IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL
IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

Padamnya Gairah Cita Mercusuar Dunia

Ibuku ngendikan: “Ana unen-unen, mengko titi wanci yen wis ana ratu trah Mbanyumas, cah gunung Slamet, Nuswantara bakal duwur kukuse, makmur kawulane lan amba jajahane.” Mungkin ini sekedar ilusi, bisa juga “mimpi ratu adil” dan sangat mungkin futurologis tanah kami. Tetapi, hampir semua peradaban besar punya imaji. Dan, imaji terbesar bangsa kita adalah: “jadi mercusuar dunia.”

Ya. Republik ini didirikan oleh orang-orang besar dan dengan sejuta ide dahsyat serta gagasan besar. Yaitu, ide dan gagasan atas kritik terhadap kondisi penjajahan (denunsiasi) serta jawaban/solusi/harapan/cita-cita (anunsiasi) dari warganya. Visi besar, misi gigantik, cita-cita semesta hadir dan menjadi narasi di seputar perdebatan awal lahirnya republik, kini tertelan oleh agensi picik yang diutus dalang untuk mengaburkan dan menguburkan.

Yah. Sayang sekali. Makin ke sini makin surut. Bahkan, kini tradisi itu hilang. Elite kita dan pengikutnya bukan tawarkan gagasan tetapi jajakan sinisme dan sindirisme. Percakapan harian kita makin dangkal. Tulisan kita makin alpa dari refleksi dan proyeksi. Semua menjadi sesuatu yang hambar dan ambyar.

Mestinya, suatu hal yang patut menjadi kebanggaan diri adalah ketika kita memutuskan untuk menjadi diri kita sendiri. Bangga menyelami nurani dan memproduksi jati diri untuk menggenggam makrokosmos dan mewariskan hal-hal tidak tak terpikirkan oleh kawasan dan negara tetangga. Mestinya. Sejatinya. Sewajarnya.

Terlebih, para pendiri republik bekerja dan berdoa terlalu serius untuk kita bukan supaya kita hanya menjadi orang biasa tetapi menjadi orang luar biasa. Karenanya, kita yang “terpelajar” karena sekolahan, mestinya beda dari elite silit kebanyakan yang jahiliyah. Perbedaan itu adalah pada sinkronnya nalar publik yang hasilkan kebijakan publik. Bukan terbalik.

Karena itu kawan, kita harus memilih menjadi pejuang pewaris pendiri negeri ini yang memilih nurani dan nalari. So, kerjakan apa yang mampu dikerjakan sesuai kemampuan dan kapasitas. Jangan terlalu tinggi ide tapi tak mampu dikerjakan. Kerjakan apa yang mampu dikerjakan. Segerakan!

Biarlah ide itu beredar dan berputar. Menari di pikiran rakyat. Kalau memang layak, pasti ada yang akan kerjakan dan lanjutkan. Jangan berpretensi ide dari kita, lalu kita yang harus selesaikan. Tidak. Karena kita ada batasan, baik energi, biaya, usia dll. Ide yang baik seperti wewangian dari bunga. Kadang orang lupa wangi dari bunga apa. Seperti mawar tak pernah peduli apakah namanya akan diingat atau disebut orang.

Seperti daun yang menerima takdirnya jatuh ke bumi tanpa protes mengapa tidak jadi buah. Ia hanya dianggap sampah, tetapi orang lupa ia bisa jadi pupuk bagi banyak kehidupan selainnya. Dari pupuk dan tumbuhan, kita mengenal jalur rempah yang menghubungkan titik yang satu dengan yang lain sebagai jalur laut. Ya. Rempah-rempah telah memainkan peran begitu penting di masa lalu dan kini mestinya dalam kehidupan kita kalau semua tangguh jadi ahli waris kejeniusan para pahlawan nusantara.

Ya. Sorga Nusantara adalah kawasan yang diberkahi. Dipilih Tuhan sebagai tempat pertama di bumi untuk menumbuhkan rempah. Kita adalah rumah besar keanekaragaman hayati dunia. Sekitar 11 persen jenis tumbuhan dunia ada di hutan tropis Nusantara. Jumlahnya lebih dari 30.000 spesies, yang sebagian besar digunakan dan dikenal sebagai rempah-rempah. Inilah SDA kita yang keren, mahal, sehat dan kekuatan utama jika kita waras.

Buku berjudul “Nusantara Titik Awal Peradaban Manusia,” ditulis oleh Fadly Bahari, Pare-Kediri, 16 April 2020 dan diterbitkan sendiri untuk kalangan terbatas ini mencoba menelusuri jejak Nusantara dari bahasa dan aksara yang berkembang dan mengada. Cukup tebal karena ada 400 halaman dan full bibliografi.

Buku ini sangat menarik karena di bagian selanjutnya adalah tentang kosmologi (mikro kosmos dan makro kosmos), yang dalam pandangan penulis merupakan bentuk pengenalan manusia terhadap jati diri dan alam semesta. Lalu, ada pembagian zona waktu di masa kuno. Bagian ini menarik karena membayangkan bagaimana orang di masa kuno telah mampu membagi zona wilayah di muka bumi dengan sangat presisi walaupun tekhnologi belum sepesat sekarang.

Bagi kalian yang tertarik, bisa membacanya melalui web ataupun pesan/beli langsung ke penulisnya. Dijamin terkesan dan akan muncul banyak pertanyaan dan gugatan.(*)

 

Penulis: Dr. M. Yudhie Haryono

Bagikan ya

Leave a Reply