Satu diantara kota-kota di Indonenesia yang masih memiliki peninggalan keraton, yaitu tempat kediaman ratu atau raja atau istana raja, yaitu Solo, atau Kota Surakarta.
Pada masa lalu 2 keraton itu menjadi pusat pemerintahan. Seiring dengan terbentuknya Pemerintahan Kota Surakarta maka peran tersebut tidak dimiliki lagi.Namun, keraton tetap menjadi pusat budaya.
Solo memiliki dua ikon cagar budaya yang masih ada hingga sekarang. Keduanya yaitu Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran.
Karena status itu, Pura Mangkunegaran juga tidak diperkenankan mempunyai alun-alun seperti yang dimiliki Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Mulanya, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah bagian dari Kerajaan Mataram. Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755 menyebabkan terjadi pembagian wilayah Kerajaan Mataram menjadi dua bagian, yakni Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.
Bersamaan dengan itu keberadaan kerajaan Mataram berakhir.
Adapun Pura Mangkunegaran pada 1757-1946 merupakan kerajaan otonom yang berhak mengatur wilayahnya sendiri.
Sebagaimana kerajaan lain, Pura Mangkunegaran memiliki prajurit secara independen, terlepas dari Kasunanan. Cakupan wilayahnya pun juga berbeda.
Kemudian, pada September 1946, Mangkunegara VIII yang memerintah pada masa itu, menyatakan bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun ketika terjadi revolusi sosial di Solo pada 1945-1946, Mangkunegaran kehilangan kedaulatannya. Walaupun demikian, Pura Mangkunegaran tetap memegang komitmen untuk menjalankan fungsinya sebagai penjaga budaya.
Sejak itu pula Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran tidak memiliki kekuasaan dalam pemerintahan. Kini, keberadaan keduanya dirawat menjadi cagar budaya yang bisa dikunjungi wisatawan ketika menjelajah Kota Solo.
adhie/silanews.com