Kompas/24/01/2022 melaporkan bahwa “Nusantara, khususnya Pulau Jawa, pernah masuk dalam peta industri global pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kala itu, industri gula di Jawa menempati posisi puncak di Asia dan bahkan menjadi salah satu yang terbesar di dunia bersama Kuba dan beberapa negara Eropa.”
Namun, semua nyaris tinggal kenangan. Taukah kamu bahwa dari 202 pabrik gula pada dekade 1920-an kini tinggal 35 pabrik saja. Itupun tak dimaksimalkan produksi dan manajemennya. Ini jejak kehancuran jalur rempah yang dahsyat sejak penghancuran peradaban kopra (kelapa), garam, gula lalu tembakau.
Kita tahu, rempah-rempah dan metalurgi menjadi awal mula datangnya bangsa-bangsa Eropa ke Nusantara. Rempah merupakan modal sehat dari kuliner, sementara metalurgi merupakan modal berjaya dari senjata besi dan tembaga.
Kedatangan mereka berambisi untuk berburu dan menguasai rempah-rempah dengan menjajah Nusantara. Karena rempah-rempah yang dimiliki Indonesia sangat melimpah, ada di berbagai wilayah.
Rempah menjadi komoditas dengan nilai jual tinggi atau mahal pada waktu itu. Ia juga mencipta “jalur rempah, peradaban rempah, pasar dunia dan industrinya.” Rempah-rempah juga memiliki manfaat untuk pengobatan dan kesehatan.
Kini, rempah-rempah menduduki posisi keempat dari komoditas pertanian Indonesia yang mempunyai nilai ekspor terbesar setelah udang, hasil perikanan dan kopi. Beberapa komoditas rempah-rempah yang diperdagangkan di pasar internasional adalah lada, pala, vanila, kayu manis, cengkeh, kapulaga, cabe dan jahe.
Dari sekian banyak komoditas rempah-rempah, lada dan pala merupakan komoditas utama dalam perdagangan rempah-rempah dunia, sekaligus merupakan produk ekspor unggulan Indonesia dibandingkan dengan komoditas rempah-rempah lainnya. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil lada dan pala utama di dunia.
Lada dijuluki sebagai “King of Spices“, karena merupakan produk rempah-rempah tertua dan terpenting dalam perdagangan internasional. Penggunaan lada dan pala sangat luas terutama sebagai bahan baku dalam industri pangan, farmasi dan kosmetik. Untuk konsumsi rumah tangga, hampir semua masakan menggunakan lada dan pala dalam komposisi bumbunya.
Rempah yang lain misalnya cengkeh. Sekitar 1390, setiap tahunnya, cengkeh yang masuk ke Eropa mencapai sekitar 6 metrik ton dan buah pala sekitar 1,5 metrik ton.
Pertanyaannya apa strategi kita dalam perang dagang ini? Adakah para elite dan presiden tahu dan memikirkannya? Rasanya kok mati kutu. Tak ada roadmapnya. Tak punya peta jalan industrinya. Tak tahu kunci dan fungsinya kini.
Taukah mereka bahwa Pancasila adalah kunci. Indonesia adalah rumah. Keduanya dibuat untuk kita menaklukkan dunia. Tetapi mensyaratkan berlari tanpa lelah. Kerja tanpa mengeluh. Gotong-royong tanpa khianat. Sampai kita semua meraihnya.
Tanpa keduanya, kita adalah subjek tanpa predikat dan objek. Sepi ditelan luas cakrawala semesta. Karenanya, kutunggu kalian di tiap lembar buku ini. Kusediakan kaos, kacang dan senyum tulus demi bahagia bersama.(*)
Penulis: Dr. M. Yudhie Haryono