Tak kurang buku kearifan dan tokohnya. Tak kurang buku hebat dan penulisnya. Yang tak ditemukan itu: orang besar untuk bangsa besar; orang pener di negara benar. Itulah Indonesia. Negeri yang selalu kehilangan kesempatan memimpin semesta.
Ke luar dari perangkap pengap itu, penulis dan pemikir terbesar Indonesia di abad ini mencoba menemukenali dengan menggali akar soalnya dari Pancasila. Lahirlah buku Yudi Latif yang super keren. Berjudul super cantik, “Wawasan Pancasila,” diterbitkan Mizan Bandung tahun 2020 (edisi komplit), buku ini hadir ke pembaca setebal 444 halaman dan terdiri dsri 6 bab yang cukup komprehensif.
Ada Jurang yang Kian Lebar Antara Idealitas Pancasila dan Realitas Pembumiannya
Membaca buku ini kita diajak untuk memahami struktur Pancasila sebagai sebuah elemen perekat dan juga sebagai titik temu, titik tuju dan titik tumpu dari berdirinya negara bangsa Indonesia. Kata wawasan sendiri berasal dari bahasa Jawa ‘wawas’ yang artinya melihat atau mengamati secara inderawi. Dari kegiatan mengamati atau melihat itulah, kemudian seseorang mendapatkan wawasan atau pengetahuan atau pemahaman, tentang sesuatu yang sedang diamati.
Dus, wawasan pancasila adalah pengamatan dan penglihatan pancasila, pengetahuan dan pemahaman pancasila. Ini sebentuk epistema yang mendalam dan sangat filosofis. Satu kajian serius yang tak banyak sarjana kita melakukannya. Karenanya kini masih kering dan sangat jarang diskursus dan narasi soal ini.
Dus, tantangannya datang dari kedangkalan pikiran yang memproduksi eksklusi sosial. Hal itu tampak pada kekerasan sosial berbasis pada isu fundamentalis keagamaan, fasisme ekonomi dan feodalisme kehidupan politik. Hal ini sejatinya menujukkan masih lemahnya gerakan internalisasi, institusionalisasi dan implementasi nilai-nilai Pancasila.
Singkatnya, kita menyaksikan situasi paradoksal. Secara konsepsional, Pancasila merupakan ideologi tahan banting yang kian relevan dengan perkembangan kekinian. Namun, secara operasional, terdapat jurang yang kian lebar antara idealitas Pancasila dan realitas pembumiannya.
Coba kita cek, marhaen tapi mendukung total para konglo busuk; Sosialis tapi mendukung swasta kuasai aset negara; Nasionalis tapi setuju sumber daya alam kita dikuasai asing-aseng; Demokrat tapi setuju penangkapan mereka yang sekedar menyampaikan haknya; Liberal tapi mendukung negara otoriter; Sekuler tapi mendukung negara ngurusin keyakinan warganya; Humanis tapi setuju penghilangan nyawa tanpa pengadilan; Pencinta lingkungan tapi menjarah hutan, dll yang terus paradoks kalau dinalar.
Jurang Idealitas Pancasila dan Realitas Pembumiannya Jadi Sumber Krisis Kebangsaan
Jurang lebar itulah yang menjadi sumber krisis kebangsaan hari ini. Kehidupan kebangsaan hari ini diliputi cuaca kebatinan dengan megamendung kerisauan, pertikaian, dan penggelapan. Sulit menemukan bintang penuntun yang menerbitkan kesamaan titik temu, titik tumpu, dan titik tuju. Visi kebangsaan ibarat cermin kebenaran yang jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap pihak hanya me- mungut satu kepingan, lantas memandang kebenaran menurut bayangannya sendiri. Rasa saling percaya pudar dan bineka warna sulit menyatu.
Demi mempertahankan Pancasila sebagai karakter bersama, penulis menawarkan pendekatan yang menarik, kreatif dan holistis, dengan menempatkan Pancasila sebagai bintang penuntun yang dinamis dalam merespons dinamika sosial dan global yang kian kompleks.
Dalam kehidupan sehari-hari yang kita nikmati, terdapat banyak nilai-nilai fundamental yang bersifat universal. Namun, lima di antaranya sengaja dipilih dan disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara sebagai lima sila yang disebut Pancasila sebagai identitas konstitusional bangsa Indonesia (constitutional identity). Kelimanya itu adalah ketuhanan, kemanusiaan, kebersatuan, kerakyatan dan keadilan.
Sayangnya yang terus berkembang adalah sebaliknya: kesekuleran, kefasisan, kefeodalan, keoligarkian dan kesenjangan (akut). Inilah lima kesalahan yang ditradisikan, terutama di istana oleh para penghuninya. Sehingga menular secara luas dan banjir KKN di sekitar kita.
Untuk alasan itulah, buku ini mentransfer wawasan dan pengetahuan Pancasila secara luas, penting dan genting karena begitu pentingnya mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari agar bangsa Indonesia memiliki identitas, kesentosaan dan keberadaaban semesta.
Bagi yang tertarik bisa kontak ke saya untuk beli dan mendiskusikannya. Syukur-syukur mampu menggelorakan revolusi pancasila secepatnya. Tentu agar republik ini tak makin sekarat karena melarat hasil kerja para pengkhianat.(*)
Penulis resensi : Dr. M. Yudhie Haryono