Dalam ajang Temu Ilmiah Rutin (TIR) yang digelar di ruang RP Sudjono Balar Yogyakarta, Kamis (15/4/2021), Peneliti Arkeologi Islam/Kolonial Balai Arkeologi Yogyakarta, Drs. Masyhudi Muhtar, mengungkapkan bahwa dia sudah menemukan naskah Arab Pegon tertua di Jawa.
Di dalam naskah itu dicantumkan angka 1347 dalam angka Arab. Hal tersebut menunjukkan jika naskah atau tulisan itu dibuat pada tahun 1347 Masehi. Hal itu berarti masih dalam masa Kerajaan Majapahit.
Beralih sejenak ke masa sekarang. Di dalam sebuah buku biasa dicantumkan angka tahun pembuatan buku-buku itu. 1991, 2005, dan sebagainya.
Ini berarti naskah yang menyerupai buku itu ditulis pada masa kerajaan legendaris dan paling besar yang pernah ada di Nusantara. Kerajaan Majapahit ini eksis dalam kurun waktu 1293 hingga 1527 Masehi.
Naskah Pegon itu dituliskan di atas kertas kuno yang disebut dengan daluwang, dalam tulisan Arab. Kendati angka dan tulisannya Arab, tapi bahasanya Bahasa Jawa.
“Tua karena dibuat dari bahan daluwang yang asli,” kata Masyhudi. Masyhudi juga menjelaskan sampul buku itu tipis dari kulit binatang. Warnanya cokelat kehitaman.
Tinta yang digunakan untuk menulis itu berwarna merah dan hitam, bahannya dari tumbuh-tumbuhan. Sedangkan alat tulisnya adalah lidi aren atau ilalang.
Mengapa naskah Arab Pegon itu sampai bisa ada di tangan Masyhudi?
Masyhudi menceritakan asal mulanya.
Masyhudi mengatakan dia mengetahui adanya naskah Arab Pegon itu dari masyarakat. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang naskah itu, Masyhudi mencari tahu dengan menelusuri internet.
Dari sana akhirnya mendapatkan informasi jika naskah kuno itu ada di seorang kolektor benda seni di Salatiga. “Naskah ini yang saya cari,” kata Masyhudi.
Setelah dihubungi pada tahun 2019 lalu, sang kolektor benda seni itu menceritakan naskah yang sudah kucel dan dalam keadaan tidak terawat itu didapatkannya dari Nusa Tenggara Barat (NTB).
Masyhudi menjelaskan naskah yang berisi riwayat para nabi nabi termasuk Nabi Muhammad SAW itu pernah diteliti sebelumnya entah oleh siapa.
Selain berisi riwayat Nabi Muhammad SAW, naskah tulisan Arab namun bahasa Jawa itu juga berisi semacam doa-doa dan puji-pujian, atau tasawuf.
“Sebagian bisa dibaca, sebagian sudah rusak,” kata Masyhudi.
Seperti diketahui Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur ini adalah bernafaskan Hindu-Buddha. Majapahit mencapai masa keemasannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan Perdana Menteri nya yang legendaris, Gajah Mada.
Seperti diketahui Hayam Wuruk memerintah Majapahit pada kurun 1350-1389 Masehi. Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389, sedangkan Gajah Mada meninggal pada tahun 1364.
Oleh karenanya sangat menarik perhatian, pada masa itu ada naskah yang berisi riwayat Nabi Muhammad SAW beserta semacam doa-doa.
Namun yang belum diketahui pasti dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut adalah apakah Bahasa Jawa yang digunakan pada masa itu, bahasa Jawa kuno, pertengahan, atau bahasa Jawa yang lebih muda.
Dan juga apakah dengan demikian, pada masa itu bahasa Jawa sudah dipergunakan dengan secara luas pada abad ke 14 sesuai dengan tahun pembuatan naskah itu.
Masyhudi mengakui penelitiannya belum sampai ke sana, dan belum juga mengetahui apakah naskah itu asli atau hanya berupa salinan.
Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, Drs. Sugeng Riyanto, mengatakan penelitian naskah berharga itu harus dilanjutkan. Termasuk di dalamnya meneliti tentang Pangkur.
Didalam naskah ada disebut-sebut istilah Pangkur. Pangkur ini adalah tembang, atau tembang Pangkur.
Dan yang sangat disayangkan sampai saat ini belum diketahui juga siapa penulisnya.
“Apakah tembang Pangkur ini memang sudah dikenal pada abad ke 14,” kata Sugeng Riyanto yang juga pakar sejarah klasik Jawa itu.
Penelitian harus dilanjutkan, menurut Sugeng Riyanto, untuk memastikan tahun penulisan naskah itu. Juga dalam kebahasaan, apakah yang digunakan itu bahasa kuno, pertengahan, atau yang lebih maju lagi.
Islam memang bukan agama resmi saat itu. Namun keberadaan Islam dibuktikan selain adanya Pegon (tulisan Arab berbahasa Jawa), juga ditemukannya pemakaman Islam kuno di Desa Tralaya, Trowulan, Mojokerto.
Letak pemakaman Islam itu tak jauh dari kompleks Keraton Majapahit.
Muhammad Chawari, peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta, mengatakan mereka yang dimakamkan di sana adalah selain penduduk, juga keluarga kerajaan Majapahit yang sudah memeluk Islam.
Ma Huan, penerjemah Laksamana Cheng Ho menyebutkan dalam bukunya “Ying Yai Sheng Lan” ada 3 kelompok penduduk di Majapahit, salah satunya adalah Muslim, mereka adalah para saudagar yang datang dari barat.
adhie