Pada tahun 2020, Transparency Internasional merilis Global Corruption Barometer (GCB) Asia 2020. Dalam laporan tersebut, Indonesia dicatat masuk dalam peringkat tiga besar untuk negara Asia pada kasus korupsi, nepotisme, dan pemerasan paling buruk. Negara peraih peringkat tiga besar itu adalah India, Kamboja dan Indonesia.
Raihan tersebut bukan kali pertama. Indonesia dicatat meraih peringkat sebagai negara terkorup sudah sejak lama. Dicatat Indonesia meraih peringkat 3 (1999), 4 (2000), 3 (2001), 4 (2002) dan 6 (2003).
Semua raihan tersebut, tentu bukan hal yang membanggakan. Raihan tersebut juga menunjukkan bila sistem pendidikan Indonesia saat ini, gagal untuk ikut serta dalam menghadirkan etika pada proses pembangunan. Pendidikan saat ini bahkan dapat dikatakan hanya melahirkan keterjajahan, inlander, myopic, mengulang-ulang, tak kritis, feodal, dan lemah terobosan. Semua itu tercermin dari semakin membengkaknya hutang negara, sementara penguasaan asset negara oleh asing semakin tak terkendali.
Pendidikan Berbasis Konstitusi
Untuk itu sudah selayaknya, bila pada saat ini orientasi pendidikan harus digeser ke arah pendidikan yang menghadirkan pendidikan etika, cinta tanah air, dan bela negara. Sebab apabila ketiganya ada, maka segala tindakan yang merugikan negara tentu tidak akan dilakukan. Sebagaimana para pejuang kemerdekaan dulu, yang bahkan rela mengorbankan jiwa dan raganya demi negara.
Salah satu bentuk penggeseran orientasi Pendidikan tersebut, adalah dengan menghadirkan pendidikan yang berbasis konstitusi. Pendidikan berbasis konstitusi merupakan pendidikan yang memiliki makna membangun proses, cara dan perbuatan sungguh-sungguh untuk menghidupkan kembali seluruh kurikulum dan pendidikan yang kurang berdaya menjadi berdaya guna dan vital kembali. Proses ini tentu memerlukan nalar sadar waktu, nalar sadar sejarah, nalar sadar tujuan dan nalar sadar konstitusi yang membuatnya menjadi ‘never ending process’.
Dengan demikian pendidikan yang berbasis konstitusi adalah pendidikan yang bertujuan untuk memperoleh situasi dan kondisi negara yang merdeka, mandiri, modern, dan martabatif di segala tempat dan waktu.
Perlu Dukungan Kurikulum Terstruktur
Menghadirkan pendidikan yang berbasis konstitusi tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini karena harus merubah seluruh proses pendidikan yang ada selama ini. Baik itu administrasi, kurikulum, agensi, tradisi, pendanaan dan evaluasinya. Namun demikian, juga tidak berarti tidak bisa.
Hanya perlu dukungan seluruh stakeholder terkait pendidikan, untuk dapat melakukan hal tersebut. Bila dapat terlaksana, maka pendidikan akan dapat digunakan sebagai alat pemenangan sebuah negara di zaman global dan era perang modern. Kemenangan pendidikan berarti telah memastikan kedaulatan masa kini, kemakmuran bersama dan kemartabatan kebangsaan-kemanusiaan di masa depan.
Guna mendekatkan hadirnya pendidikan yang berbasis konstitusi, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menghadirkan kurikulum pendidikan baru yang lebih terstruktur. Kurikulum ini harus mampu memproduksi warganegara Indonesia unggul dan berbudaya. Sebuah kurikulum yang ditekankan untuk menghadirkan tujuan pendidikan yang berbasis konstitusi yaitu: jiwa merdeka, mandiri, modern, dan martabatif.
Kurikulum yang menghadirkan jiwa merdeka maksudnya adalah kurikulum yang mengutamakan cita-cita negara, bangsa dan sesama di atas kebutuhan identitas pribadi dan golongan. Kurikulum ini mengutamakan penyelamatan bangsa, negara dan warganya sehingga mampu menjawab atas tergadaikannya kepentingan nasional.
Kurikulum kemandirian maksudnya adalah kurikulum yang mengutamakan pelaku-pemikir dan pemikir-pelaku cerdas yang mandiri guna mengatasi kebodohan-kemiskinan-pengangguran. Kurikulum kemodernan adalah kurikulum yang mengutamakan pada upaya penghapusan kebodohan-kemiskinan dan mental inlander dengan menempatkan “kaum bodoh-miskin” sebagai subyek utama pembangunan. Kurikulum ini ditekankan guna menghasilkan agensi Pancasila yang sikap dan cara berpikir serta cara bertindaknya sesuai dengan tuntutan zaman (menzaman, adaptif dan kritis) tanpa meninggalkan idealitas dan warna khas lokal yang sesuai zamannya.
Kurikulum kemartabatan maksudnya adalah kurikulum yang mengutamakan redistribusi pengetahuan nasional secara adil dan merata guna menanggulangi kesenjangan-kebodohan-kealpaan di setiap warga negara. Kurikulum ini harus dapat menuntaskan kesenjangan kesejahteraan yang terjadi di masyarakat dengan cara yang serius, jujur dan bertanggungjawab.*
Penulis: Irawan
Disarikan dari:
Draft Naskah Akademik Undang-Undang Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional (Sisbudiknas) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Naskah akademik ini disusun oleh: Yayasan Suluh Nuswantoro Bakti (YSNB).
Sumber gambar:
http://blog.umy.ac.id/robbygunawan/2014/10/12/pemanfaatan-internet-didalam-pendidikan/