Ramadan tahun ini mukjizat yang kuperoleh adalah buku baru. Ditulis oleh peneliti yang tekun, Irawan Djoko Nugroho, buku itu berjudul “Kronogram Dalam Hikayat Hang Tuah.” Tentu, penulis ini sudah dikenal publik karena buku-buku sebelumnya juga sudah beredar luas di media dan pembaca.
Buku yang diterbitkan penerbit PT Merdeka Karya Bersama tahun 2022 ini cukup tebal sebanyak 355 halaman plus. Mungkin lailatur qadar yang diturunkan Tuhan padaku di bulan puasa ini adalah lewat buku yang kisahnya sangat inspiratif. Maunya sih dapat sekondan dan sekutu revolusi, tapi ya tak apalah.
Kita tahu bahwa Kisah dan Hikayat Hang Tuah adalah karya sastra Melayu yang termasyhur serta mengisahkan tokoh utama Hang Tuah. Kisah ini begitu luas dikenal dan menjadi salah satu kisah heroik yang diulang-ulang ceritanya dari generasi ke generasi.
Dalam zaman kemakmuran Kesultanan Malaka, Hang Tuah adalah seorang laksamana yang amat termasyhur. Ia berasal dari kalangan rendah dan miskin serta dilahirkan di sebuah gubug reyot. Tetapi karena keberaniannya, ia amat dikasihi rajanya dan akhirnya pangkatnya semakin naik. Maka jadilah ia seorang duta yang mewakili negaranya dalam banyak hal. Mungkin seperti hikayat LBP saat ini yang menjabat puluhan jabatan dari Presiden Jokowi.
Berbeda dari peneliti yang lain, penulis buku ini punya lima hipotesa soal Hang Tuah. Pertama, hikayat ini riil ada nyatanya dalam masyarakat, bukan fiksi. Cerita dari sejarah yang pernah ada dan terjadi di masa itu.
Kedua, hikayat ini menceritakan orang biasa. Bukan kisah elit dan tokoh yang lahir dari tokoh besar sebelumnya. Ini mirip kisah Jokowi zaman sekarang. Kisah kelas sudra yang gigih dan kemudian berkuasa. Walau kita tahu, dari kisah Jokowi yang terjadi adalah sejarah kehancuran bangsa.
Ketiga, metoda yang membuktikan bahwa hikayat ini riil adalah kronogram. Yaitu kalimat yang mengandung arti waktu atau kronologis waktu. Dengan kronogram, hikayat ini bisa dicek dan dicek ulang ke buku-buku lain atau bukti-bukti lain yang sezaman.
Kronogram sendiri merupakan gabungan dari kata dari bahasa Yunani “chronos” yang berarti waktu dan “grafika” yang berarti tulisan. Fungsinya sebagai penunjuk waktu sekaligus sebagai stopwatch bagi pembaca agar bisa memastikan: apakah hikayat itu fiksi atau riil.
Keempat, naskah ini mengandung kritik sosial yang paten. Terlebih, naskah Hang Tuah memiliki banyak nilai kehidupan: ada nilai religius (agama), moral, budaya, sosial, edukasi (pendidikan), dan estetika (keindahan). Banyak nilai dalam naskah tersebut ternyata masih sesuai dengan nilai dan kejadian kehidupan masa kini.
Kelima, terjadi kapitalisasi politik dalam hikayat ini. Dan, itu dilakukan penjajah untuk meneguhkan dominasi mereka di tanah jajahan. Kita tahu, dominasi kolonial itu sering dibangun dari “curian sastra” lokal yang “diselewengkan” demi suksesnya kerakusan mereka.
Di atas segalanya, kata hikayat sendiri adalah salah satu karya sastra lama yang berbentuk prosa. Hikayat biasanya mengisahkan tentang kehidupan dari keluarga istana, kaum bangsawan, atau orang-orang ternama dengan segala kehebatan, kesaktian, maupun aksi kepahlawanannya.
Terminologi hikayat juga menceritakan tentang kekuatan, mukjizat dan segala keanehannya yang umum dan melegenda. Karena itu, para pegiat sastra banyak yang percaya bahwa karya Hikayat Hang Tuah ini fiksi, hiperbolik dan warisan tradisi lisan yang tak merealitas. Bagaimana menurut kalian? Please beri komen di bawah yah. Tengkiyuh.(*)
Penulis: M. Yudhie Haryono
Diambil dari: