Kapitalisme memiliki banyak pengertian. Karl Marx misalnya, mendefinisikan kapitalisme sebagai suatu sistem di mana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh pemilik modal supaya mencapai keuntungan yang maksimal. Sementara itu menurut Adam Smith, kapitalisme merupakan suatu sistem yang bisa menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat negara apabila pemerintah tidak mengintervensi kebijakan dan mekanisme pasar.
Dengan kata lain, kapitalisme merupakan sistem ekonomi di mana semua kegiatan ekonomi dilakukan oleh pihak swasta dan bukan pemerintah. Pemerintah hanya bertugas sebagai pengawas saja. Sistem kapitalisme baru akan terjadi jika pemilik modal mempunyai bekal material yang “mumpuni” untuk dapat menguasai pasar dan memberlakukan aturan-aturan yang dibuatnya dan menguasai roda ekonomi pasar tersebut.
Menjadi pertanyaan kemudian, bagaimana cara para kapitalis menguasai pasar dan memberlakukan aturan-aturan yang dibuatnya dan menguasai roda ekonomi pasar, yang muaranya kemudian menghegemoni dunia?
Ternyata ada 14 jurus yang dilakukan, di mana jurus tersebut adalah sebagai berikut.
Jurus 1.
Sistem ekonomi kapitalisme mengajarkan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya akan terwujud jika semua pelaku ekonomi terfokus pada akumulasi kapital. Mereka lalu menciptakan sebuah mesin “penyedot uang” yang dikenal dengan lembaga perbankan. Oleh lembaga ini, sisa-sisa uang di sektor rumah tangga yang tidak digunakan untuk konsumsi akan “disedot”.
Lalu siapakah yang akan memanfaatkan uang di bank tersebut? Tentu mereka yang mampu memenuhi ketentuan pinjaman (kredit) dari bank, yaitu: fix return dan agunan. Konsekuensinya, hanya pengusaha besar dan sehat sajalah yang akan mampu memenuhi ketentuan ini. Siapakah mereka itu? Mereka itu tidak lain adalah kaum kapitalis, yang sudah mempunyai perusahaan yang besar, untuk menjadi lebih besar lagi. Nah, apakah adanya lembaga perbankan ini sudah cukup? Bagi kaum kapitalis tentu tidak ada kata cukup. Mereka ingin terus membesar. Dengan apa?
Jurus 2.
Kaum kapitalis merasa perlu membuat mesin “penyedot uang” yang lebih ampuh lagi, yaitu pasar modal. Dengan pasar ini, para pengusaha cukup mencetak kertas-kertas saham untuk dijual kepada masyarakat dengan iming-iming akan diberi deviden.
Siapakah yang memanfaatkan keberadaan pasar modal ini? Dengan persyaratan untuk menjadi emiten dan penilaian investor yang sangat ketat, lagi-lagi hanya perusahaan besar dan sehat saja yang akan dapat menjual sahamnya di pasar modal ini. Siapa mereka itu? Kaum kapitalis juga, yang sudah mempunyai perusahaan besar, untuk menjadi lebih besar lagi. Adanya tambahan pasar modal ini, apakah sudah cukup? Bagi kaum kapitalis tentu tidak ada kata cukup. Mereka ingin terus membesar. Dengan apa lagi?
Jurus 3.
Kaum kapitalis lalu mengunakan jurus ketiga, yaitu “memakan perusahaan kecil”. Bagaimana caranya? Menurut teori Karl Marx, dalam pasar persaingan bebas, ada hukum akumulasi kapital (the law of capital accumulations), yaitu perusahaan besar akan “memakan” perusahaan kecil. Contohnya, jika di suatu wilayah banyak terdapat toko kelontong yang kecil, maka cukup dibangun sebuah mal yang besar. Dengan itu toko-toko itu akan tutup dengan sendirinya.
Dengan apa perusahaan besar melakukan ekspansinya? Tentu dengan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jurus 4.
Agar perusahaan kapitalis dapat lebih besar lagi, mereka harus mampu memenangkan persaingan pasar. Persaingan pasar hanya dapat dimenangkan oleh mereka yang dapat menjual produk-produknya dengan harga yang paling murah. Bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan mengusai sumber-sumber bahan baku seperti: pertambangan, bahan mineral, kehutanan, minyak bumi, gas, batubara, air dsb. Dengan apa perusahaan besar dapat menguasai bahan baku tersebut? Tentu dengan dukungan permodalan dari dua lembaganya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jurus 5.
Jika perusahaan kapitalis ingin lebih besar lagi, maka jurus berikutnya adalah “mencaplok” perusahaan milik negara (BUMN). Kita sudah memahami bahwa perusahaan negara umumnya menguasai sektor-sektor publik yang sangat strategis, seperti: sektor telekomunikasi, transportasi, pelabuhan, keuangan, pendidikan, kesehatan, pertambangan, kehutanan, energi dsb. Bisnis di sektor yang strategis tentu merupakan bisnis yang sangat menjanjikan, karena hampir tidak mungkin rugi. Lantas bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan mendorong munculnya Undang-Undang Privatisasi BUMN. Dengan adanya jaminan dari UU ini, perusahaan kapitalis dapat dengan leluasa “mencaplok” satu-persatu BUMN tersebut. Tentu tetap dengan dukungan permodalan dari dua lembaganya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jurus 6.
Jika pada jurus kelima kaum kapitalis sudah mulai bersinggungan dengan UU, maka sepak terjangnya tentu akan mulai banyak menemukan hambatan. Bagaimana cara mengatasinya? Jurusnya ternyata sangat mudah, yaitu dengan masuk ke sektor kekuasaan itu sendiri. Kaum kapitalis harus menjadi penguasa, sekaligus tetap sebagai pengusaha.
Untuk menjadi penguasa tentu membutuhkan modal yang besar, karena biaya kampanye itu tidak murah. Bagi kaum kapitalis hal itu tentu tidak menjadi masalah, sebab permodalannya tetap akan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu perbankan dan pasar modal.
Jika kaum kapitalis sudah mencapai 6 jurus ini, maka hegemoni ekonomi di tingkat nasional hampir sepenuhnya terwujud. Hampir tidak ada problem yang berarti untuk dapat mengalahkan kekuatan hegemoni ini. Namun, apakah masalah dari kaum kapitalis sudah selesai sampai di sini? Tentu saja belum. Ternyata hegemoni ekonomi di tingkat nasional saja belumlah cukup. Mereka justru akan menghadapi problem baru. Apa problemnya?
Problemnya adalah terjadinya ekses produksi. Bagi perusahaan besar, yang produksinya terus membesar, jika produknya hanya dipasarkan di dalam negeri saja, tentu semakin lama akan semakin kehabisan konsumen. Lantas, kemana mereka harus memasarkan kelebihan produksinya? Dari sinilah akan muncul jurus-jurus berikutnya, yaitu jurus untuk melakukan hegemoni di tingkat dunia.
Jurus 7.
Ketujuh adalah jurus untuk membuka pasar di negara-negara miskin dan berkembang yang padat penduduknya. Caranya adalah dengan menciptakan organisasi perdagangan dunia (WTO), yang mau tunduk pada ketentuan perjanjian perdagangan bebas dunia (GATT), sehingga semua negara anggotanya akan mau membuka pasarnya tanpa halangan tarif bea masuk, maupun ketentuan kuota impornya (bebas proteksi).
Dengan adanya WTO dan GATT tersebut, kaum kapitalis dunia akan dengan leluasa dapat memasarkan kelebihan produknya di negara-negara “jajahan”-nya. Untuk mewujudkan ekspansinya ini, perusahaan kapitalis dunia tentu akan tetap didukung dengan permodalan dari dua lembaga andalannya, yaitu perbankan dan pasar modal.*
Penulis : Dwi Condro Triono, Ph.D