IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL
IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

Hang tuah kisah hikayat dari Riau

Cerita rakyat hikayat Hang Tuah bermula dari hiduplah sepasang suami istri bernama Hang Mahmud dan Dang Merdu yang menetap di Sungai Duyung, sebuah kampung yang terletak di sebuah pulau di perairan Riau. Suami istri ini dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Hang Tuah.

Pada suatu malam, mimpi tentang bulan yang turun dari langit menghiasi tidur Hang Mahmud. Cahaya dari bulan itu menyinari kepala Hang Tuah. Setelah terbangun dari tidurnya, Hang Mahmud segera memeluk dan menghujani kepala putranya dengan ciuman sambil berlinang air mata.

Hang Mahmud percaya bahwa anaknya akan menjadi seseorang yang hebat. Ia kemudian mengirim Hang Tuah dari satu guru mengaji ke guru lainnya. Selain mendalami ilmu agama, Hang Tuah juga belajar beragam bahasa, di antaranya adalah bahasa Melayu, Keling, Cina, dan Portugis.

Tak hanya pintar, Hang Tuah juga memiliki keberanian untuk berpetualang. Ia bersama dengan empat sahabat dekatnya, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu pergi berlayar ke Laut Cina Selatan saat berumur 10 tahun. Untuk melindungi diri, masing-masing anak diberikan sebilah keris oleh orang tua mereka sebelum berangkat.

Perahu yang ditumpangi oleh Hang Tuah dan kawan-kawannya ternyata diserang oleh tiga buah perahu lanun atau bajak laut. Meskipun begitu, kelima anak itu tidak gentar dan memancing para pelanun ke sebuah pulau untuk bertarung di daratan.

Hasilnya, Hang Tuah dan empat sahabatnya berhasil melukai para pelanun dengan seligi (tombak), tempuling (tombak ikan) dan panah sumpit. Para pelanun yang tidak terkena serang senjata dari kelima anak itu kemudian memilih untuk melarikan diri. Pertarungan pun dimenangkan oleh Hang Tuah dan kawan-kawannya.

Dikagumi oleh Pejabat-Pejabat Kerajaan Bintan

Selanjutnya dalam cerita rakyat hikayat Hang Tuah, dijelaskan kalau Hang Tuah bersama empat sahabatnya kemudian membawa para pelanun ke Singapura. Di tengah laut, ternyata perahu mereka dibuntuti oleh perahu para pelanun yang melarikan diri. Untungnya, saat itu terdapat tujuh perahu Batin Singapura yang sedang melintas menuju Bintan.

Perahu para pelanun yang mengejar Hang Tuah dan kawan-kawannya kemudian dihadang perahu Batin Singapura dan membuat para bajak laut itu berbalik arah. Selanjutnya, Batin Singapura meminta penjelasan Hang Tuah beserta empat sahabatnya dan merasa kagum dengan keberanian kelima anak itu.

Cerita kesuksesan Hang Tuah dan empat sahabatnya kemudian sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja Bintan. Tuan Bendahara pun mengangkat kelima orang itu sebagai anak angkatnya. Kehebatan kelima anak itu kemudian dilaporkan ke Baginda Raja Syah Alam yang ikut menganggap mereka sebagai anak angkat.

Beberapa tahun kemudian, Hang Tuah beserta empat sahabatnya yang telah menjadi para pembesar kerajaan, diikutkansertakan oleh Baginda Raja Syah Alam untuk mencari pusat kerajaan yang baru. Rombongan ini mencari daerah yang pas di sekitar Selat Melaka dan Selat Singapura.

Pada suatu hari, rombongan Baginda Raja Syah Alam yang singgah di Pulau Ledang melihat seekor kancil putih sebesar kambing ketika berburu. Hang Tuah berusaha menangkap kancil itu dengan melepaskan dua anjingnya, yakni Kibu Nirang dan Rangga Raya.

Namun, tak disangka ternyata kancil putih itu berhasil menggigit dua anjingnya hingga jatuh ke sungai. Hang Tuah dan Hang Jebat yang masih terheran-heran dengan kejadian itu melanjutkan pengejaran. Anehnya, kancil putih itu tiba-tiba menghilang.

Tuan Bendahara kemudian berkata bahwa hutan atau di mana pun wilayah yang terdapat kemunculan kancil putih, maka tempat itu bagus dibuat untuk negeri. Usul dari Tuan Bendahara lalu dirundingkan dengan para pembesar kerajaan lainnya dan akhirnya disetujui oleh Raja Syah Alam.

Perjalanan ke Majapahit

Cerita Hikayat Hang Tuah - Kapal

Dalam cerita rakyat hikayat Hang Tuah Melayu, tempat munculnya kancil putih di Pulau Ledang itu kemudian disebut dengan daerah Melaka karena banyak ditemukan pohon-pohon Melaka. Maka dari itu, tak mengherankan kalau kerajaan yang dibangun di tempat itu kemudian disebut dengan Kerajaan Melaka.

Di tengah-tengah pembangunan negeri baru, Raja Syah Alam ternyata ingin meminang Tun Teja yang merupakan putri tunggal dari Bendahara Seri Benua di Indrapura. Sayangnya, pinangan sang raja ditolak oleh Tun Teja.

Raja Syah Alam sedih dan kecewa pinangannya untuk menjadikan Tun Teja sebagai istri ditolak. Patih Kerma Wijaya lalu menyarankan supaya Baginda Raja menikahi putri tunggal Seri Betara Majapahit. Sang raja akhirnya mengutus patihnya bersama dengan Hang Tuah dan keempat sahabatnya ke Majapahit.

Kedatangan rombongan Patih Kerma Wijaya dan Hang Tuah disambut dengan meriah oleh Seri Betara Majapahit. Namun, di tengah upacara penyambutan ternyata ada para pembuat keonaran yang berhasil dikalahkan oleh Hang Tuah dan kawan-kawan.

Patih Kerma Wijaya kemudian pergi menghadap Seri Betara Majapahit. Ia menyatakan keinginan Raja Syah Alam untuk menikahi Raden Galuh Mas Ayu. Pinangan Raja Syah Alam disambut dengan sukacita, bahkan Seri Betara Majapahit menyarankan untuk segera melaksanakan pernikahan itu.

Rombongan utusan dari Kerajaan Melaka kemudian kembali ke negeri asal mereka dan menyampaikan kabar bahagia itu kepada Baginda Raja. Raja Syah Alam lalu menyiapkan diri dan rombongannya demi pelayaran ke Majapahit untuk menggelar upacara pernikahan.

Kedatangan Raja Syah Alam disambut meriah dan diarak dengan gajah menuju istana Seri Betara Majapahit. Selama proses pergelaran pernikahan berlangsung, Hang Tuah beserta empat sahabatnya tak pernah jauh dari sisi Baginda Raja.

Kekacauan yang Dibuat oleh Taming Sari

Sayangnya, satu hari sebelum pernikahan tiba, terdapat kekacauan di luar istana yang meresahkan masyarakat. Ternyata, keributan itu dipicu oleh Taming Sari yang mengamuk. Taming Sari ialah prajurit Majapahit yang sudah tua, tapi masih kuat dan tangguh.

Hang Tuah sebagai pelindung Raja Syah Alam kemudian bertarung dengan Taming Sari. Serangan-serangan yang dilancarkan Hang Tuah awalnya tidak berhasil melukai Taming Sari. Namun, setelah Hang Tuah tahu bahwa kekuatan Taming Sari berasal dari kerisnya, ia lalu mengambil keris itu dan menyerang ke prajurit Majapahit tersebut.

Setelah Taming Sari berhasil dikalahkan, Hang Tuah lalu menyerahkan keris Taming Sari kepada Seri Betara Majapahit. Namun, Seri Betara Majapahit menolak dan justru menganugerahkan keris itu kepada Hang Tuah serta memberinya gelar sebagai Laksamana.

Upacara pernikahan Raja Syah Alam dan Putri Raden Galuh Mas Ayu akhirnya berhasil dilaksanakan. Perayaan pernikahan antara Raja Kerajaan Malaka dan Putri Kerajaan Majapahit digelar sangat meriah selama tujuh hari tujuh malam.

Rombongan Raja Syah Alam dan Raden Galuh Mas Ayu kemudian kembali ke Melaka. Selama bertahun-tahun, Kerajaan Melaka menjadi negeri yang aman dan tenteram. Hang Tuah sebagai laksamana melaksanakan tugasnya dengan baik dan menjadi kesayangan Baginda Raja.

Beredarnya Fitnah untuk Mencelakai Hang Tuah

Sayangnya, keistimewaan yang dimiliki oleh Hang Tuah mengundang iri dan dengki dari para pegawai kerajaan dan istana. Fitnah untuk menjatuhkan Hang Tuah kemudian disebarkan di sekitar istana yang berisikan rumor bahwa laki-laki ini telah berbuat yang tidak senonoh dengan seorang dayang istana.

Raja Syah Alam yang mendengar kabar tersebut marah dan tanpa menyelidiki kebenaran rumor langsung menugaskan Tuan Bendahara untuk mengusir Hang Tuah. Meskipun Tuan Bendahara sebenarnya tidak percaya dengan rumor itu, ia pun terpaksa menyuruh Hang Tuah untuk sementara waktu pergi dari Kerajaan Melaka.

Hang Tuah kemudian pergi ke Indrapura dan bertemu dengan Dang Ratna. Laksamana ini diangkat menjadi anak oleh Dang Ratna. Ia juga memiliki hubungan dekat dengan Tun Teja dan telah dianggap seperti keluarga sendiri.

Beberapa waktu kemudian, tada perahu Melaka yang singgah di Indrapura. Perahu itu dipimpin oleh Tun Ratna Diraja dan Tun Bija Sura yang datang dari perjalanan membeli gajah di Myanmar. Hang Tuah kemudian ikut dengan kapal tersebut untuk kembali ke Melaka.

Sesampainya di Kerajaan Melaka, Hang Tuah menghadap di depan raja dalam keadaan terikat. Ia kemudian mempersembahkan anak panah manikam dan cermin yang telah didambakan Baginda Raja. Selain itu, laksamana ini juga membawa Tun Teja yang dulu pernah menolak pinangan Raja Syah Alam.

Tak disangka, Baginda Raja menyuruh pengawalnya untuk melepas ikatan Hang Tuah dan pimpinan Kerajaan Melaka ini kemudian merangkul laksamana kesayangannya ini. Hang Tuah pun kembali menjadi laksamana kebanggaan Kerajaan Melaka dalam cerita rakyat hikayat Hang Tuah.

Bertarung dengan Sahabat Sendiri

Cerita Hikayat Hang Tuah - Hang Tuah dan Hang JebatSumber: Potret

Setelah beberapa tahun sejak kembali ke Melaka, lagi-lagi Hang Tuah kembali mendapat tuduhan kalau ia telah berbuat tidak sopan dengan dayang istana. Fitnah itu dilontarkan oleh Patih Kerma Wijaya dan pengikutnya yang iri dengan kedudukan Hang Tuah.

Raja Syah Alam kemudian memerintahkan Tuan Bendahara untuk menghabisi nyawa Hang Tuah. Tuan Bendahara yang merasa sedih dan bersalah karena tidak bisa membela Hang Tuah lalu menyuruh laksamana ini untuk mengungsi ke Hulu Melaka.

Posisi Hang Tuah kemudian digantikan oleh salah satu dari empat sahabatnya, yakni Hang Jebat. Sayangnya, semenjak memutuskan untuk mengadili Hang Tuah, Raja Syah Alam ternyata sering bertampak murung.

Hang Jebat yang dipercayai sebagai Laksamana Kerajaan Melaka ternyata menggunakan jabatannya dengan sewenang-wenang. Ia seringkali dipergoki sedang menggoda dan bermain dengan dayang-dayang istana.

Perilaku tidak senonoh Hang Jebat kemudian sampai di telingan tiga sahabat Hang Tuah lainnya, yaitu Hang Lekir, Hang Kasturi, dan Hang Lekiu. Ketiga orang ini berusaha menyadarkan perbuatan keliru sahabatnya itu.

Hang Jebat tak mau mengalah dan menganggap kalau apa yang ia lakukan adalah sebagai bentuk rasa tidak sukanya kepada Baginda Raja yang telah membunuh Hang Tuah. Hang Kasturi pun mau tidak mau menyerang Hang Jebat dibantu oleh para sahabat dan prajurit istana. Sayangnya, usaha itu sia-sia belaka.

Pertarungan Hang Tuah dengan Hang Jebat

Melihat kekacauan yang dilakukan oleh Hang Jebat, Tuan Bendahara pun menghadap ke Raja Syah Alam. Ia berterus terang bahwa ia tidak membunuh Hang Tuah dan menyarankan Baginda Raja untuk memanggil mantan laksamana itu kembali untuk berhadapan dengan Hang Jebat.

Raja Syah Alam menyambut baik kejujuran Tuan Bendahara dan menyetujui sarannya. Tuan Bendahara kemudian menjemput dan menyampaikan keinginan Baginda Raja kepada Hang Tuah. Mantan laksamana dengan senang hati menyanggupi tugas yang diberikan oleh Raja Syah Alam.

Hang Tuah dibekali keris Purung Sari oleh Baginda Raja karena keris Taming Sari telah diberikan ke Hang Jebat. Mantan laksamana ini kemudian menantang Hang Jebat untuk berduel satu sama lain.

Pertarungan antara Hang Tuah dan Hang Jebat berlangsung selama beberapa hari dan memakan banyak korban yang tak berdosa. Hang Jebat masih keras kepala terus melancarkan serangannya kepada Hang Tuah.

Pada akhirnya, duel antara mantan laksamana dan laksamana itu dimenangkan oleh Hang Tuah. Hang Jebat yang telah terluka parah langsung jatuh tersungkur dan tidak bangkit lagi. Hang Jebat masih menghembuskan nafasnya hingga ia mati di pangkuan Hang Tuah.

Memimpin Pelayaran Ke India dan Bertempur dengan Portugis

Raja Syah Alam mengutus Laksamana Hang Tuah untuk pergi berlayar ke Kerajaan Bijaya Nagaram di India. Kunjungan ini bermaksud untuk merekatkan hubungan dua kerajaan dalam urusan perdagangan demi kesejahteraan rakyat.

Rombongan Hang Tuah disambut dengan hangat oleh para pembesar dan Raja Kerajaan Bijaya Nagaram. Kecakapan yang dimiliki laksamana Kerajaan Melaka ini kemudian membuat Raja Kerajaan Bijaya Nagaram untuk memimpin duta kerajaan itu ke Cina.

Sesampainya di Cina, rombongan Hang Tuah dan duta Kerajaan Bijaya Nagaram disambut oleh para pembesar Kerajaan Cina. Setelah itu, rombongan ini kemudian memutuskan kembali ke India untuk memulangkan duta Kerajaan Bijaya Nagaram.

Sayangnya, kapal yang dipimpin Hang Tuah diserang oleh rombongan kapal Portugis yang pernah berselisih dengan laksamana ini di pelabuhan milik Kerajaan Cina. Namun, perang di tengah laut itu sukses dimenangkan oleh Hang Tuah.

Rombongan dalam cerita rakyat hikayat Hang Tuah kemudian diutarakan melanjutkan perjalanan ke India dan mengakhiri ekspedisinya dengan pulang ke Melaka. Hang Tuah melaporkan segala yang ia jumpai di Kerajaan Bijaya Nagaram dan Kerajaan Cina kepada Raja Syah Alam.

Akhir Hidup Laksamana Kerajaan Melaka

Pada suatu waktu, Raja Syah Alam beserta keluarganya berlibur ke Singapura untuk menghilangkan rasa jenuh. Ketika tiba di Selat Singapura, rombongan keluarga kerajaan ini berjumpa dengan ikan bersisik emas.

Baginda Raja beserta anggota keluarganya beramai-ramai ingin melihat dengan jelas ikan bersisik emas itu. Karena tidak hati-hati, mahkota emas milik Baginda Raja kemudian jatuh ke lautan. Tanpa ragu-ragu, Hang Tuah langsung menerjunkan diri ke laut untuk mengambil mahkota raja.

Sayangnya, Hang Tuah yang hampir berhasil mencapai perahu bersama dengan mahkota raja ternyata tiba-tiba diserang seekor buaya putih. Keris Taming Sari yang ia bawa juga ikut terlepas bersama mahkota emas.

Buaya putih itu kemudian menyeret Hang Tuah hingga ke perairan air laut yang lebih dalam. Hang Tuah yang tidak kuat menahan napas lebih lama lagi terpaksa muncul ke permukaan. Apa boleh buat, mahkota raja dan keris milik laksamana ini tak berhasil diselamatkan walaupun Hang Tuah telah berusaha sekuat mungkin.

Setelah kejadian itu, Raja Syah Alam sering tampak murung. Kondisi Hang Tuah sendiri mulai terlihat lebih sering sakit dan jarang menghadap rajanya. Tak disangka, ternyata kapal-kapal Portugis yang dulu pernah dikalahkan laksamana menyerang Kerajaan Melaka.

Baginda Raja kemudian mengutus Maharaja Setia dan Maharaja Dewa untuk memimpin pertarungan karena Hang Tuah yang masih sakit. Namun, peperangan dengan kapal-kapal Portugis itu tak kunjung selesai.

Raja Syah Alam akhirnya mau tak mau mengirim utusan ke hadapan Hang Tuah untuk membantu Kerajaan Melaka. Meskipun kondisi tubuhnya sedang sakit, laksamana Kerajaan Melaka ini bertarung dengan sepenuh hati untuk negerinya.

Pada akhirnya dalam cerita rakyat hikayat Hang Tuah, pertempuran berhari-hari antara Portugis dan Kerajaan Melaka itu berhasil dimenangkan oleh Hang Tuah. Setelah Raja Syah Alam turun takhta beberapa tahun setelah peperangan itu, Hang Tuah yang telah lanjut usia memutuskan untuk menyepi di puncak Bukit Jugara di Melaka.

aulia d/adhie

Bagikan ya

Leave a Reply