IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL
IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

Oleh-Oleh Selepas Meninggalkan Bangku Akademik

Kawanku, birokrat dan akademisi kampus yang cerdas, menulis buku bagus. Ya. Setelah menjadi dekan, ekonom ini ikut berproses di birokrasi. Ahmad Erani Yustika, namanya. Judul lengkap bukunya, “Ekonomi Politik: Kajian Teoretis dan Analisis Empiris,” ketebalannya 292 halaman plus. Terbit tahun 2020 oleh penerbit Intrans Publishing Malang, dan ber-ISBN: 978-602-6293-98-5.

Erani ini beruntung. Dapat kesempatan mewarnai republik. Tak banyak ekonom punya kesempatan seperti itu. Terlebih yang jenius dan crank. Bahwa republik memburuk saat ia di seputar kursi istana, itu soal lain. Memang tak mudah menundukkan cekikan oligarki yang makin gila dan menggurita. Tapi, setidaknya ia telah dan terus mencoba. Kalah menang urusan Tuhan dan alam raya.

Bukunya memberikan Informasi seputar makna dan teori ekonomi politik. Secara lugas, Erani menyingkap dinamika ekonomi yang menjadi perhatian publik dan menyangkut kepentingan masa depan Indonesia, baik secara langsung berkaitan dengan nasib ekonomi nasional maupun relasinya dengan ekonomi internasional (liberalisasi/globalisasi).

Buku ini didesain untuk memberikan cakrawala baru dalam memetakan permasalahan dan analisis dari perspektif ekonomi politik, sehingga dalam beberapa bagian disajikan rumusan atau rekomendasi pemecahan masalah sebagai panduan mencari solusi yang lebih kredibel dan teknis bagi pengambil kebijakan.

Penulis buku ini diuji di lapangan. Dapat posisi Dirjen, lalu Staf Khusus Presiden serta Kepala Istana Wapres, sesungguhnya adalah batu uji yang cukup luas plus menantang. Erani bisa langsung ikut menentukan kebijakan negara dan pemerintahan karena sehari-hari jadi penguasa sekaligus berada satu centi di samping penguasa. Bahwa penguasa hari ini (Presiden dan Wapresnya) tidak berkuasa karena mereka boneka, itu soal lain lagi.

Setidaknya, kita sadar perlu pikiran besar untuk bertindak benar dan besar. Terutama kini saat kita sedang menghadapi desakralisasi dan profanisasi segala hal. Juga permalingan, pernyolongan, pernyopetan, perampokan di mana-mana: kapan saja dan oleh semua. Tetapi, dengan pikiran dan tindakan raksasa oleh agensi yang cerdas, mestinya masa lalu dan masa kini yang baik akan mencipta masa depan lebih baik.

Pikiran besar dan orang besar memang makin langka. Sebaliknya, yang muncul dan banjir adalah yang tak punya pikiran serta maunya untuk dirinya saja. Padahal, kita perlu jalan penyelamatan yang intinya tiga: 1)Metoda Postkolonial, Nusantara Studies, Jalan Pancasila, Cara Konstitusi, 2)Materi Moral, Model, Modul dan Modal, 3)Agensi Crank dan Menyempal.

Dari jalan itu, muncul kesadaran akan perubahan struktur ekopol yang diharap mencetak generasi anti neoliberal, anti neofeodal, anti neofasis, anti neoapatis dan anti neofundamentalis (5 mental kolonial) yang digantikan generasi pancasila (5 mental konstitusional) yaitu: periketuhanan, perikemanusiaan, peripersatuan, peridemokrasi, perikeadilan.

Dus, berkembanglah metoda ekopol lndonesia yang merdeka karena “postkolonial yang melaksanakan hibridasi”: mempertahankan warisan terbaik (internal), mengambil nilai-nilai terbaik dari sekitar (eksternal) dan menciptakan nilai baru yang lebih baik (kemandirian dan kedaulatan).

Erani telah memilih berkarir di birokrasi. Meja akademik ditinggalkan. Ia sadar, telah lama postur APBN tidak cukup bugar karena tidak menunjukkan prioritas. Penyusunan alokasi belanja hanya mewarisi apa yang dulu telah dilakukan. Sebagian besar anggaran dibagi nyaris merata untuk K/L ataupun dana transfer.

Sejak lama, postur APBN dibuat sangat fokus kepada tujuan yang hendak dikejar, yakni pembangunan infrastruktur. Padahal, pelaku pembangunan adalah manusia yang tiangnya adalah pendidikan dan kesehatan. Anggaran pendidikan telah lama sesuai dengan perintah UU, begitu juga belanja kesehatan (5% dari APBN di luar dana transfer).

Dengan kondisi itu dan pilihannya masuk di meja pemerintahan membuatnya terus bertempur. Terus berusaha mengidealkan ekopol yang ada di tengah gempuran KKN yang menggurita. Sekali lagi, itu jihad akbar. Semoga alam raya dan Tuhan restu.(*)

 

Penulis Resensi:

Dr. M. Yudhie Haryono

Bagikan ya

Leave a Reply