Pemerintah negara sesuai pembukaan UUD 1945, memiliki 4 fungsi. Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam mewujudkan keempat fungsi tersebut, pemerintah tidak akan dapat mencapainya tanpa memiliki integritas, beretos kerja, serta memiliki semangat gotong royong. Selain itu, tentu juga harus mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Namun sayangnya kondisi ideal tersebut ternyata belum dimiliki sehingga fungsi pemerintah masih jauh dari harapan. Terdapat tiga krisis yang menghambat hadirnya fungsi ideal pemerintah. Ketiga krisis tersebut adalah:
- Krisis Indentitas dan Pandemik Korupsi
Pada saat ini, kejujuran dan integritas menjadi barang mahal dalam kehidupan penyelenggara negara dan masyarakat. Kepercayaan antar-penyelenggara negara rendah , banyak pelanggaran hukum dan aturan, perilaku tak amanah pada berbagai lapis kepemimpinan.
- Lemahnya Etos Kerja, Daya Saing, dan Kreatifitas
Dibandingkan dengan negara lain, Indonesia kini semakin tertinggal. Selain itu tumbuh orientasi materialisme, juga berbudaya instan untuk meraih tujuan-tujuan hidup. Ketergantungan atas impor juga sangat tinggi pada berbagai produk barang dan jasa, padahal sumber daya alam dan manusia berlimpah. Etos kerja, produktifitas , kreatifitas, daya saing pun relative rendah.
- Krisis Identitas Yang Melunturkan Kepribadian Gotong Royong
Saat ini individu yang baik terbatas di ruang pribadi , tapi tidak tampak berdampak pada praktik kewargaan, semangat kebangsaan, dan akhlak sosial. Padahal, republik didirikan dengan semangat kegotongroyongan. Modal sosial gotong royong perlu dibangkitkan kembali.
Semua realitas tersebut perlu segera diselesaikan agar fungsi pemerintah sekaligus tujuan negara dapat segera segera diwujudkan. Perlu segera dibangun gerakan hidup baru bagi penyelenggara negara dan masyarakat untuk mengubah pola pikir, sikap dan perilaku agar hanya berorientasi pada upaya mewujudkan Indonesia yang maju, makmur, sejahtera modern, dan bermartabat berlandaskan pada nilai-nilai strategis instrumental bangsa.
Sangat menarik jika perubahan tersebut ternyata buka semata sebuah utopia. Banyak contoh perubahan pola pikir, sikap, dan perilaku atau mentalitas dapat dilaksanakan di Indonesia. Misalnya perubahan yang dilakukan PT. KAI dalam menertibkan KRL dan stasiun Jabodetabek atau sistem pelayanan BPJS. Kunci perubahan mentalitas tersebut ada dua; membangun sistem beserta metode enforcement-nya dan melakukan enforcement dengan keteladanan.
Penyusun: Irawan
Diambil dari karya Sarlito Wirawan Sarwono, Keteladanan Penyelenggara Dan Penguatan Mentalitas Pelayanan, dari buku Nilai Keindonesiaan Tiada Bangsa Besar Tanpa Budaya Kokoh, Kompas Media Nusantara, 2017.
Sumber gambar:
https://www.sekolahdasar.net/2015/05/keteladanan-dalam-pendidikan.html