Pada akhirnya, globalisasi adalah terusan perampokan. Antara siapa melawan apa? Private capitalism versus state capitalism. Jika private capitalism menempatkan Amerika dan sekutunya sebagai subjek yang mengembangkan segi empat setan (WB, IMF, WTO, TPP) maka state capitalism menempatkan Cina dan sekutunya sebagai subjek yang mengembangkan segi empat setan (SR, CD, II, AIIB).
Silk Road (jalur sutra) sesungguhnya jalur kolonial Cina masa lalu. Ia berkembang pesat pada era kerajaan Mongol berkuasa. Inilah rute kolonial dan perdagangan penting yang menghubungkan Timur dan Barat; pertukaran budaya, agama, ideologi, SDA dan SDM.
Program Poros Maritim Dunia Hanya Sebagai Tindak Lanjut Jalur Sutra Maritim Abad ke-21
Kini, Cina berusaha menghidupkan kembali Jalur Sutra dalam bentuk baru. Presiden China Xi Jinping pada 2013 mengumumkan inisiatif ‘Jalur Sutra Baru Abad ke-21’ atau The Silk Road Economic Belt and the 21st-century Maritime Silk Road atau yang dikenal juga sebagai Belt and Road Initiative.
Tujuannya, untuk menciptakan beberapa koridor ekonomi yang membentang lebih dari 60 negara di seluruh dunia. Mengintegrasikan Asia, Eropa, dan juga Afrika. Wilayah darat, udara dan lautnya. Inisiatif tersebut, khususnya di bidang maritim melibatkan Indonesia. Presiden Tiongkok bahkan memilih Indonesia sebagai tempat pertama melontarkan rencana menghidupkan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21. Hal yang kemudian diikuti Presiden Jokowi dengan program kembali ke laut (poros maritim dunia).
Maka, negara Indonesia kini hanya the battle ground bagi tarung kuasa dua perampokan dunia. Tak ada sikap ksatria kecuali jadi ikut-ikutan saja yang mengikut pada asing-aseng. Konsep Trisakti dan NKRI Harga Mati hanya jadi sekedar slogan guyon.
Jalur Sutra (The Great Silk Road) merupakan jalan yang menghubungkan Cina dan kerajaan-kerajaan Eropa sepanjang 7.000 kilometer lebih. Dinamakan jalur sutra karena barang dagangan utama lewat jalur ini awalnya adalah sutra Cina. Namun seiring waktu barang yang diperdagangkan berkembang perhiasan, emas, besi, dan SDM.
Rute utama jalur ini adalah pegunungan Thien San, Asia Tengah, Afghanistan, Iran, bagian pantai Mediterrania, Afrika Utara, menuju Eropa. Para pedagang melewati jalur ini dengan kereta kuda. Merekalah yang diyakini memberikan pengaruh penting bagi perkembangan kehidupan modern Asia dan Eropa di segala bidang.
Jalur ini begitu penting sebagai cara Cina menguasai dunia. Jalur yang melewati kerajaan Rusia dan Cina sampai menjelang abad 20. Selanjutnya negara-negara Asia Tengah yang meliputi Kyrgyzstan, Kazakhstan, Turkmenistan, Tajikistan, Uzbekistan, serta 10 negara sekitarnya sempat menjadi negara bagian dari Uni Sovyet selama lebih dari 70 tahun. Ketika Glasnost dan Perestroika berhembus dan mengakibatkan jatuhnya Sovyet pada awal 1990an, negara-negara bagian tersebut satu demi satu memerdekakan diri.
Konsep Pembangunan Indonesia Terjebak Dalam Konsep Pembangunan di Indonesia
Asia Tengah yang sangat kaya dengan sumber daya alam (khususnya untuk energi seperti minyak, gas, uranium, batubara) membuat secara geostrategis posisi mereka menjadi penting. Karenanya, Rusia dan Cina terus berupaya menjalin persahabatan dengan negara-negara baru merdeka itu demi mempertahankan pengaruh di sana. Negara Barat lain seperti Eropa dan Amerika Serikat tidak mau ketinggalan. Dengan berbagai alasan (seperti perang terhadap terorisme dan kejahatan lintas batas) AS dan EU membangun berbagai pangkalan militer di kawasan tersebut.
Kini negara-negara tersebut mulai bebenah mengintegrasikan diri demi memperlancar arus komunikasi dan transportasi. Terlihat dari semakin banyaknya infrastruktur berupa jalan, rel kereta, dan jembatan. Jalur penerbangan juga dibuka untuk saling menghubungkan dng negara lain. Bagi Indonesia, Asia Tengah merupakan pasar non tradisional yang sangat prospektif.
Mengingat, ada kesamaan latar belakang agama Islam yang dianut penduduk Asia Tengah dan melimpahnya sumber daya alam. Sektor ekonomi yang dapat dikembangkan lebih lanjut antara lain tekstil, hasil pertanian dan perkebunan, informasi dan teknologi, otomotif, furnitur, makanan halal, real estate, perhotelan, pariwisata khususnya wisata sejarah, migas dan bahan mineral lainnya.
Para pengusaha Indonesia yang bergerak pada bidang-bidang tersebut perlu mengantisipasi peluang pasar di kawasan ini. Indonesia harus mulai melirik ke Asia Tengah sebagai alternatif pasar di Asia. Tetapi, ini memerlukan presiden yang dahsyat, elite yang cakap dan pemerintahan yang kuat. Tanpa itu, harapan tersebut hanya jauh panggang dari api.
Sayangnya hari ini yang terjadi adalah “ekonomi di Indonesia.” Yang sedang berlangsung adalah “pembangunan di Indonesia.” Hasilnya berupa pembangunan ekonomi oleh orang luar, dari orang luar dan untuk orang luar. Kita hanya jadi penonton dan buruhnya para buruh. Lembaganya lembaga dengan model dan strategi asing. Jadi tidak kompatible dengan suasana dan hati warga negara Indonesia. Impor semua ini: ilmu dan kelembagaan. Maka, mau merdeka 100% itu berat dan berliku.(*)
Penulis: Dr. M. Yudhie Haryono