IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL
IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

Melihat Kembali Eksistensi, Identifikasi dan Regenerasi Dari Pancasila

Di mana Pancasila saat menjamurnya feodalisme keluarga (di parpol), fasisme ekonomi (di neoliberalisme) dan terorisme negara (di oligarki)? Pertanyaan tersebut kini menghunjam kesadaran kita dalam berbangsa. Pantaskah Pancasila saat ini disebut masih ada, dari adanya realitas yang ada tersebut.

Untuk melihat kembali keberadaan Pancasila tersebut, ada baiknya untuk kembali melihat tiga hal terkait Pancasila. Eksistensinya, identifikasinya dan regenerasinya. Ketiga hal tersebut dapat menjadi jawaban mengapa Indonesia yang sudah berpancasila lama, namun feodalisme keluarga subur, fasisme ekonomi terjadi, dan terorisme negara berlangsung.

Eksistensi Pancasila

Eksistensi berasal dari kata Latin: Existere. Kata ex bermakna keluar. Kata sitere bermakna membuat berdiri.

Artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa yang dialami. Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada, jika eksis. Dalam konsep eksistensi, satu-satunya faktor yang membedakan setiap hal yang ada dari tiada adalah fakta. Setiap hal yang ada itu mempunyai eksistensi atau ia adalah suatu eksisten.

Menurut teoritikus eksistensialis Kierkegaard, yang pertama-tama penting bagi kita adalah kesadaran diri. Dus, eksistensi kita bukanlah ‘ada’ yang statis, melainkan ‘ada’ yang ‘menjadi.’ Kita harus sadar dari ‘kemungkinan’ ke ‘kenyataan.’

Eksistensi Pancasila bisa dilacak jauh sebelum proklamasi kemerdekaan: peradaban lumeria, atlantik, konsep bhinneka tunggal ika, perang dan pertempuran melawan kolonialisme, SI dan SDI, Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi dan Konstitusi.

Dus, ia menjadi hibridasi dari kelam-terangnya masa lalu, masa kini dan (seharusnya) masa depan. Tentu timbul tenggelam; pasang surut; naik turun. Dan, kitalah aktor utama keberhasilan ataupun kegagalannya.

Identifikasi Pancasila 

Bagaimana dengan identifikasinya? Dari kata identify yang artinya kegiatan mencari, menemukan, mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan informasi dari “kebutuhan” lapangan.

Secara intensitas kebutuhan dapat dikategorikan dalam kebutuhan strategis dan taktis. Secara strategis, ia harus menjadi nilai dan tindakan yang bersegera mengambil langkah pertama, menolong sesama; bergotong-royong bahkan saat kita sama sekali tidak melihat kegemilangan di hari selanjutnya.

Secara taktis, ia menjadi alat ukur, penilaian, road map, petunjuk, kompas, pedoman dan hal yang dituju (alat dan cita-cita). Dari situ, ia awal, tengah dan akhir. Dus, secara identifikasi, Pancasila merupakan identitas kita di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja.

Regenerasi Pancasila

Bagaimana dengan regenerasinya? Di sini mengandung maksud sebagai usaha pembaruan semangat dan tata susila; penggantian yang rusak atau yang hilang dengan yang baru; estafet dan penggantian generasi tua kepada generasi muda. Kongkritnya perlu peremajaan secara terus menerus sesuai perkembangan zaman.

Masa lalu kita punah karena 4 hal: disaster (bencana alam), Paregreg (konflik internal), kolonialisme (penjajahan) dan omission (pembiaran). Agar 4 hal ini tidak terulang, regenerasi menjadi solusi.

Jika kita lihat dari eksistensi, identifikasi dan regenerasi tampaknya Pancasila ada tetapi tiada; tiada tetapi ada. Bisa dirasa keadaannya tetapi belum maksimal kemanfaatannya.

Pancasila belum jadi kurikulum dan tradisi pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua, keadilan umum guna kemakmuran bersama.

Dus, inilah tantangan kita dalam berpancasila. Kalian bagaimana? Aku menunggu jawabnya. Dengan semangat dan setia. Untuk merdeka kedua kalinya.(*)

 

Penulis: Dr. M. Yudhie Haryono

Bagikan ya