Perairan di kawasan timur Indonesia, khususnya Maluku dan sekitarnya merupakan bagian dari pusat keragaman hayati laut yang tertinggi di dunia. Sejak tahun 1960-an, pemerintah Indonesia menaruh perhatian terhadap pembangunan kelautan dan percepatan pembangunan di kawasan timur Indonesia.
Perkembangan iptek bidang kelautan (oceanografi) mendorong mantan presiden Soekarno mencanangkan pembangunan Institut Teknologi Ambon, institut oseanografi terbesar di Asia Tenggara. Pada saat itu Soekarno mendapat bantuan dari Rusia. Namun pembangunannya terhenti karena peristiwa G-30S PKI.
Oseanografi adalah ilmu yang akan mempelajari tentang penjelajahan mengenai laut dengan berbagai macam fenomenanya. Laut merupakan bagian dari hidrosfer dan seperti yang kita ketahui bahwa bumi ini terdiri dari bagian padat yang disebut litosfer, kemudian bagian cair disebut sebagai hidrosfer dan bagian gas disebut atmosfer.
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa lembaga penelitian dan perguruan perguruan tinggi dalam bidang Kelautan. Salah satu lembaga penelitian kelautan tertua di Indonesia adalah Lembaga Oseanologi Nasional.
Jadi, Lembaga Oseanologi Nasional berada dibawah naungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang saat ini telah berubah menjadi Pusat Penelitian Oseanografi. Jadi lembaga tersebut merupakan cikal bakal yang dulunya bernama Zoology Museum en Laboratorium te Buitenzorg yang didirikan pada tahun 1904.
Penelitian oseanografi di Indonesia pertama kali ini dilakukan pada tahun 1904, ketika mendirikan laboratorium perikanan sejak tahun 1970 dan menjadi Lembaga Oseanologi Nasional.
Untuk melanjutkan cita-cita tersebut, pada 1971 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membangun Stasiun Penelitian Ambon (SPA). Seiring berjalannya waktu, SPA tumbuh cukup pesat dan menjadi Balai Penelitian Sumberdaya Laut setingkat Eselon III dibawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI .
Dalam 10 tahun terakhir telah terjadi perubahan mendasar untuk menggiatkan kembali kegiatan penelitian di wilayah Maluku dan sekitarnya. Untuk itu, LIPI melakukan upaya reorganisasi. Mulai tanggal 13 Mei 2014, UPT Balai Konservasi Biota Laut Ambon berubah menjadi Pusat Penelitian Laut Dalam.
“Saat ini, upaya penambahan sumberdaya manusia, pembenahan sarana dan prasarana serta dilaksanakannya beragam program penelitian sedang giat dilaksanakan,” ujar Kepala LIPI, Prof. Lukman Hakim.
Kepala UPT BKBL LIPI Ambon, Dr. Augy Syahalaitua menyampaikan beberapa alasan yang mendorong LIPI melakukan peningkatan Eselon UPT LIPI Ambon yaitu perairan Maluku itu sendiri dan Pondasi Dasar Ilmu Kelautan di Indonesia. Ambon memiliki rahasia kekayaan biota laut yang menjadi daya tarik ilmiah.
“Perairan Ambon dan Maluku telah menyumbang koleksi ilmiah dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pengetahuan kelautan dunia,” jelas Augy.
Kawasan timur Indonesia didominasi oleh lautan yang luas dan dalam (jeluk). Selain pemanfaatan sumberdaya non-hayati yang tersimpan di dasar laut-laut jeluk yang belum maksimal, sumberdaya alam yang tersembunyi di bawah dasar laut tersebut juga masih belum tersentuh.
adhie