Salah satu teori kontroversial mengenai Atlantis adalah yang menyebutkan kalau Indonesia merupakan lokasi sebenarnya benua dalam legenda ini. Wilayah semenanjung Melayu, termasuk Sumatera, Jawa, dan Kalimantan dulunya merupakan satu benua besar yang disebut Sundaland.
Pada akhir zaman es terjadilah banjir besar akibat lelehan es yang menenggelamkan sebagian dataran Sundaland dan akhirnya membuat sebagian benua tersebut tenggelam, menyisakan daratan-daratan terpisah yang kita kenal sekarang. Banjir bandang inilah yang diyakini melahirkan legenda tentang Atlantis, yang disebarkan oleh para imigran di benua baru.
Setelah meneliti selama 30 tahun Profesor Arysio Santos menyimpulkan benua Atlantis adalah Indonesia, seperti yang dia ungkap dalam bukunya “Atlantis, The Lost Continent Finally Found’.
Selain itu Stephen Oppenheimer, penulis buku Eden in the East, di Widya Graha Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis (28/10/2010) juga berpendapat bahwaBanjir besar melanda kawasan paparan Sunda (Sunda Land) ribuan tahun lalu. Akibat banjir besar itu, ribuan orang berpindah tempat tinggal membawa serta kebudayaan dan peradaban mereka ke daerah baru.
Oppenheimer merupakan guru besar di Oxford University, Inggris. Dia meneliti struktur DNA manusia selama puluhan tahun, dimulai dari DNA manusia modern yang punah ribuan tahun lalu hingga DNA manusia penghuni bumi saat ini.
Metode penelitian yang digunakan pria yang juga memiliki gelar medis ini merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu, yakni ilmu kedokteran, geologi, linguistik, antropologi, arkeologi, linguistik, dan folklore. Hasil penelitiannya dibukukan dalam Eden in the East.
Tesis utama yang dia sampaikan dalam buku tersebut adalah orang Polinesia (penduduk Benua Amerika) bukan berasal dari China seperti yang selama ini diketahui orang. Mereka justru berasal dari orang-orang yang datang dari dataran yang hilang di pulau-pulau Asia Tenggara. Penyebaran kebudayaan dan peradaban tersebut disebabkan “banjir besar” yang melanda permukaan bumi pada 30 ribu tahun yang lalu.
Oppenheimer Theory dengan tegas menyatakan nenek moyang induk peradaban manusia modern (Mesir, Mediterania, dan Mesopotamia) berasal dari tanah Melayu yang sering disebut Sunda Land (Indonesia).
“Inilah yang menarik diperdebatkan dan menjadi kontroversi karena bertentangan dengan teori sebelumnya,” ujar Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI Hery Harjono ketika membuka seminar nasional Menelusuri Jejak Sejarah: Indonesia Awal Peradaban Dunia?, hari ini di Widya Graha LIPI. Seminar ini juga dihadiri oleh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Assidiqie.
Jimly memaparkan, bukti-bukti yang disampaikan Oppenheimer seharusnya memacu kesadaran dan menggugah semangat masyarakat Indonesia di tengah gejolak dunia. “Buku ini memberi tahu kita bahwa masa lalu dan masa depan selalu dinamis,” ujarnya.
Peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Eko Yulianto menyatakan, banyak tesis yang disampaikan Oppenheimer masuk akal. Hal ini menjadi sebuah tantangan bagi para peneliti Indonesia untuk membuktikan Teori Oppenheimer melalui penelitian lanjutan.
Selain itu jg ditemukan beberapa bukti antara lain ;
Sebuah gambar tangan di Leang Timpuseng, kawasan karst Maros, Sulawesi. dinobatkan sebagai stensil tangan tertua di dunia. Usianya minimal 39.900 tahun, mengalahkan gambar tangan di El Castillo, Spanyol, yang berusia minimal 37.300 tahun.
Mengutip data tahun lalu, usia gambar tangan terungkap berkat kerja sama Pusat Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Makassar, Balai Peninggalan Cagar Budaya Makassar, Universitas Wollongong, serta Universitas Griffith di Australia sepanjang 2011-2013.
Arkeolog yang terlibat antara lain Max Aubert dari Universitas Griffth, Adam Brumm (Universitas Wollongong), T Sutikna dan EW Saptomo (Pusat Arkeologi Nasional), Budianto Hakim (Balai Arkeologi Makassar), dan Muhammad Ramli dari BPCB Makassar.
Situs Megalitikum Gunung Padang merupakan situs piramida peninggalan tertua di dunia. Terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Indonesia, situs ini dibuat sekitar 9.000 hingga 20.000 tahun lalu, mengalahkan piramida Mesir yang dibuat hampir 5.000 tahun lalu.
Hal ini diungkapkan oleh ahli Geologi Dr. Danny Hilman. Menurutnya, situs yang ditemukan sekitar 1914 ini merupakan salah satu situs peninggalan sejarah terbesar di Indonesia.
Situs ini terletak di antara gunung berapi, pohon pisang, dan perkebunan teh diatas 885 meter di atas permukaan laut, dan memiliki jarak sekitar 120 kilometer dari selatan Ibu Kota Jakarta.
Situs yang terdiri dari puing-puing vulkanik yang dimulai dari lereng gunung ini dianggap sakral oleh masyarakat lokal Sunda. Hilman sendiri juga mengatakan situs itu sepertinya memang dibangun untuk ibadah.
“Jika memang itu untuk melakukan ritual ibadah, orang-orang pra sejarah pasti harus mendaki sambil menumpuk batu-batu itu untuk dibuat piramida. Cara menumpuk memang cukup kuno dalam pembangunan,” katanya, seperti dilansir dari surat kabar Daily Mail, Kamis (2/4).
Hilman yang merupakan ahli geologi dari Pusat Geoteknik Indonesia mengatakan sebagian orang berpikir orang-orang prasejarah itu primitif, namun dari monumen yang mereka tinggalkan rupanya hal tersebut tidak benar.
Dia percaya, piramida seperti yang ada di Gunung Padang itu akan jadi bukti peradaban kuno maju di Jawa.
“Sebagian besar situs itu buatan manusia, mungkin dibangun oleh generasi beberapa abad sebelum kita,” katanya.
* Kapal nabi nuh di turki.
Hasil penelitian para arkeolog dari Turki dan China menyebutkan, kayu yang digunakan untuk membuat kapal Nabi Nuh merupakan kayu jati purba yang berasal dari Pulau Jawa.
Tahun 1949, benda mirip kapal di atas Gunung Ararat-Turki dari ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 meter) yang diduga situs kapal Nabi Nuh AS ditemukan oleh Angkatan Udara Amerika Serikat.
Kemudian, dimuat dalam berita Life Magazine pada 1960, saat pesawat Tentara Nasional Turki menangkap gambar sebuah benda mirip kapal yang panjangnya sekitar 150 meter. Lalu, penelitian dan pemberitaan tentang dugaan kapal Nabi Nuh AS (The Noah’s Ark) terus berlanjut hingga kini.
Pemotretan yang dilakukan oleh penerbang Amerika Serikat, Ikonos, pada 1999-2000 tentang adanya dugaan kapal di Gunung Ararat yang tertutup salju, memperkuat bukti dugaan kapal Nabi Nuh AS itu.
Gabungan peneliti arkeolog-antropologi dari dua negara, China dan Turki, yang beranggotakan 15 orang, sekaligus pembuat film dokumenter tentang situs kapal Nabi Nuh AS itu, menemukan bukti baru. Mereka mengumpulkan artefak dan fosil-fosil berupa; serpihan kayu kapal, tambang, dan paku.
Hasil Laboratorium Noah Ark Minesteries International, China-Turki, setelah melakukan serangkaian uji materi fosil kayu oleh tim ahli tanaman purba, menunjukan bukti yang mengejutkan. Apa itu? Bahwa fosil kayu Kapal Nabi Nuh AS berasal dari kayu jati purba yang ada di Pulau Jawa.
Mereka telah meneliti ratusan sampel kayu purba dari berbagai negara, dan memastikan, bahwa fosil kayu jati yang berasal dari daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah 100% cocok dengan sampel fosil kayu Kapal Nabi Nuh AS.