IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL
IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

Buta Derita Rakyat

Indonesia makin pasti. Yaitu pasti krisis ekonomi. Kelanjutan dari krisis moral, modul dan modal. Hal ini dipicu rendahnya ekspor, rendahnya perdagangan internasional, rendahnya pertumbuhan, harga aset menurun, konsumen gagal bayar hutang dan lembaga keuangan mengalami kekurangan likuiditas.

Ini pilihan ekonomi neoliberal. Warisan ekonomi fundamentalis pasar. Sebuah pilihan bodoh yang terus dijalankan elite karena buta kebijakan publik alternatif, kuasa oligarki, tuna kuasa eksekutif, bodohnya pejabat dan buta derita rakyat.

Sepertinya. Ya sepertinya ada obat krisis ini. Yaitu revolusi mental. Gerakan dari got ke plonga-plongo. Dari plonga-plongo ke ruwet. Dari ruwet ke kere mente. Dari kere mente ke utang. Dari utang ke rentenir. Dari rentenir ke KKN. Dan, dari KKN ke kleptokrasi. Serta dari kleptokrasi ke tirani. Sempurna jahiliyahnya.

Apakah ada pejabat publik yang gagah bertanggung jawab? Di kita, tidak ada. Mereka mati rasa. Mati akal. Mati ucapan. Mereka hantu yang bergentayangan di ruang publik. Mereka berkinerja buruk dan busuk. Dari posisi ini rupiah makin lemah terhadap kurs dollar, korupsi dan kolusi merajalela, neopotisme jadi andalan serta utang gadai dikurikulumkan.

Tentu saja, bagi negara postkolonial, krisis itu dihadapi dan dicari solusi. Padahal ia seperti virus. Dosis faksinnya makin hari makin tinggi. Mengapa? Karena bagi negeri kolonialis, krisis itu diciptakan. Berulang dan berulang. Itu cara mengakumulasi kapital agar mereka tetap kaya dan kita paria.

Jadi, apa roadmap keluar dari jebakan dalam perang kecerdasan ini? Tidak ada. Terutama jika lihat kelakuan elit kita yang tuli, buta dan bisu. Mereka tuli dari derita rakyat, mereka bisu dari problema warga, mereka buta dari nasionalisme progresif.

Ini tentang kematian nalar pemerintah. Mirip pepatah, “Jangan pernah membuat orang jadi kangen jika kamu tak peduli. Jangan pernah menyentuh hidup seseorang kalau hal itu akan menghancurkan hatinya. Jangan pernah membuat orang bahagia kalau semua yang kamu lakukan adalah PHP. Sebab itu, hal paling kejam yang seseorang lakukan pada orang lain adalah membiarkannya jatuh cinta. Sementara ia gak punya niat untuk mencintainya.”

Jangan kalian kira sikap kritis datang dari sekolahan yang lama dan dialog-dialog yang tekun. Sebab, sikap kritis adalah kesesuaian jiwa dan rasa kebijakan publik. Dan, jika itu tak pernah ada, sikap kritis tak akan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad di sebuah masyarakat dan negara. Tentu ia juga tak tercipta di Indonesia.

Kini, pelan tapi pasti, sikap kritis mati. Sebab elite bertanya mau bayar berapa, bukan mau mengerjakan apa? Pada titik ini kita telah mati. Sebab wilayah publik bukan diisi gagasan melainkan kejahiliyahan. Kita mati sebelum kematian sungguhan datang menjemput dengan pelukan. Kita hidup tapi sesungguhnya mati. Ora ono opo-opo, opo-opo ora ono. Sedikit-sedikit mati. Mati kok sedikit-sedikit.(*)

 

Penulis: Dr. M. Yudhie Haryono

Sumber gambar: https://www.beritasatu.com/ekonomi/146375/rakyat-miskin-ri-masih-29-juta

Bagikan ya

Leave a Reply