IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL
IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

Sundaland peradaban maju yang hilang

Kita hanya tahu Indonesia sekarang berumur 75 tahun. Tapi sejatinya negeri ini sangat tua, dan ilmuwan memastikan ini adalah benua Sundaland yang tenggelam.
Banyak orang tahu Zaman Es. Tapi, tampaknya hanya sedikit orang yang memahami betapa Zaman Es ratusan juta tahun lalu mengubah sebuah negeri yang kini menjadi Indonesia.

Yang mengejutkan dunia adalah, fakta adanya benua yang tenggelam di Indonesia. Benua tenggelam ini lantas dikait-kaitkan dengan legenda Atlantis, seperti dalam beberapa buku yang laris di pasaran.

Ilmuwan dunia berlomba-lomba mengungkap kehidupan benua Sundaland yang tenggelam di Indonesia. Seperti apa alamnya, sudah terungkap.
Sundaland adalah wujud Indonesia di Zaman Es pada Periode Glasial Terakhir 18.000 tahun silam. Saat itu laut surut 120 meter. Akibatnya, Sumatera, Malaysia, Jawa, Kalimantan sampai Bali terhubung menjadi benua yang luas.

“Zaman Es itu dari 300-500 juta tahun lalu dengan puncaknya 250 juta tahun lalu. Suhu Bumi kita dalam kondisi yang sangat turun. Daratan es di kutub bertambah dan laut kita berkurang volumenya,” kata Yahdi
Zaman Es ini pelan-pelan berakhir dalam periode yang disebut Last Glacial Period pada 18 ribu tahun lalu. Indonesia pun mengalami Zaman Es. Apa yang terjadi di Indonesia saat itu?

“Permukaan laut turun 120 meter dari posisi sekarang. Laut Jawa cuma 90-100 meter, akibatnya Laut Jawa menjadi daratan,” kata Yahdi.
Benua ini sekarang sudah tenggelam menjadi Selat Malaka, Laut Jawa dan Laut Natuna.

Namun ilmuwan penasaran, kehidupan seperti apakah yang pernah ada di sana?Para ilmuwan pun bertahun-tahun meneliti lautan yang dulunya Sundaland.
Satu lagi adalah ‘Savanna in equatorial Borneo during the late Pleistocene’ (Nature 25 April 2019). Tim ilmuwan menemukan bukti serbuk sari (pollen) rumput dari Zaman Es di Gua Saleh, kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Kesimpulannya: Benua Sundaland yang tenggelam adalah savana! Dari Thailand, Malaysia, Laut Natuna, Selat Malaka, sampai Laut Jawa, selatan Kalimantan, timur Jawa adalah padang rumput. Sedangkan Sumatera, Kalimantan dan Jawa dari sejak Zaman Es adalah hutan.

Ahli Paleontologi ITB, Profesor Yahdi Zaim. Dia pun membenarkan. ITB dengan tim dari Australia dan Belanda pernah mendapatkan hasil riset yang sama.

“Dari analisis sampel batuan dan tanah, ada pollen. Serbuk sari kelompok rerumputan alang-alang,” kata Yahdi

Hal ini menunjukkan penyebaran rumput yang luas dan itu berarti savana. Tapi bukan artinya semuanya rumput, tetap ada pepohonan juga. Meski begitu, Yahdi mengatakan savana di Sundaland tidak bisa disamakan seperti dengan savana Taman Nasional Baluran di Jawa Timur, karena di Baluran sudah ada campur tangan manusia (antropogenik) misalnya pembabatan hutan dll.

“Bisa savana yang luas, tapi ada pohon juga. Apakah seluruh Sundaland padang rumput? Saya kira pohon-pohon besar itu ada di daerah yang lebih tinggi elevasinya karena rumput tidak subur di daerah itu,” kata Yahdi.

Ada apalagi di sana? Yahdi mengatakan ada sistem sungai purba. Sungai Musi di Sumatera dulu menyatu dengan Sungai Kapuas dari Kalimantan dan bermuara ke Laut China Selatan. Satu lagi adalah sistem sungai di Laut Jawa yang bermuara ke arah Bali.

Sundaland juga melimpah dengan aneka hewan Zaman Es. Menurut Yahdi di Sundaland ada gajah purba dari jenis Stegodon dan genus Elephas, lalu rusa, babi, kerbau, banteng dan nenek moyang harimau dari genus Panthera dengan gigi yang panjang.Sementara itu, di Benua Sahul (Papua dan Australia) seperti dilansir dari The Conversation, di Zaman Es juga ada megafauna seperti leluhur komodo bernama Megalania, leluhur kanguru dan singa berkantung Thylacoleo carniflex.

Apakah sudah ada manusia di Sundaland? “Manusia di Sundaland ada banyak variannya,” ungkap Yahdi.

Selama ini, para ilmuwan sering menemukan fosil di tepi sungai seperti Bengawan Solo. Nah, penelitian menunjukkan bahwa Sundaland yang tenggelam juga punya sistem sungai purba ketika masih menjadi daratan.

“Dulu Sungai Musi dan Sungai Kapuas bertemu, lalu bermuara ke Laut China Selatan Laut Jawa juga dulunya terusan dari sungai-sungai di Jawa dan Kalimantan. Lalu sungai ini bermuara ke Laut Bali. Apakah ada jejak peradaban manusia Sundaland di dasar Laut Jawa dan Laut Natuna? Sangat mungkin ada manusia purba dan vertebrata di Laut Jawa dan Sundaland,” kata Yahdi.

Ada kemungkinan ilmuwan bisa menemukan jejak peradaban seperti peralatan batu atau sisa makanan. Sekarang Sundaland sudah tenggelam, jadi harus memakai arkeologi bawah laut.

“Tapi di Indonesia belum ada ahlinya. Jangankan yang purba, kapal Majapahit, Sriwijaya dan Belanda saja belum digali karena di bawah air,” ujarnya.

Arkeologi bawah laut adalah tantangan untuk penelitian Sundaland. Bahkan menurut Yahdi, Singapura dan Malaysia pun belum melakukannya.

“Malaysia itu masih fokus ingin mencari manusia purba di daratannya, karena kita sudah punya dan Filipina juga sudah punya,” kata Yahdi.

Semoga suatu saat nanti, teknologi ini bisa dimiliki para ahli Indonesia ya, detikers. Sehingga mereka bisa menggali peradaban Sundaland di dasar lautan.

Adhie

 

Bagikan ya

Leave a Reply