IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL
IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

Sudah Saatnya Pancasila Tidak Lagi Jadi Sekedar Slogan Tapi Harus Jadi Ideologi Kerja

Jurang kesenjangan saat ini telah menjadi sumber berbagai problematika kebangsaan bangsa hari ini. Rendahnya pemahaman dan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah menyebabkan bangsa Indonesia seakan-akan kehilangan “roh” kebangsaannya. Padahal, kebangsaan Indonesia yang dibangun berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai bersama (share values) merupakan “modal sosial” yang sangat berharga bagikelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia ke depan.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo saat ia menjadi Keynote Speech bedah buku “Memperadabkan Bangsa: Paradigma Pancasila untuk Membangun Indonesia” di Hotel Sultan Jakarta, (27/10/2022). Buku “Memperadabkan Bangsa: Paradigma Pancasila untuk Membangun Indonesia” merupakan buku hasil rangkuman “Diskusi Serial” selama hampir tiga tahun sejak 20 Maret 2019 yang diselenggarakan bersama oleh Aliansi Kebangsaan, Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), FKPPI, YSNB, dan Harian Kompas.

Pancasila Harus Jadi Ideologi Kerja

Untuk mengatasi hal tersebut, Pontjo Sutowo meminta agar negara dapat sungguh-sungguh menjadikan Pancasila sebagai ideologi kerja. Untuk itu, pemahaman terlebih dahulu bahwa ideologi adalah suatu sistem pemikiran yang berorientasi tindakan, harus dipahami terlebih dahulu. Ideologi tidak bisa direalisasikan hanya dengan ucapan, klaim, dan slogan semata.

Mengutip Andrew Heywood dari bukunya: ‘Political Ideologies; An Introduction (2012)’, Pontjo Sutowo menyebut bahwa: “Ideologi adalah suatu susunan ide yang menyediakan basis bagi tindakan politik secara terorganisasi, baik dimaksudkan untuk mempertahankan, memodifikasi atau melenyapkan sistem kekuasaan yang ada.”Dalam kerangka menyediakan basis bagi tindakan politik tersebut, maka ideologi memiliki sekurangnya tiga fungsi utama.  Ketiganya adalah sebagai berikut.

Pertama, menawarkan kerangka penjelas mengenai tertib sosial (social order) yang diidealisasikan, biasanya dalam bentuk pandangan dunia (pandangan hidup) yang mengandung seperangkat nilai ideal yang menjadi basis pembentukan mental, spritual dan karakter dari komunitas politik.

Kedua, menjelaskan bagaimana perubahan (transformasi) politik dapat dan harus dijalankan, yang memberi kerangka kerja pembentukan tatanan kelembagaan sosial-politik dan tata kelola pemerintahan. Dengan cara ini, ideologi membantu membentuk watak (nature) dari sistem politik. Bahwa sistem pemerintahan di dunia ini berbeda satu sama lain dan selalu diasosiasikan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip tertentu. Dalam hal ini, ideologi memasok nilai (prinsip) yang membentuk kekhasan watak sistem politik yang membedakan itu.

Ketiga, mengembangkan model tentang masa depan yang dikehendaki, suatu visi tentang masyarakat baik (good society), yang memberi haluan bagi pembentukan masyarakat sejahtera yang berkeadilan dan berkemakmuran.

Bentuk Pancasila Sebagai Ideologi Kerja Adalah Menjadikan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional

Menurut Pontjo Sutowo, bentuk Pancasila sebagai ideologi kerja adalah dengan menjadikan Pancasila sebagai paradigma Pembangunan Nasional. Ia dijadikan cermin dalam keseluruhan fungsi ideologis, baik dalam ranah tata nilai (mental-kultural), tata kelola (institusional-politikal), serta ranah tata sejahtera (material-teknologikal). Semua tentu dengan dijalankan melalui keteguhan keyakinan, keluasan dan ketepatan pengetahuan, serta kesungguhan dalam komitmen tindakan.

Pembangunan tata-nilai (mental-kultural) sendiri diarahkan untuk mengembangkan kepribadian nasional dan budaya kewargaan yang inklusif. Sebagai nilai inti moral publik, Pancasila bukanlah sebatas bahan hafalan, melainkan nilai hidup yang harus dialami dan dijalani penuh integritas, dengan menjaga konsistensi antara pikiran, perkataan, sikap dan perbuatan; antara keyakinan, pengetahuan, kebijakan dan tindakan. Kehendak dan semangat dari bangsa yang majemuk untuk hidup bersama dalam bangunan ke-Indonesia-an perlu terus dipelihara dan diperkuat.

Sedangkan pada ranah tata kelola (institusional-politikal) yang pada umumnya berkaitan dengan desain kelembagaan dan tata-kelola manajemen negara dijalankan, dilakukan dengan cara terus dibangunnya paradigma Pancasila guna mengembangkan kehidupan politik yang inklusif. Selain itu juga dengan mewujudkan negara hukum dalam sistematik “kekeluargaan” (gotong-royong), yang mengintegrasikan kekuatan nasional melalui mekanisme demokrasi yang bercita kerakyatan, cita permusyawaratan dan cita hikmat-kebijaksanaan dalam suatu rancang bangun institusi-institusi demokrasi yang dapat memperkuat persatuan (negara persatuan) dan keadilan sosial (negara kesejahteraan).

“Merumuskan pilihan sistem ketatanegaraan yang sesuai bagi bangsa Indonesia yang heterogen dan multikultur dalam rangka memperkuat peran negara (state-building) tentu sangat penting. Namun membangun kebangsaan (nation-building) juga sama pentingnya karena bangsa Indonesia justru ada sebelum Indonesia lahir sebagai nation-state. Bahkan sejak awal berdirinya republik ini, para pendiri bangsa menyadari sepenuhnya bahwa nation building merupakan agenda penting yang harus terus dibina dan ditumbuhkan”, kata Pontjo Sutowo.

Sementara itu pada pembangunan tata-sejahtera (material-teknologikal), perlu untuk diarahkan guna mengembangkan kemakmuran yang inklusif, dengan mengupayakan perekonomian merdeka; berlandaskan usaha tolong-menolong (semangat kooperatif), disertai pengusaan negara atas “karunia kekayaan bersama” serta atas cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasasi hajat hidup orang banyak; seraya memberi nilai tambah atas karunia yang terberikan dengan input pengetahuan dan teknologi.

“Kita harus terus mengupayakan transformasi perekonomian dari perekonomian ekstraktif berbasis sumber daya alam menjadi perekonomian yang berbasis Ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan daya saing bangsa dalam percaturan global. Untuk itu, Indonesia harus mengejar ketertinggalan penguasaan teknologinya”, kata Pontjo Sutowo.

Pada bedah buku ini, dicatat juga menghadirkan para narasumber yang mumpuni, seperti Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, SE, MS, DEA, Prof. Dr. Hafid Abbas, dan Prof. Dr. Siti Zuhro, M.A.*

 

 

Disosialisasikan kembali dari MADANINEWS.ID.

Judul : Sudah Saatnya Pancasila Tidak Lagi Jadi Sekedar Slogan Tapi Harus Jadi Ideologi Kerja

Terbit: 27 October 2022

Sumber: https://www.madaninews.id/18604/sudah-saatnya-pancasila-tidak-lagi-jadi-sekedar-slogan-tapi-harus-jadi-ideologi-kerja.html

Bagikan ya

Leave a Reply