan istrinja anam orang, tiga laki-laki tiga parampuan. Maka Radja Madjapahit itu bartambah-tambah kabasarannja, banjak radja-radja jang takluk kapadanja itu: sakalianja orang tanah Djawa dan Bantan, Palembang, Mangkasar, Pahang, Patani dan Bali dan Pasai dan Tjampa, sampai kapada orang tanah Maningkabau tatkala pada zaman itu sama takluk pada Radja Majapahit jang sudah baroleh anak dapat bartapa itu”. Banyak lagi tiada tarsabut.
3.4 Catatan Cina
Kerajaan Jawa era Majapahit dicatat Dinasti Ming, menguasai wilayah Cina. Hal ini karena Kaisar Cina dicatat menyatakan diri sebagai wilayah Jawa (Majapahit). Berikut pernyataan Kaisar Cina era Dinasti Ming yang ditulisnya dalam sebuah surat dan dilayangkan kepada Raja Majapahit.
Surat itu berbunyi: “Berbagai negara di seberang lautan semuanya harus membawa upeti tiga tahun sekali; Anda, oh, Raja, harus mengasihi rakyatmu dan melaksanakan pengaturan ini.” (26)
Pernyataan: “Anda, oh, Raja, harus mengasihi rakyatmu dan melaksanakan pengaturan ini,” merupakan permintaan negara yang disatukan di bawah Majapahit. (27) Permintaan yang bernada memohon dari seorang rakyat kepada pemimpin yang sebenarnya. Kaisar Cina menanggalkan kedudukannya sebagai penguasa tunggal Dinasti Ming dan kemudian menundukkan dirinya sebagai rakyat Majapahit dihadapan Raja Majapahit. Dan raja Majapahit yang menerima surat tersebut kiranya adalah Wijaya Parakrama Wardhana, yang mengeluarkan prasasti tahun 1447. Tokoh ini dalam sastra Babad disebut sebagai Brawijaya V.
3.5 Kisah Lesan Masyarakat Lamarela
Kerajaan Jawa era Majapahit juga dicatat dalam kisah lesan masyarakat Lamarela menguasai Luwuk. Hal ini karena perintah raja Majapahit hingga sampai ke sana dan dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Kisah ini dicatat sebagai Lia Asa Usu (Syair Asal Usul). Kisah yang bersifat lisan ini dapat dibaca dalam kutipan berikut. (28)
Feffa belaka Bapa Raja Hayam WurukPasa-pasa pekka lefuk lau LuwukFengngi baata Gajah Mada lali Jawa
Hida-hida hiangka tana lau Beru |
Demi kehendak Bapak Raja Hayam Wuruk (Raja Majapahit yang terkenal-pen)terpaksa kutinggalkan desaku di Luwuk sana
atas perintahnya melalui Patih Gajah Mada dari Jawa (Patih Raja Hayam Wuruk yang terkenal-pen) kulepaskan humaku yang makmur Tanah Beru
|
Geri tena, bua-bua lajaKai lullu laja teti Sera
Gafi lefa Halmahera Kai kebongka teti Gora…
|
Kutumpangi perahu lalu turut berlayar,lalu menurunkan layar di Pulau Seram
pergi mengarungi laut Halmahera akhirnya melabuhkan jangkar di Pulau Gorom |
Gafek lau fatta papa LamabataSapek teti Tobi Landekke
Sigak teti Fato Bela Bakku Loddo dai kabe hone hollo |
Kulintasi pantai selatan Pulau Lembatasambil menyinggahi Tobi Landekke
nunjauh di timur berlabuh sebentar di Fato Bela Bakku turun ke darat membangun sebuah gubuk |
Geri tena narang Tena Sera
sapek teti Abbo teti Moa hekka lajak diketebu koli mea sigak teti Nua Fatu Bela (Oleona dan Bataona, 2001: 10-11) |
Kutumpangi perahu yang diberi nama
“Perahu Seram” kusinggahi pulau Ambon dan pulau Moa kuganti layarku dengan daun gebang si lontar merah, menyinggahi pula kepulauan Fatu Bela |
Dari hal tersebut di atas, sangat menarik jika Cina dan India termasuk wilayah kerajaan Jawa sejak era Sanjaya hingga Majapahit. Dapat dikatakan pula jika wilayah kerajaan Jawa memiliki sumber-sumber sejarah yang demikian kaya.*
Catatan:
[1] Slametmuljana, Sriwijaya, Percetakan Arnoldus Ende-Flores N.T.T, hal: 56-57.
2 Lihat Naskah Carita Parahyangan (1579).
3 Teks calon Arang Lor 5387/5279. Lihat I Made Suastika, 1997: 81.
4 I Made Suastika, 1997: 117.
5 Muhammad Yamin I, 1962: 206
6 Muhammad Yamin I, 1962: 255.
7 Muhammad Yamin I, 1962: 255-256.
8 Lihat Muhammad Yamin II, 1962: 43.
9 Lihat Muhammad Yamin II, 1962: 67.
10 Pigeaud IV, 1962: 36
11 Pigeaud IV, 1962: 36
12 Pigeaud IV, 1962: 36
13 Pigeaud IV, 1962: 36
14 Moelyono Sastronaryatmo, 1981: 154-156. Pujangga penulis Babad Pajang Babad Jaka Tingkir dalam mendefinisikan beberapa nama daerah yang dikalahkan Sri Handayaningrat tidak menggunakan istilah daerah pada masa lalu sebagaimana yang digunakan Nāgarakŗtāgama. Seperti misalnya Selebĕs dan Burneo. Teks asli Babad Pajang Babad Jaka Tingkir dapat ditengarai sedikit dipengaruhi Babad Tanah Jawi. Pola penguasaan wilayah diluar Jawa oleh Jawa disebut dengan istilah nungkul ‘takluk’ dan jajah ‘dikuasai’. Istilah jajah merupakan istilah umum yang dipakai oleh pujangga-pujangga Mataram.
15 C.C. Berg, 1931: 76.
16 C.C. Berg, 1930: 81.
17 J.L.A. Brandes, 1920: 36.
18 J.L.A. Brandes, 1920: 37
19 Pengarang Pararaton memasukkan Suņđa sebagai daerah Nūşântara merupakan peristiwa yang menarik. Dalam semua catatan teks Melayu dan Jawa Kuna, Suņđa tidak dimasukkan sebagai bagian Nūşântara. Hikayat Hang Tuah mencatat rute dari Malaka ke Majapahit melalui Jayakarta. Jayakarta (wilayah Suņđa) dicatat sebagai Jawa dan bukan Nūşântara. Nāgarakŗtāgama mencatat Suņđa, Jawa dan Madhura adalah satu kesatuan. Barang kali pengarang Pararaton kurang menguasai pembagian wilayah di Majapahit.
20 C.C. Berg, 1927: 1.
21 C.C. Berg, 1928: 1.
22 A.H. Hill, 1960 : 106-107.
23 Sitor Situmorang dan A. Teew, 1952: 43.
24 W.G. Shellaber, 1978: 45.
25 J.J. Ras, 1968: 290 – 292.
26 WP. Groeneveldt, 2009: 54-55.
27 Pernyataan tersebut dapat juga berarti Anda, oh, Raja, harus mengasihi rakyatmu dan Anda, oh, Raja, harus melaksanakan pengaturan ini. Rakyat di sini adalah Kaisar Cina yang merasa dirugikan dari sebab kebijakan Raja Jawa, karena itu ia berharap Raja Jawa mau mendukung melaksanakan pengaturan ini.
28 Didik Pradjoko, M.Hum, Migrasi, Asal Usul Nenek Moyang dan Sumber Sejarah: Menguak Sejarah Migrasi Berdasarkan Cerita Lisan Maritim Masyarakat Suku-Suku di Kawasan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur, Konferensi Nasional Sejarah IX, Hotel Bidakara, Jakarta, 5 – 7 Juli 2011, hal: 13-14.
Sumber Utama:
- Irawan Djoko Nugroho, Meluruskan Sejarah Majapahit, Yogyakarta: Ragam Media, 2010.
- Irawan Djoko Nugroho, Majapahit Peradaban Maritim, Jakarta: Yayasan Suluh Nuswantara Bakti,
- Muhammad Yamin, Tatanegara Majapahit. Sapta Parwa. Vol. I-III. Jakarta: Yayasan Prapanca, 1962.
- Zoetmulder, P.J., Kamus Jawa Kuno – Indonesia. Vol. I-II. Terjemahan Darusuprapto – Sumarti Suprayitno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Sumber foto:
- https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Nam-Viet_200bc.jpg