Kehidupan berbangsa Indonesia belakangan sering diwarnai dengan berbagai gejala yang menunjukkan belum optimalnya signifikansi agama dan keberagamaan bagi pembangunan peradaban nasional kita. Indikasinya ditandai dengan beberapa gejala seperti berulangnya berbagai peristiwa dan kasus terorisme/ekstremisme kekerasan berbasis doktrin keagamaan tertentu, maraknya gerakan untuk mengganti negara Pancasila dan mendirikan negara khilafah, radikalisme dan massifnya ujaran kebencian (hate speech) dengan menggunakan doktrin-doktrin keagamaan.
Berbagai hasil riset oleh Setara Institute, Wahid Foundatian, dan CRCS-UGM, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan peristiwa dan Tindakan intoleransi dalam satu setengah dekade terakhir. “Sejak tahun 2012, menguat politisasi identitas, khususnya identitas keagamaan dalam berbagai hajatan elektoral di tingkat lokal dan nasional yang melahirkan polarisasi dan fragmentasi sosial-kemasyarakatan- kebangsaan,” kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Pakar Aliansi Kebangsaan Mayken TNI (Purn) Dewa Putu Rai pada FGD bertema “Agama sebagai Kekuatan Pemersatu Bangsa dan Penggerak Pemajuan Peradaban Bangsa dengan Paradidma Pancasila,” yang digelar Jumat (17/6/2022).
Gejala tersebut lanjut Pontjo, memicu terjadinya dinamika politik yang destruktif dalam optic kebangsaan kita, sehingga mengganggu keamanan nasional dan berpotensi memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa.
Diakui Pontjo, agama sebagai sesuatu yang sakral telah digunakan sebagai alat politik kekuasaan oleh sekelompok orang. Ketuhanan dan keberagamaan yang dibayangkan oleh para pendiri negara sebagai dasar bagi pembangunan kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, dan keadilan sosial kini justru diinstrumentasi oleh berbagai kelompok untuk tujuan-tujuan-tujuan sebaliknya.
Karena itu, Aliansi Kebangsaan memandang revitalisasi peran dan fungsi agama dalam membangun peradaban bangsa. Agama harus dijadikan sebagai kerangka nilai dan norma dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agama mesti difungsionalisasi untuk membangun dua sisi kesalehan sekaligus yaitu kesalehan pribadi dan kesalehan sosial dalam satu tarikan nafas.
Agama yang dianut melalui keimanan (faith) dan kepercayaan (belief) harus menjadi dasar (basis) sekaligus daya dorong (motives) bagi pembangunan karakter individual dan kolektif, kemanusiaan dan kebangsaan, yang mewujud dalam kualitas kehidupan masyarakat bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adail dan makmur. Agama yang dianut juga bermuara pada pencapaian tujuan nasional kita sesuai dengan alinea keempat UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
“Banyak persoalan mendasar yang menjadi pekerjaan rumah kita, untuk kita selesaikan secara bersama-sama, dengan bergotong-royong,” tandas Pontjo.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Forum Rektor Indonesia Prof Ir Panut Mulyanto mengatakan agama sejak bangs aini lahir, telah menjadi kekuatan dan alat pemersatu bangsa. Keragaman agama yang ada di Indonesia oleh para pendiri bangsa dijadikan sebagai alat penguat bangsa Indonesia untuk lebih cepat mencapai kejayaan.
Namun kenyataannya kata Prof Panut, saat ini ada hal-hal yang dikaitkan dengan agama oleh sebagian masyarakat yang pada akhirnya menimbulkan paham radikalisme dan sikap intoleran bahkan anti Pancasila.
Menurutnya media yang sangat bauk untuk mengatasi persoalan tersebut adalah melalui pendidikan dari tingkat PAUD hingga pendidikan tinggi. “Bagaimana lembaga pendidikan, mampu menanamkan nilai-nilai Pancasila ini serta bagaimana para penganut agama menjalankan ajaran agamanya dengan benar sehingga pada akhirnya agama bagi bangsa Indonesia benar-benar menjadi alat pemersatu bangsa,” kata Prof Panut.
Di luar lembaga pendidikan, penanaman nilai-nilai Pancasila bagi masyarakat bisa dilakukan dengan pendekatan diskusi-diskusi, pendekatan ekonomi dan pendekatan humanitas. Panut yakin dengan berbagai model pendekatan seperti itu maka agama benar-benar akan berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa.
Hal yang sama juga disampaikan Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.Phil, M.A, cendekiawan muslim. Dalam materinya, Prof Azyumardi mengatakan bahwa Nusantara adalah benua maritim yang dipenuhi dengan agama-agama besar dunia, seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha. Keragaman agama tersebut telah menimbulkan ikatan solidaritas bangsa Indonesia yang demikian kuat, yang tidak ditemukan di negara lain termasuk benua Eropa.
“Inilah keistimewaan kita, dimana agama tidak memecahbelah bangsa tetapi justeru telah menjadi ikatan solidaritas dan pemersatu penduduk Indonesia,” katanya.
Ia mencontohkan bagaimana agama di Eropa telah menjadi pemecah belah penduduknya. Perbedaan agama di Eropa telah memicu munculnya negara-negara baru. “Beda sedikit, mereka lantas bikin negara baru,” tandas Prof Azyumardi.
Sekjen Aliansi Kebangsaan Ahmad Zacky Siradj dalam penutup diskusinya menyimpulkan bahwa agama memiliki peran sangat penting untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Dalam penafsirannya agama harus ada pandangan yang moderat, agama harus dijadikan sumber inspirasi, menjadi sumber solusi masalah sosial, menjadi motivasi pemberdayaan umat, merekatkan posisi sosial kemasyarakatan dan lainnya.
“Jadi intinya, agama sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, karena itu agama harus dilindungi dan bukan diekspolitasi,” tandasnya.
Selain menghadirkan Prof Azyumardi, FGD tersebut juga menampilkan narasumber lain yakni Dr. Wawan Djunaedi, M.A., Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag RI, Dewi Kanti Setianingsih, tokoh penghayat Sunda Wiwitan, Komisioner Komnas Perempuan RI, Pdt. Jacky Manuputty, Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Suhadi Sendjaja, Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma NSI dan Dr. Sita Hidayah, Antropolog Universitas Gadjah Mada (UGM). FGD digelar oleh Aliansi Kebangsaan, bermitra dengan Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahun Indonesia (AIPI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan Media Kompas. (*/fs)
Diangkat dan disosialisasikan ulang dari PoskotaOnline Hari Jumat 17 Juni 2022 16:00