Kisah Onze Tjip……..
Ada ungkapan terkenal di kalangan masyarakat yang sudah kenal Rumah Sakit : ‘Dokter atau Perawat belon jago kalo bukan keluaran RSCM’. Mau tidak mau RSCM memang Lembah Tidarnya para dokter dan perawat digembleng untuk merawat orang sakit. Dulu RSCM bernama Centraal Burgerlijke Ziekenhuis atau CBZ. Orang Djakarta tempo dulu selalu menyebut CBZ- diucapkannya Sibiset. Kakek saya saja selalu bilang “Naar CBZ” kalo mau ke RSCM. Barulah generasi ibu saya menyebut Rumah Sakit itu RSCM atau RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat). Kenapa CBZ begitu hebat, apakah ada hubungannya antara CBZ dan nama Cipto. Bagi saya nama Cipto yang diberikan pada 17 Agustus 1964 oleh pemerintahan Sukarno atas usulan Menteri Kesehatan saat itu Dokter Satrio bukan tanpa sebab. Suatu sore di bulan Maret 1963 Bung Karno memanggil tim dokter CBZ untuk bertanya tentang nama Rumah Sakit itu. Di teras Istana Negara mereka bicara ngalor ngidul tentang RS, Bung Karno berkata “Aku ingin Rumah Sakit ini, menjadi Rumah Sakit Rakyat, dia harus melayani rakyat secara penuh dan total. Rakyat harus dibebaskan dari biaya-biaya atau minimal sedikit biaya untuk berobat. Dan untuk itu nama kebelanda-belandaan, bukanlah nama yang baik. Aku bertanya kepada kalian nama apa yang cocok untuk Rumah Sakit ini” lalu dokter Satrio nyeletuk “Bagaimana kalau kita namakan Rumah Sakit Tjiptomangunkusumo saja Pak?” Bung Karno terdiam matanya langsung berkaca-kaca. Tak lama kemudian air mata pelan mengalir ke pipinya. “Aku ingat Onze Tjip…Aku ingat Onze Tjip….”
Tjiptomangunkusumo lahir dari keluarga jelata. Ayahnya sesungguhnya anak petani namun karena kecerdasannya dia mampu menjadi guru HIS. Tjip, ditakdir memang hidup menembus kelas-kelas sosial. Ia yang hanya anak guru mampu masuk sekolah STOVIA. Ini sekolah elite jaman dulu yang belajar tentang bidang kedokteran. Usia masuk Stovia dulu adalah berkisar 12-16 tahun. Jadi mereka diajarkan dari yang paling dasar sekali tentang bidang pengobatan dengan alat ajar yang minim. Tapi memang Indonesia selalu melahirkan generasi yang cerdas. Tjip salah satunya. Ia merasa dirinya adalah anak si Kromo, dan sedari awal ia sudah menentang sikap kepriyayi-priyayian yang merupakan penghalang pencerdasan bagi rakyat. Saat itu kepala sekolah memerintahkan setiap murid mengenakan pakaian adat. Hal ini untuk dimaksud agar membedakan diri mereka satu sama lain. Tapi Tjip menolak ia hanya pakai, pakaian dekil, kumal, pakaian anak Jawa jelata, pakaian tukang angon wedhus -anak gembala kambing- saat seorang gurunya mengusir Tjip keluar karena memakai pakaian proletar, kepala sekolahnya melarang dan berteriak pada guru itu :”Tjip, een begaafd leerling,” – Hei, Tjip itu salah seorang yang berbakat. Sejak itu Tjip boleh bebas mengenakan pakaian si Kromo.
Tjip dengan cepat menyelesaikan sekolah kedokteran. Tak lama kemudian ia mendengar juniornya mengadakan kongres Budi Utomo. Tjip tau ini dari adiknya Gunawan Mangunkusumo yang teman akrab Sutomo, penggagas Budi Utomo. Disana Tjip diundang bicara pada salah satu sesi kongres. Di depan kongres dia berkata “Saudara-saudara organisasi ini bukan organisasi orang Jawa, bukan kumpulannya para priyayi, saya menghendaki organisasi ini jadi tempat berkesadarannya rakyat Jawa dan juga seluruh Hindia Belanda” ucapan itu diucapkan tahun 1908. Bila Budi Utomo dirujuk sebagai Tahun Kebangkitan Nasional maka sangat tidak tepat bila tidak mengikuti ucapan Tjip tentang nasionalisme. Ucapan ini ditentang oleh banyak peserta kongres termasuk Radjiman Wediodiningrat. Radjiman meminta agar Kongres Budi Utomo merupakan buah kesadaran priyayi saja tidak masuk ke dalam rakyat kecil. Tjip menggebrak meja saat Radjiman bicara itu dan berteriak dalam bahasa Jawa Ngoko “Aku Keluar!!”……..dan ini membuat kaget banyak orang.
Tak lama dari Budi Utomo, Tjip buka praktek di Solo. Disana dia langsung terkenal sebagai dokter rakyat. Ia sendiri masuk ke kampung-kampung naik sepeda. Ia mengobati rakyat kecil dan tidak usah membayar. Rakyat mengenalnya sebagai ‘wong pinter’ dulu dokter belum banyak, Tjip disangka dukun tapi ia mengenakan alat-alat kedokteran macam stetoskop. Sore hari Tjip senang jalan-jalan ke alun-alun. Ia kadang2 menggunakan bendi-nya. Ia sengaja meledek peraturan yang bendi tidak boleh lewat depan keraton. Suatu saat bendinya lewat keraton Sunan Pakubuwono X sedang duduk-duduk, Sang Sunan langsung berdiri :”Siapa itu naik bendi” abdi dalemnya menjawab “Dokter Tjip, sinuwun”…Sunan langsung menggerutu “Woo Kurang ajar” tapi Sunan tidak mau berbuat apa-apa ia tau Tjip ini orang pintar dan Sunan suka dengan orang2 pintar ia kerap menyekolahkan abdi dalemnya untuk sekolah ke Batavia termasuk Purbatjaraka yang kelak jadi ahli bahasa Jawa kuno.
Suatu pagi di rumahnya, Tjip membaca koran tentang wabah pes di Malang. Saat itu wabah pes sangat luar biasa. Penyakit ini disebabkan kutu tikus saat itu wabah ini susah ditangani karena sarana kesehatan dan alat kedokteran yang minim. Cara tradisional adalah membakar orang yang mati kena Pes dan juga membakar rumahnya. Tjip datang ke Malang dan ia mendengar tidak ada satu pun dokter yang berani ke Malang. Ia sendirian menantang maut. Orang yang terkena air liur dari penderita akan ketularan, Tjip berani bekerja tanpa masker. Suatu saat ia mendengar ada anak yang sakit parah dan ibunya sudah mati rumahnya di bakar. Tjip langsung membongkar rumah dan mencegah membakar, ia menggendong anak itu tanpa rasa takut dan dengan telaten mengobatinya. Tjip berhasil. Anak itu sudah yatim piatu dan kedua orang tuanya meninggal karena Pes. Tjip mengangkat anak ini dan memberi nama menjadi Pesyati. Sepanjang hidup Pesyati-lah yang merawat Tjip, Tuhan selalu memberikan hadiah perbuatan baik dibalas jauh lebih baik. Atas keberaniannya Tjip dihadiahi oleh pemerintah Belanda bintang jasa tertinggi yang bernama “Orde Van Oranje Nassau” atau kerap disebut “Ridderorde”. Awalnya Tjip menerima tapi setelah ia tau ternyata Pemerintah hanya bisa omong doang, Tjip menaruh bintang jasa itu di pantatnya dengan bintang jasa di pantat ia ke Batavia wartawan banyak memotret dan membuat headline olok-olok untuk pemerintah “Seorang Jawa berani taruh hadiah raja di pantatnya” Pemerintah jelas marah, tapi tidak ambil tindakan.
Tahun 1913 Tjip bersama Douwes Dekker dan Suwardi Surjaningrat (kelak bernama Ki Hadjar Dewantoro) mendirikan partai paling progresif “Indische Partij”. Partai ini menjadi corong kuat melawan pemerintah Hindia Belanda. Tjip sendiri masuk jadi wartawan harian ‘De Express’ dan Majalah Tijdschrift milik Douwes Dekker. Suatu hari Suwardi menulis essay “andai aku orang belanda’ sebuah essay satir yang bikin panas pemerintah Hindia Belanda. Saat itu Pemerintah Hindia Belanda mengadakan pungutan besar-besaran bahwa mereka akan mengadakan 100 tahun kemerdekaan negeri Belanda atas Spanyol. Ini sebuah ironi bagaimana bisa sebuah bangsa yang terjajah kok membuat sebuah perayaan yang justru dibiayai oleh penderitaan bangsa yang dijajah. Komite Perayaan Belanda dibuat tandingannya maka berkumpullah Tjipto, Douwes Dekker, Abdul Muis dari Sarekat Islam Medan dan wignjadisastra. Komite ini disebut ‘Komite Tandingan’ atas perayaan kemerdekaan yang ironis itu. Mereka memang merayakan kemerdekaan Belanda tapi akan memakai baju gembel, dan akan membawa gerobak berupa meja yang diselimuti kain hijau sebagai pralambang untuk ‘tuntutan bumiputera berparlemen’. Kaum Bumiputera harus ada perwakilannya di pemerintahan.
Keruan saja aksi komite tandingan ini buat marah pemerintah. Tjip cs ditangkapi saat digiring ke penjara Tjip berteriak “Ayo kita nyanyikan lagu kebangsaan Republik Transvaal” teriak Tjip (Republik Traansvaal, adalah salah satu wilayah di Afrika Selatan yang kemudian menjadi merdeka dari pemerintahan Belanda- kemerdekaan Transvaal ini kerap menginspirasi perjuangan rakyat Indonesia di tahun belasan). Muis teriak “aku tak bisa nyanyi” .
“Sudah kamu ikutin saja” kata Tjip sambil bersemangat menyanyi.
Tjipto menikah dengan anak patih, tapi kemudian bercerai. Ia kemudian menikahi seorang wanita Belanda bernama Nyonya Vogel. Keponakan Nyonya Vogel ini Donald dan Luis diangkat jadi anak Tjipto. Tiga anak : Donald, Luis dan Pesyati akan ikut Tjip. Setelah keliling di beberapa tempat, Tjip tinggal di Bandung ia bekerja untuk rakyat, ia menuliskan plang di depan rumahnya ‘Dokter Tjipto, dokter partikelir’. Rumahnya di Bandung ini tepatnya terletak di Tegallega. Pada tahun 1920, Tjip sering kedatangan tamu. Anak muda tampan dan berwajah sangat enak dilihat. Anak muda itu bernama Sukarno. Tjip tau anak ini adalah anak didik Tjokro. Sukarno pada awalnya berpandangan bahwa kemerdekaan bisa dilakukan dengan ide ‘Pan Islamisme’, Tjipto-lah yang menyadarkan Bung Karno. “Bangsa-bangsa sekarang berdiri didasarkan satu imajinasi, satu gagasan besar yaitu : Negara-Bangsa. Apa itu negara-bangsa, negara-bangsa itu kesadaran bersama satu masyarakat yang tinggal di daerah tertentu memiliki satu bahasa, satu pemerintahan dan satu tujuan. Kemerdekaan harus ditujukan pada ‘bangsa’ dan bukan ‘agama’.
Tahun 1923 saat PKI mengadakan kongres. Foto Tjip terpampang bersama Karl Marx, Lenin dan Tan Malaka. Ini merupakan penghormatan besar PKI terhadap Tjip. Walaupun Tjip tidak pernah masuk jadi anggota PKI. Namun gara2 itu ia kena getahnya saat pemberontakan PKI 1926/1927, Tjip dituduh terlibat dan menghasut karena pernah memberikan dana 10 gulden kepada salah seorang kopral KNIL, ternyata Kopral KNIL itu bersama kawan-kawannya mau meledakkan gudang amunisi di Bandung. Tjip langsung diinterogasi, ditemukan daftar tamu2nya yang kebanyakan juga terlibat pemberontakan PKI. Gubernur Jenderal De jonge kalap luar biasa dan memerintahkan Tjip dibuang ke Banda Neira. Buru-buru kawan Tjip yang bernama Koch datang dan menanyakan pada Tjip :”Tjip, verteel me nou de waarheid” kata Koch sambil mengguncang bahu Tjip -Tjip katakan terus terang”. Tapi Tjip tenang2 saja.
Tjip diantarkan ke stasiun tengah malam, namun Bung Karno sudah menunggu. Bung Karno adalah satu-satunya orang politik yang mengantarkan Tjip. Ia menciumi tangan Tjip sembari menangis. Tjip memegang bahu Bung Karno dan berkata “Ingat, No. Nasionalisme bukan Pan Islamisme” kata Tjip sambil menepuk-nepuk bahu Sukarno. Bung Karno yang saat itu baru saja mendirikan Partai Nasional Indonesia terus memegangi bahu Tjip.
Tjip berangkat dengan keluarganya ke Banda Neira. Disana ia diawasi oleh Tuan W. C Ten Cate. Tuan Cate ini agak keterlaluan mengawasi Tjip. Setiap hari ia datang dan menggeledah rumah Tjip sampe-sampe telur pun diperiksa. Saat penggeledahan Tjip, Isterinya, Donald, Luis dan Pesjati diperintah naik ke peti. Mereka berdiri dipojokan dan melihat Belanda itu membongkar barang2 mereka, kegiatan itu berlangsung hampir tiap pagi. Tapi kemanusiaan selalu menemukan jalan pertemanan.Tuan Cate ini malah jadi sahabat Tjip. Mereka setiap hari pagi dan sore duduk di pantai dan bicara banyak.
Kesehatan Tjip memburuk. Setiap waktu mendengar kabar buruk tentang pergerakan nasional ia langsung sakit. Saat tau Sukarno ditahan dan banyak aktivis ditangkapin Tjip menangis sendirian di kamarnya. Donald dan Luis takut saja “Oom Tjip selalu begitu, bila mendengar kabar buruk perdjoangan di Djawa” kata Donald dalam salah satu memoarnya tentang Tjip. Andai tak datang Sjahrir dan Hatta ke Banda mungkin Tjip sudah lama mati. Ia tidak ada teman bicara. Hatta dan Sjahrir memperpanjang usia Tjip karena ada teman bicara yang seimbang.
Saat Djepang masuk Tjip dibawa pulang ke Djakarta. Awalnya ia mau diangkut ke Australia tapi dia menolak “Bila rakyat Indonesia hancur oleh Djepang, biarlah aku mati bersamanya” pesan Tjip pada perwira Belanda yang akan mengirim Tjip ke Australia. Tjip yang sakit paru-paru itu dengan pipi peot dan lubang (dekok) yang dalam antara jidat di dekat batang hidungnya makin besar. Tapi Tjip berusaha gembira ia berbicara filsafat dengan rasa senang.
Setelah sampai di Djawa awalnya Tjip dibawa ke Sukabumi karena disana udaranya bersih, tapi kesehatan Tjip menurun. Dia kemudian dibawa ke Djakarta. Disana ia sering berteriak kesakitan saat itu di Jaman Jepang obat sangat langka sekali. Tjip berteriak minta disuntik adrenalin, tapi Donald dan Bu Tjip tidak punya uang. Luis sampai menangis di depan teras rumah mendengar Oom-nya berteriak kesakitan. Donald akhirnya bersama Pesjati nekat memberikan ampul berisi air untuk menyuntik Tjip sebagai sugesti. Akhirnya seorang dokter yang bernama dokter Loe Ping Kian, menyarankan donald untuk membawa Oom-nya ke Rumah Sakit Jang Seng Ie (Sekarang Rumah Sakit Husada di Jalan Mangga Besar). Dokter Tjip tak kuat menahan sakit disana dan ia wafat dalam keadaan sengsara. Donald, Luis, Pesjati dan Bu Tjip menangis meraung-raung.
Itulah kisah Dokter Ciptomangunkusumo, penggagas Indonesia Raya, orang yang menyadarkan Bung Karno tentang arti sebuah bangsa. Dia rela hidup susah demi rakyat. Apabila ada dokter sekarang yang memeras pasien dengan obat mahal padahal ada obat murah, yang mempermainkan pasien, pasien masuk Rumah Sakit sampai jual harta benda tapi dokternya gonta ganti mobil. Lihatlah pada kisah Dokter Tjip ini. Seorang dokter adalah pejuang kemanusiaan, bukan pejuang harta benda. Bila dokter bersikap materialistis dalam melaksanakan tugasnya. percayalah dia adalah sampah masyarakat.
Pada dr. Tjipto kita banyak belajar….
( Ditulis Oleh : Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto, 2011)