Kawan-kawanku pernah bertanya, “Apa formasi mutakhir dari struktur ekopol hari ini?” “Kwartet dan tetralogi ekonomi Nusantara,” jawabku sekenanya. “Bagaimana penjelasannya?” kejarnya tak sabaran. Tersenyum, aku berkata, “Begini ringkasannya”.
Sesungguhnya, proyek besar kemerdekaan kita adalah merealisasikan jalan ekopol Pancasila. Apa itu? Adalah melaksanakan komitmen pemerataan; melahirkan kebijakan ekonomi nasionalis; mendesain perencanaan yang kuat, komprehensip dan terpusat; melaksanakannya secara desentralisasi, partisipasi, berkeadilan, berlingkungan dan berkesejahteraan; dikerjakan oleh koperasi, anti pasar bebas, anti otoritarian.
9 Jalan Ekopol Pancasila
Inilah cita plus cinta warga dan negara (warganegara) yang berkeadilan, bergotongroyong, berpersatuan, berkemanusiaan, bertuhan. Satu untuk semua dan semua untuk satu Indonesia.
Tafsir praksisnya adalah sebagai berikut.
- Menghadirkan negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
- Membuat pemerintah hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
- Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
- Menguatkan negara dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
- Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
- Meningkatkan produktivitas dan daya saing warganegara di pasar internasional.
- Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
- Melaksanakan revolusi mental melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
- Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.
Indonesia Salah Menerapkan Tetralogi Ekonomi
Sayang seribu sayang. Hari ini, komitmen itu ditinggalkan. Sebab yang dikerjakan adalah tetralogi ekonomi: menyembah pertumbuhan; ekonomi internasionalis; membudakkan warganegara dengan utang; dikerjakan swasta (asing-aseng). Lahirlah empat pemain ekonomi yang menajamkan ketimpangan: 1. Konglomerasi internasional, yang menguasai hulu-hilir ekonomi, 2. Konglomerasi lokal, yang menguasai midle ekonomi, 3. BUMN, yang menguasai hilir ekonomi, 4. Warga negara, yang hanya ada di UKM dan trotoar.
Tetralogi dan empat agensi ekonomi ini akan terus berlanjut karena formasi inti kesebelasan negara diisi kwartet ini: 1. Presiden sebagai nahkoda. Ia yang menyetel lampu riting kiri tapi belok kanan. Filosofinya: Aku menipu maka aku presiden. 2. Kementrian Keuangan sebagai kenek. Filosofinya: Aku berhutang maka aku tertawa. Ia yang memastikan APBN bersumber utang. 3. Bapenas sebagai penulis perencana dan pengendali. Filosofinya: aku budak maka aku menghamba. Ia yang mengelola agensi asing-aseng mengerjakan infrastruktur. 4. Kementrian BUMN sebagai juru tagih. Filosofinya: Aku obral maka aku bahagia. Ia yang memastikan tarikan dan setoran buat siapa dan untuk apa.
Presiden, Menkeu, Bappanas, Meneg BUMN adalah jabatannya. Tetapi ideologi neoliberal dan penyembah hantu pasar bebas adalah ontologinya. Epistemologinya pengkayaan diri dan kelompoknya (gotong nyolong tak terendus hukum). Aksiologinya mengkhianati konstitusi.
Dunia ekopol sedang berputar pada porosnya. Kini, mereka sangat percaya diri sebagai satu-satunya jalan penyelamatan. Maka, lihatlah hasil cepatnya: 1. Perpanjangan kontrak-kontrak SDA; 2. Rusaknya fasilitas publik yang baru diresmikan; 3. Aksi tipu-tipu kewarganegaraan; 4. Utang yang menggunung; 5. Ketimpangan yang makin lebar.
Parahnya lagi, kelima kejahatan besar ini tanpa tersangka. So, hebat bukan jargon Indonesia Melarat? Markotop Top.(*)
Penulis: Dr. M. Yudhie Haryono