Bali tidak menghasilkan rempah tapi telah mengenalnya sejak awal abad masehi.
Perdagangan rempah menghubungkannya dengan India, Cina, dan Mediterania.
Guru besarUniversitas Udayana Prof.I ketut Ardhana menyebutkan pelabuhan-pelabuhan kuno dan tempat geraham milik orang India di bali dapat diduga menjadi bukiti adanya jejak jalur rempah sejak awal masehi.
Keterbatasan informasi kesejarahan yang menyebut Bali berkaitan dengan rempahrempah. Tapi referensi dari Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental, Bali dikenal oleh etnis lain di Nusantara sebagai salah satu sistem perdagangan dari Asia daratan dan India pada awal abad masehi.
Ia menyatakan sedang mengerjakan proyek bersama rekannya untuk mengetahui sejauh mana peran Bali utara yang strategis dari segi posisi geografi dan demografi, terutama di awal abad masehi, tidak hanya di masa Portugis sekitar abad ke-14 dan 15.
Menurut dia, di awal abad masehi laut di utara Bali dalam sehingga menjadi lokasi perdagangan, terjalin relasi dengan wilayah lain yang juga memainkan rempah-rempah, seperti cengkih dan pala dari Ternate, Tidore, dan Banda.
Hal itu juga dibuktikan dengan temuan geraham dengan hasil tes DNA-nya diketahui pemiliknya tidak mengonsumsi makanan laut dan ternyata dari India.
Namun demikian, ia mengatakan perlu kajian lanjutan guna mencari tahu hubungan keberadaannya dengan jejak jalur rempah di sana.
Bukti lain atas dugaan jejak jalur rempah di Bali adalah hubungan dagang yang terjadi sejak abad ke-5 dengan China. Keberadaan uang kepeng di Pulau Dewata yang diperkirakan berasal dari adanya hubungan dagang antara Nusantara dengan Tiongkok diketahui jejaknya dari daerah pelabuhan di Bali Utara, seperti Desa Julah dan Menasa hingga masuk pedalaman di Desa Sukawana, Kintamani.
Prof Ardhana juga menyebutkan perihal buku-buku baru yang menjelaskan pengaruh Bali memainkan rempah-rempah sudah ada sejak lama dengan hadirnya Pelabuhan Julah, Pacung, dan Sembiran di sisi utara pulau itu. Hal tersebut penting untuk melihat apa yang terjadi di wilayah lain pulau tersebut pada masa itu.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Restu Gunawan mengatakan catatan W.P. Groeneveldt dalam “Nusantara dalam Catatan Tionghoa” menyebutkan keberadaan Negara Dva-ba-dan yang terletak di selatan Kamboja dan berjarak dua bulan perjalanan laut, terletak di timur Ka-ing (Jawa), sebelah barat Mi-li-ju, lalu sebelah utaranya berbatasan dengan laut. Mereka memiliki huruf yang ditulis di atas daun patra (lontar).
Pada sejarah Dinasti Ming buku 324 ditemukan catatan dua tempat yang dianggap sebagai Pulau Bali, yaitu Die-li terletak dekat Jawa. Nama kedua Ji-la-ha-ci terletak dekat Jawa, pada 1405 kaisar mengirimkan utusan dan membawa upeti, dan dalam catatan disebutkan penduduknya mengenal pertanian, tidak ada perampok, menganut Buddha dan hasil perkebunannya cendana dan lada.
“Orang China menganggapnya Buddha, padahal Hindu. Dan memang penghasil cendana dan lada,” ujar Restu.
Ia mengatakan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar seri webinar tentang jalur rempah yang mungkin sudah dilaksanakan 10 sampai dengan 15 kali untuk memberi pemahaman pada masyarakat.
“Mungkin masih ada yang juga bertanya, apa iya Bali masuk dalam jalur rempah,” katanya.
Program Jalur Rempah, menurut Restu, menjadi unggulan di kementeriannya. Rencananya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga akan melakukan penjelajahan ke Ternate, Tidore, bahkan Eropa, namun memang pada 2020 program yang dijalankan masih untuk memberikan pengetahuan pada masyarakat.
Adhie/Risa