IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL
IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

Memformat Ulang Kurikulum Pendidikan Pancasila

Ada pepatah Latin yang demikian familier di telinga kita. Pepatah tersebut berbunyi sebagai berikut. Mens sana in corpore sano. ‘Dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang kuat’. Pepatah ini jika diperluas pengertiannya, dapat menjadi: “Di dalam kurikulum yang sehat, terdapat pendidikan yang kuat”. Tetapi bagaimana itu terjadi?

Begini. Menurut definisinya, kurikulum adalah semua hal yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, termasuk metode mengajar, cara mengevaluasi, progam studi, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi, serta hal-hal struktural-kultural terkait dengan waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata ajar.

Dengan definisi tersebut, kurikulum menjadi ontologi pendidikan, poros utama dan tulang punggungnya pendidikan. Ia laksana kaki statis: menghasilkan gerak centripetal (ke dalam) dan centrifugal (ke luar) sekaligus.

Puritanisme dan Sekularisme Sebagai Dua Kutub Bineris Kurikulum

Dalam sejarahnya, kurikulum seringkali diperhadapkan dalam dua kutub bineris. Yaitu, sebagai inti dari puritanisme dan sebagai inti dari sekularisme. Sebagai puritanis, artinya situasi sosial (zaman) harus ditundukkan di bawah kendali kurikulum. Sebaliknya, sebagai sekularis, artinya kurikulum berubah-ubah sesuai tuntutan zaman.

Jika pendekatannya adalah pendidikan Pancasila, maka kurikulum itu seperti meja statis. Secara umum, meja statis kurikulum pendidikan di Indonesia adalah Trimatra. Trimatra terdiri dari: Pertama. Pendidikan mental-etika. Kedua. Pendidikan kejeniusan-logika. Ketiga. Pendidikan kebangsaan-nasionalisme. Trimatra tersebut menjadi dasar kurikulum yang bersifat statis-subtantif. Ketiganya bisa dikatakan 3 nilai final utama. Sementara itu untuk meja dinamisnya, adalah mata pelajaran dalam kurikulum tambahan yang pada intinya merupakan nilai instrumental untuk menggapai nilai final dalam trimatra.

Dari hal tersebut, maka dapat dikatakan jika sebagai meja statis, ia berfungsi untuk mencetak agensi atau warganegara unggul yang mampu menemukan kebesaran masa lalu demi kehidupan masa kini dan ‘terjaganya’ peradaban masa depan Indonesia Raya. Sedangkan sebagai meja dinamis, ia memiliki fungsi untuk mencetak agensi atau warganegara unggul yang mampu mengkreasi hari ini dan hari depan yang lebih baik.

Tiga Ranah Pertempuran Dalam Menegakkan Pancasila

Semua penjabaran tersebut di atas, merupakan sebuah ontologi dari kurikulum pendidikan Indonesia. Melalui hal tersebut pula, jika ada upaya lebih untuk mencetak kerangka warganegara unggul adalah dengan memastikan lahirnya benih insan Atlantik, manusia Nusantara dan patriot Pancasila.

Terakhir, bila ontologi pendidikan kewarganegaraan adalah kurikulum maka epistemnya adalah komunitas dan jaringan-jaringan pendidikan pembebasan. Di mana muara aksinya adalah memastikan hadirnya negara Pancasila.

Hanya saja yang perlu diingat, menegakkan negara Pancasila itu kerja raksasa. Di dalamnya akan ditemukan medan pertempuran yang sangat luas mencakup tiga ranah. Ketiga ranah tersebut adalah: Pertama. Tanah air fisik (penguasaan teritorial). Kedua. Tanah air formal (undang-undang dan hukum formal). Ketiga. Tanah air mental (nalar dan mindset). Sayangnya di ketiga ranah itu, kita saat ini babak belur dan porak poranda.*

 

Penulis: Dr. M. Yudhie Haryono

Bagikan ya

Leave a Reply